
TIMESINDONESIA, MALANG – Dinasti politik, yang telah menjamur di seluruh dunia, terus memberikan warna khas pada lanskap politik negara-negara demokratis. Keluarga Kennedy di Amerika Serikat, Trudeau di Kanada, Nehru-Gandhi di India, Bhutto di Pakistan adalah gambaran nyata dominasi dinasti politik.
Meskipun prinsip demokrasi hadir dengan tujuan mengakhiri pewarisan kekuasaan, kenyataannya mencengangkan; hampir setengah negara demokratis di dunia memilih kepala negara dari satu keluarga lebih dari sekali.
Advertisement
Menurut studi George & Ponattu pada tahun 2018, terungkap bahwa secara umum, setiap individu memiliki kemungkinan lima kali lebih besar untuk memasuki pekerjaan yang pernah dijalani oleh ayah mereka.
Namun, memiliki ayah yang berkecimpung dalam dunia politik justru meningkatkan peluang seseorang untuk terlibat dalam dunia politik sebesar 110 kali lipat, lebih dari dua kali lipat dibandingkan dengan kecenderungan dinasti dalam pekerjaan elit seperti kedokteran dan hukum (George & Ponattu, 2018).
Dalam panggung politik global, perbincangan tentang dinasti politik menjadi semakin relevan dan berbaur dengan kerumitan dinamika pembangunan ekonomi. Pertanyaan mendasar pun muncul: apakah kekuasaan yang bertahan lama dalam keluarga politik membawa manfaat ataukah justru menjadi hambatan bagi pertumbuhan ekonomi suatu negara?
Dampak Politik Dinasti
Menjawab pertanyaan ini menuntut pemahaman mendalam terhadap dua elemen kritis: efek pendiri (founder effect) dan efek keturunan (descendent effect).
Efek pendiri membawa argumen bahwa keberlanjutan kebijakan yang konsisten adalah kunci untuk mendukung pembangunan ekonomi dalam jangka panjang. Seorang pendiri dinasti, dengan kebijakan-kebijakan yang teruji waktu dan pengalaman yang mendalam, mungkin mampu membentuk fondasi yang kokoh untuk pertumbuhan jangka panjang.
Namun, kinerja keturunan dinasti sering kali diragukan karena adanya beban moral yang melekat. Mereka mewarisi basis pemilih yang setia kepada pendahulu keluarga, menciptakan potensi pengurangan insentif untuk bekerja lebih keras dan menampilkan kinerja terbaik. Hal ini memunculkan suatu siklus negatif yang dapat merugikan kualitas pemerintahan dan pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan.
Implikasi ekonomi ini sesuai dengan suatu konsep sederhana mengenai politik dinasti, di mana unsur utamanya adalah bahwa modal manusia (seperti kemampuan dalam pemerintahan) dan modal politik (seperti jaringan elit politik) bisa diwariskan.
Modal manusia yang dapat diwariskan menciptakan insentif bagi orang tua untuk unggul dalam jabatan politiknya, memberikan sinyal bahwa keturunan mereka kompeten. Namun, warisan modal politik memberikan kesempatan bagi keturunan untuk tetap berkuasa, bahkan ketika kinerjanya kurang memuaskan.
Dengan kata lain, politik dinasti bukan hanya masalah kemampuan pemerintahan yang bisa diwariskan, tetapi juga tentang bagaimana keturunan mampu mempertahankan dominasinya sekalipun dalam kondisi kurang optimal.
Refleksi bagi Indonesia
Dengan perkembangan era demokrasi di Indonesia, evaluasi kritis terhadap dampak dinasti politik menjadi semakin relevan. Keterlibatan beberapa keluarga politik yang berulang kali menduduki posisi penting dalam pemerintahan dapat memberikan wawasan tentang efek jangka panjang terhadap kebijakan dan pembangunan ekonomi. Adanya perdebatan terbuka dan analisis mendalam terkait dinasti politik dapat menjadi instrumen penting dalam membentuk pandangan bersama tentang arah masa depan politik Indonesia.
Dalam mengejar visi menuju sistem politik yang lebih sehat dan inklusif, langkah-langkah strategis menjadi kunci dalam menghindari dampak negatif politik dinasti terhadap pembangunan ekonomi di Indonesia.
Pertama, pengurangan ongkos pemilu menjadi faktor penting, memastikan bahwa proses demokratisasi tidak hanya terbuka bagi mereka dengan kepentingan finansial yang kuat, tetapi juga bagi calon-calon dari berbagai lapisan masyarakat.
Kedua, memperkuat sistem pengawasan dan transparansi adalah fondasi yang kuat, menjadikan informasi terkait kebijakan dan keputusan politik lebih terbuka untuk diakses oleh masyarakat.
Ketiga, pemberdayaan masyarakat melalui partisipasi aktif dalam proses politik, khususnya dalam pemilihan umum, menjadi ujung tombak kontrol demokratis yang dapat menghalau potensi penyalahgunaan kekuasaan oleh dinasti politik.
Keempat, reformasi dalam sistem pendidikan dan rekrutmen politik menjadi panggilan untuk memastikan akses yang setara bagi semua calon pemimpin. Inovasi dalam pendidikan politik dan pemilihan yang lebih adil menciptakan peluang baru bagi bakat-bakat yang belum tergali dan mengurangi dominasi dinasti politik.
Kelima, penguatan partai politik sebagai lembaga yang dapat membina dan menyeleksi calon pemimpin berdasarkan kualitas dan integritas merupakan faktor krusial yang tidak kalah pentingnya. Membuat partai politik lebih transparan dalam proses seleksi dan memberikan sanksi terhadap praktik-praktik nepotisme dapat memperkuat demokrasi internal.
Sebagai penutup, perlu diingat bahwa upaya bersama untuk memperbaiki sistem politik adalah investasi jangka panjang untuk kesejahteraan bersama. Dengan langkah-langkah ini, harapan terbuka lebar untuk mewujudkan sistem politik inklusif yang berorientasi pada kesejahteraan rakyat Indonesia. (*)
***
*) Oleh: Hidsal Jamil, Peneliti di Pusat Kajian Ekonomi Pembangunan dan Kerakyatan (PKEPK), Universitas Brawijaya, Kota Malang.
*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggung jawab penulis, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi timesindonesia.co.id
_____
*) Kopi TIMES atau rubrik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.
*) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]
*) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim apabila tidak sesuai dengan kaidah dan filosofi TIMES Indonesia.
**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.
**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.
Editor | : Hainorrahman |
Publisher | : Sofyan Saqi Futaki |