Serangan Siber dan Strategi Keamanan Digital: Membangun Kehidupan Pasca Pandemi

TIMESINDONESIA, JAKARTA – Serangan siber menjadi bagian penting yang dipercakapkan masyarakat Indonesia dan dunia pada beberapa tahun ini. Perkembangan inovasi digital yang luar biasa, menyebabkan dua sisi yang perlu disyukuri sekaligus diantisipasi. Di satu sisi, inovasi digital dan artificial intelligence (AI) yang luar biasa dahsyat membantu perkembangan hidup manusia. Teknologi dengan AI membantu riset-riset inovatif di bidang kesehatan, infrastruktur, keamanan, pangan dan berbagai dimensi lain.
Sementara itu, jika digunakan oleh pihak yang tidak tepat, AI dan teknologi digital akan berubah menjadi bencana. Serangan siber dengan volume gigantik menjadi ancaman nyata, operasi-operasi keamanan digital menggunakan AI dengam mudah mengidentifikasi kelemahan sistem, hingga bisa dijebol dengan menggunakan berbagai strategi.
Advertisement
Nah, pada sisi yang lain, warga di berbagai negara dan juga Indonesia juga sedang bekerja keras untuk membangun dunia baru pasca pandemi. Covid-19 menimbulkan dampak yang luar biasa hebat. Pandemi tersebut menggangu berbagai aktivitas ekonomi mulai rantai pasok hingga penurunan investasi sehingga memerosotkan tingkat pertumbuhan ekonomi nasional dari 5,02 persen pada tahun 2019 menjadi 2,07 pada tahun 2020.
Secara sosial dan psikologis, pandemi Covid-19 mengakibatkan peningkatan pengangguran, kecemasan, pemisahan keluarga, bahkan kematian tak kurang dari 160,476 orang.
Selain pandemi Covid-19, dunia, termasuk Indonesia, berhadapan dengan ‘pandemi teknologis’ yaitu serangan siber yang jauh lebih dahsyat dampaknya. Potensi ancaman siber yang berbahaya itu muncul seiring dengan tren kemajuan siber itu sendiri.
Masyarakat Siber
Selama dua dekade terakhir teknologi digital dan internet (siber) telah merasuk masuk ke semua bidang kehidupan umat manusia di seluruh dunia, sehingga membentuk apa yang disebut, ‘masyarakat siber’.
Secara serderhana, ‘masyarakat siber’ adalah sutu keadaan sosial dimana individu-individunya saling terhubung dengan individu lain kapan dan dimana saja, karena menggunakan peprangkat teknologi digital dan internet.
Sebagaimana bangsa-bangsa lain di dunia, Indonesia pun telah bertransformasi menjadi sebuah ‘masyarakat siber’.
Pasalnya, menurut laporan We Are Social, pada Januari 2024, di Indonesia terdapat 185 juta individu pengguna internet dan 139,0 juta individu pengguna media sosial, atau 66,5 persen dan 49,9 persen dari total populasi.
Meski hanya 13,70 persen masyarakat di Indonesia menggunakan komputer, tetapi sebanyak 353,3 juta sambungan telepon seluler aktif di Indonesia pada awal tahun 2024 atau setara dengan 126,8 persen dari total penduduk.
Sebagai sebuah masyarakat siber, Indonesia semakin bergantung pada teknologi TIK/digital dan jaringan internet. Bahkan, teknologi digital dan internet (siber) mengubah budaya dan pola hidup mereka.
Orang Indonesia saat ini cenderung mengakses data dan informasi serta ilmu pengetahuan, bukan lagi hanya dari media konvesional seperti televisi, radio, surat kabar dan buku, melainkan melalui perangkat digital seperti ponsel pintar dan tablet serta komputer.
Para pegawai/karyawan di kantor pemerintahaan, BUMN/D dan perusahaan swasta, para pengemudi moda transportasi, distributor, hingga pemasar ritel semakin mengandalkan teknologi siber karena bisa beraktivitas secara online, dan lebih efisien serta efektif.
Siber juga mengubah cara belajar para siswa di lembaga pendidikan, baik dasar, menengah dan tinggi. Saat ini semakin banyak siswa yang mengadalkan e-book, e-library dan ponsel pintar. Bahkan, sekarang ini banyak kampus yang menerapkan perkulihan secara online.
Kemajuan siber dapat memungkinkan orang Indonesia dapat berhubungan dari jarak jauh dengan cepat dan mudah, di mana dan kapan saja melaui ponsel pintar menggunakan berbagai platfom media sosial.
Kecanggihan siber juga mengubah cara orang Indonesia berbelanja dan mengakses layanan kesehatan. Semakin banyak orang berbelanja dan berkonsultasi dengan dokter secara daring (online).
Bahkan, siber mengubah cara orang Indonesia mengosumsi hiburan dan melakukan permainan. Jika sebelumnnya, untuk menonton film dan konser mereka ke bioskop atau gedung pertunjukan, sekarang dengan bisa menonton film melalui ponsel pintar.
Jika dulu orang Indonesia hanya mengenal olahraga fisik saja, maka dalam era siber saat ini mereka punya alternatif untuk bermain game online, dengan tingkat partisipasi yang juga intens.
Serangan Siber yang Dahsyat
Selain membawa banyak benefit, kemajuan pesat teknologi siber juga berpotensi menimbulkan serangan siber yang canggih lagi berbahaya.
Ada banyak jenis serangan siber, tetapi yang paling sering dijumpai adalah serangan malware, serangan denial-of-service (DoS), phishing, spoofing, serangan berbasis identitas, serangan injeksi kode, serangan rantai pasokan (supply chain attact) dan serangan rekayasa sosial.
Tujuannya pun bermacam-macam, mulai dari memeras, merugikan bisnis pesaing, merusak reputasi lembaga/indvidu, hingga mengganggu roda birokrasi pemerintahan negara.
Secara global, angka serangan siber cenderung meningkat didorong oleh berbagai alasan, mulai peningkatan berkelanjutan dalam transformasi digital dan semakin canggihnya teknologi siber seperti kecerdasan buatan lanjutan (advanced artificial inteleligence/AAI).
Secara global, antara tahun 2021 dan 2023 serangan siber meningkat 72 persen. Pada tahun 2023, telah mengakibatkan lebih dari 343 juta korban. Pada 16 Juni 2024, Check Point Research (CPR) merilis data baru tentang tren serangan siber global pada Q2 2024.
Disebutkan, peningkatan serangan siber selama Q2 2024 bertumbuh 30 persen YoY, mencapai 1.636 serangan per organisasi per minggu. Tiga industri paling banyak diserang adalah Pendidikan/Penelitian (3.341 serang per minggu), Pemerintah/Militer (2.084 serangan per minggu), dan Kesehatan (1.999 serangan per minggu).
Secara geografis, wilayah yang mengalami peningkatan serangan terbesar pada Q2 2024 adalah Amerika Latin (+53 persen), Afrika (+37 persen) dan Eropa (+35 persen), dibandingkan YoY.
Berdasarkan data yang dirilis Surfshark.com, sepanjang Januari 2020-Januari 2024 kasus serangan fiber paling banyak terjadi di Amerika Serikat dengan estimasi 994,72 juta akun bocor.
Dalam periode serupa Indonesia menjadi negara dengan kebocoran data terbanyak ke-8 di dunia, dengan estimasi 94,22 juta akun bocor. Sementara itu, pada 27 Juni 2024, Kominfo menyebutkan bahwa kerugian akibat serangan siber pada tingkat global bisa mencapai 9,5 triliun dolar AS atau sekitar Rp156.018 triliun (asumsi kurs Rp16.423 per dolar AS).
Sebagaimana diketahui, pada Juni 2024, Pusat Data Nasional Sementara (PDNS) diretas oleh serangan siber jenis ransomware dengan nama “Brain Chiper”. Serangan tersebut dimulai dengan mengenkripsi data-data penting PDN, dan pelaku menuntut tebusan sebesar USD 8 Juta atau sekitar 131 Miliar Rupiah untuk memulihkannya.
Kominfo menyebut serangan Brain Chiper memporaporandakan data 210 instansi pemerintah di pusat maupun daerah yang tersimpan di PDNS 2 Surabaya. Serangan tersebut juga menyebabkan 47 domain aplikasi Kemendikbudriestek tak dapat diakses publik, layanan keimigrasian di bandara terganggu, dan ribuan data dosen dari sejumlah perguruan tinggi Muhammadyah rusak.
Mengutip Ketua Indonesia Cyber Security Forum (ICSF), Ardi Sutedja, InfoBank.com (1 Maret 2024) menulis, berdasakan data Cybersecurity Venture, lembaga yang bergerak di dalam riset keamanan dan ekonomi riset, kerugian negara akibat serangan siber bisa mencapau sekitar 93 triliun rupiah.
Tingkatkan Kesadaran Keamanan Siber
Report Linker yang dirilis Maret 2024 mengungkapkan bahwa pangsa Keamanan Siber global mencapai 162,0 miliar dolar AS. Sementara itu, Statista.com memproyeksikan bahwa pendapatan di pasar Keamanan Siber mencapai 185,70 miliar dolar AS pada tahun 2024.
Layanan keamanan siber mendominasi pasar dengan volume pasar senilai 97,30 miliar dolar AS pada 2024. Pendapatan diharapkan menunjukkan tingkat pertumbuhan tahunan sebesar 7,9 persen antara 2024-2029 sehingga diproyeksikan akan menghasilkan volume pasar sebesar 271,90 miliar dolar As pada tahun 2029.
Statista.com (26 Juni 2024) memproyeksikan valuasi pasar keamanan siber Indonesia mencapai 2,39 miliar dolar AS pada tahun 2024. Diperkirakan valuasi pasar siber Indonesia akan bertumbuh sebesar 10,40 persen antara tahun 2024 dan 2029, sehingga menghasilkan nilai sebesar 3,92 miliar dolar AS pada tahun 2029.
Pangsa pasar siber yang terus bertumbuh mencerminkan bahwa masyarakat Indonesia semakin bergantung pada teknologi digital dan semakin terhubung dengan dunia internasional secara siber.
Tren ini mengandung makna bahwa potensi ancaman serangan siber pun akan menjadi semakin besar dan berbahaya. Untuk mencegah serangan siber yang semakin dahsyat, masyarakat pengguna teknologi siber Indonesia harus menumbuhkan kesadaran tentang pentingnya ‘keamanan siber’
Keamanan siber adalah praktik melindungi sistem, jaringan dan program komputer atau perangkat digital lainnya dari serangan siber.
Praktik tersebut meliputi tiga elemen penting. Pertama, pengguna. Pengguna siber harus memahami dan mematuhi prinsip dasar perlindungan data dan keamanan privasi seperti memilih kata sandi yang kuat, berhati-hati terhadap lampiran dalam email, dan mencadangkan data.
Kedua, proses. Organisasi harus memiliki kerangka kerja tentang cara mereka menangani serangan siber yang dicoba maupun yang berhasil.
Ketiga, teknologi yang meliputi tiga entitas yaitu komputer dan ponsel pintar; jaringan internet; dan cloud.
Teknologi umum untuk melindungi ketiga entitas tersebut meliputi firewall generasi terbaru, penyaringan Sistem Nama Domain (DNS Security), perlindungan malware, perangkat lunak antivirus (endpoint detection response), privilage access management (PAM) dan kode pengaman (password) yang kuat.
Waspada Serangan Siber IoT
Langkah lain untuk memproteksi diri dari serangan siber adalah berhati-hati dalam mengadopsi suatu jenis teknologi siber baru seperti Internet of Thing (IoT), baik untuk keperluan personal ataupun bisnis/ profesional.
Statista.com (Juni 2024) menungkapkan pasar IoT di Indonesia diperkirakan akan mengalami pertumbuhan hingga mencapai 8,32 miliar dolar As pada tahun 2024. Lembaga ini juga memperkirakan pasar IoT akan mengalami pertumbuhan tanahan (CAGR 2024-2029) sebesar 16,55 persen sehingga menghasilkan volume pasar sebar 17,89 miliar dolar AS pada tahun 2029.
Sementara, Crocodic.com (Januari 2024) mengungkapkan, ada banyak segmen industri di Indonesia yang telah mengimplentasikan IoT seperti industri Konversi Energi, Pertanian, Monitoring Kesehatan, Pertambangan, Manufaktur, terutama lima sektor manufaktur prioritas yaitu Instru Makanan (Food and Beverage), Tekstil, Otomotif, Kimia, dan Elektronik.
Namun, dari semuanya, IoT Otomotif merupakan segmen paling dominan dengan volume pasar yang diproyeksikan mencapai 2,17 milar dolar As pada tahun yang sama. Sektor-sektor industri tersebut tergerak mengadopsi IoT untuk mengefisienkan operasi dan meningkatkan produktivitas.
Namun, perlu disadari juga bahwa penyebaran IoT dapat meningkatkan risiko kejahatan siber, terutama ketika pekerja berbagi data melalui perangkat dan aplikasi yang tidak menerapkan sistem keamanan yang kuat.
Selain itu, terdorong oleh gaya hidup, sekarang ini banyak keluarga yang mulai memanfaatkan IoT rumah tangga. Hal ini pun dapat membuka peluang bagi serangan siber yang berbahaya. Sebab perangkat IoT rumah tangga sangat rentan karena menerapkan protokol keamanan yang lemah.
Akhirnya, kesadaran tentang pentingnya keamanan siber penting untuk ditumbuhkan kepada generasi muda Indonesia sejak usia dini. Anak-anak harus dibiasakan untuk menggunakan teknologi siber secara berdisiplin, tidak bertukar gadget atau membagikan pasword perangkat digital kepada temannya.
Ingat, serangan siber menimbulkan dampak yang sangat dahsyat, lebih dari pancemi Covid-19. Data Cybersecuriy memperkirakan biaya untuk mengatasi kejahatan siber global pada tahun 2024 mencapai 9.5 triliar dolar AS, dan akan bertumbuh sebesar 15 persen sehingga bisa encapai 105 triliun dolar AS pada tahun 2025
Selain dapat mengganggu kegiatan ekonomi, merusak sistem sosial dan menggoncang kondisi psikologis, serangan siber dapat menelan biaya sangat besar (*)
***
*) Oleh : Mubasyier Fatah, Koordinator Bidang Ekonomi Kreatif, Pengurus Pusat Ikatan Sarjana Nahdlatul Ulama (PP ISNU); Bendahara Umum PP MATAN; Pelaku Industri TI
*)Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggungjawab penulis, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi timesindonesia.co.id
*) Kopi TIMES atau rubik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.
**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.
Editor | : Yatimul Ainun |
Publisher | : Sofyan Saqi Futaki |