Kopi TIMES

Implikasi Wanprestasi dalam Perjanjian Kredit Paylater

Rabu, 28 Agustus 2024 - 11:04 | 37.83k
Dhevi Nayasari Sastradinata, SH., MM., MH., Dosen Fakultas Hukum Unisla.
Dhevi Nayasari Sastradinata, SH., MM., MH., Dosen Fakultas Hukum Unisla.

TIMESINDONESIA, LAMONGAN – Masalah pinjam-meminjam merupakan persoalan umum di dunia keuangan, layanan pinjam meminjam ini dilakukan secara wajar oleh masyarakat canggih dengan menggunakan sistem online banyak pengusaha ataupun perseorangan yang melakukan pinjaman dengan menggunakan jasa Peer to Peer Lending.

Dalam industri financial technology (Fintech) ini menawarkan berbagai macam kemudahan dalam bertransaksi dengan cara memberikan pinjaman tanpa jaminan yang dapat dilakukan secara daring melalui aplikasi atau platform yang terdapat dalam layanan Google Play Store untuk pengguna Android dan App Store untuk pengguna iOS, salah satunya adalah kredit Paylater.

Advertisement

Fintech di Indonesia diatur dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) Nomor 77/POJK.01/2016 tentang layanan pinjam meminjam uang berbasis teknologi informasi dan Peraturan Bank Indonesia (PBI) Nomor 19/12/PBI/2017 tentang penyelenggaraan teknologi finansial. Yang mana Peraturan Bank Indonesia (BI) dan  POJK tersebut hanya mengatur tentang bagaimana cara kerja ataupun pembuatan dari layanan pinjam meminjamkan uang berbasis teknologi yang benar. 

Sedangkan untuk layanan pembiayaan berbasis teknologi informasi berdasarkan prinsip Syariah diatur dalam fatwa Dewan Syariah Nasional-Majelis Ulama Indonesia, fatwa tersebut merupakan fatwa terbaru yang dikeluarkan oleh DSN-MUI pada tahun 2018 yaitu fatwa Nomor 117/DSN-MUI/II/2018 tentang Layanan Pembiayaan Berbasis Teknologi Informasi Berdasarkan Prinsip Syariah.

Pada hakekatnya perjanjian yang dibuat secara sah mengikat para pihak yang membuat perjanjian dan wajib memenuhi prestasi yang diperjanjikan. Dengan adanya perjanjian kreditur dapat menuntut pemenuhan prestasi dari debitur, sedangkan bagi debitur berkewajiban untuk melaksanakan prestasinya. 

Walaupun perjanjian dibuat dengan harapan semua apa yang telah disepakati dapat berjalan dengan normal, namun dalam prakteknya pada kondisi tertentu pertukaran prestasi tidak selalu berjalan sebagaimana mestinya sehingga muncul peristiwa yang disebut wanprestasi.

Wanprestasi adalah Pelaksanaan perjanjian yang tidak tepat waktunya atau dilakukan tidak menurut selayaknya atau tidak dilaksanakan sama sekali ( Yahya  Harahap/1986). Pasal 1313 KUHPerdata menyatakan “Perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih”. Wanprestasi dalam perjanjian adalah tidak memenuhi atau melaksanakan prestasi sebagaimana telah ditetapkan dalam suatu perjanjian.

Pada umumnya seseorang dinyatakan lalai atau wanprestasi karena: Sama sekali tidak  memenuhi prestasi, prestasi yang dilakukan tidak sempurna, terlambat memenuhi prestasi, dan melakukan apa yang dalam perjanjian dilarang untuk dilakukan. 

Unsur-unsur wanprestasi antara lain: Adanya perjanjian yang sah (Pasal 1320 KUHPdt), adanya kesalahan (karena kelalaian dan kesengajaan), adanya kerugian, adanya sanksi, dapat berupa ganti rugi, berakibat pembatalan perjanjian,  peralihan risiko, dan membayar biaya perkara (apabila masalahnya sampai dibawa ke pengadilan).

Terhadap Dibitor yang wanprestasi dalam perjanjian kredit Paylater maka memiliki akibat hukum yaitu, debitur diharuskan membayar ganti rugi. Dalam Pasal 1239 BW disebutkan bahwa dalam suatu perikatan apabila debitur tidak memenuhi kewajibannya maka penyelesaiannya dapat berupa kewajiban memberikan penggantian biaya, rugi, dan bunga. 

Pihak yang prestasinya tidak dipenuhi atau dalam BW disebut sebagai berpiutang atau kreditur menurut Pasal 1240 BW dapat meminta untuk menghapuskan perjanjian dengan tidak mengurangi hak menuntut penggantian biaya, rugi, dan bunga jika ada alasan untuk itu. 

Sebagai konsekuensi yuridis terhadap pihak yang telah melakukan wanprestasi haruslah menanggung akibat atau hukuman berupa:

Pertama, Penggantian biaya, rugi dan bunga karena tidak dipenuhinya suatu perjanjian.  Dengan demikian  pada dasarnya, ganti-kerugian itu adalah ganti-kerugian yang timbul karena debitur melakukan wanprestasi. Menurut ketentuan Pasal 1246 KUH Perdata, ganti-kerugian itu terdiri atas 3 unsur, yaitu; biaya, rugi dan bunga.

Kedua, Pembatalan perjanjian atau pemecahan perjanjian. Pembatalan perjanjian atau pemecahan perjanjian bertujuan membawa kedua belah pihak kembali pada keadaan sebelum perjanjian diadakan.

Ketiga, Peralihan Risiko, Peralihan risiko adalah kewajiban untuk memikul kerugian jika terjadi suatu peristiwa di luar kesalahan salah satu pihak yang menimpa barang dan menjadi obyek perjanjian sesuai  dengan Pasal 1237 KUH perdata.

***

*) Oleh : Dhevi Nayasari Sastradinata, SH., MM., MH., Dosen Fakultas Hukum Unisla.

*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggung jawab penulis, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi timesindonesia.co.id

**) Kopi TIMES atau rubrik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.

**) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]

**) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim apabila tidak sesuai dengan kaidah dan filosofi TIMES Indonesia.

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.



Editor : Hainorrahman
Publisher : Lucky Setyo Hendrawan

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES