Kopi TIMES

Mengenang Peristiwa Pembredelan Media

Jumat, 30 Agustus 2024 - 17:54 | 19.08k
Ilustrasi. (Foto: Akademi AI Indonesia)
Ilustrasi. (Foto: Akademi AI Indonesia)

TIMESINDONESIA, JAKARTA – Jauh sebelum meluasnya berita liputan Indonesia dari konvensional ke digital, beberapa tahun silam telah terjadi pemberedelan media atau tindakan pemerintah dalam menghentikan operasional suatu media. Bentuknya seperti ancaman serius terhadap kebebasan pers dan demokrasi.

Di berbagai belahan dunia, termasuk Indonesia, kebebasan pers merupakan pilar penting dalam memastikan transparansi, akuntabilitas, dan hak asasi manusia. Namun, pemberedelan media menunjukkan bahwa kebebasan ini seringkali terancam, terutama ketika media berusaha mengungkap fakta yang tidak nyaman bagi penguasa.

Advertisement

Indonesia memiliki sejarah panjang terkait pemberedelan media. Pada masa Orde Baru, media yang kritis terhadap pemerintah sering kali diberangus atau diancam dengan pembekuan izin penerbitan.

Lebih lanjut Vivi mengatakan jika salah satu contoh terkenal adalah pemberedelan majalah Tempo pada tahun 1994 , yang diikuti oleh majalah Editor dan Detik. Media-media tersebut tentu saja masih belum memiliki situs berita yang lebih fleksibel seperti  liputan Indonesia sekarang. Pemberedelan ini menunjukkan bagaimana pemerintah saat itu menggunakan kekuatan untuk membungkam kritik dan menyebarkan narasi tunggal.

Meskipun reformasi tahun 1998 membawa angin segar bagi kebebasan pers di Indonesia, ancaman pemberedelan media tidak sepenuhnya hilang. Meskipun dalam bentuk yang berbeda, kontrol terhadap media masih bisa terjadi, baik melalui regulasi yang ketat, tekanan ekonomi, maupun intimidasi terhadap jurnalis.

Alasan di Balik Pembredelan

Pemerintah biasanya berdalih bahwa pemberedelan dilakukan untuk menjaga ketertiban umum, mencegah penyebaran berita bohong (hoaks), atau melindungi keamanan nasional. Namun, dalam banyak kasus, alasan ini sering kali digunakan sebagai dalih untuk membungkam kritik dan menjaga citra pemerintah. Media yang berani mengungkap korupsi, pelanggaran hak asasi manusia, atau kebijakan kontroversial sering kali menjadi target utama pemberedelan.

Selain itu, pemberedelan media juga bisa terjadi karena tekanan dari kelompok-kelompok tertentu yang merasa dirugikan oleh pemberitaan media. Dalam situasi ini, pemerintah atau aparat hukum dapat bertindak sebagai perpanjangan tangan dari kelompok tersebut, yang pada akhirnya merugikan kebebasan pers.

Dampak Pembredelan Terhadap Demokrasi

Pemberedelan media memiliki dampak negatif yang signifikan terhadap demokrasi. Pertama, pemberedelan membatasi akses publik terhadap informasi yang akurat dan terpercaya. Ketika media yang independen dan kritis diberangus, masyarakat hanya akan mendapatkan informasi dari sumber-sumber yang mungkin tidak objektif atau bahkan dikontrol oleh pihak-pihak tertentu.

Kedua, pemberedelan menciptakan iklim ketakutan di kalangan jurnalis dan media. Mereka mungkin akan lebih berhati-hati dalam melaporkan isu-isu sensitif, yang pada akhirnya mengurangi kualitas jurnalisme dan menghambat proses check and balance dalam pemerintahan.

Ketiga, pemberedelan media bisa merusak citra negara di mata internasional. Negara-negara dengan catatan buruk terkait kebebasan pers sering kali dipandang sebagai otoriter atau tidak demokratis. Hal ini bisa berdampak pada hubungan diplomatik dan ekonomi dengan negara lain.

Upaya Melawan Pembredelan Media

Dalam menghadapi ancaman pemberedelan, peran masyarakat dan komunitas internasional sangat penting. Organisasi-organisasi seperti Aliansi Jurnalis Independen (AJI), Komite Perlindungan Jurnalis (CPJ), dan Reporters Without Borders (RSF) sering kali menjadi garda terdepan dalam melindungi kebebasan pers dan jurnalis yang terancam.

Selain itu, teknologi juga bisa menjadi alat penting dalam melawan pemberedelan media. Internet dan media sosial memungkinkan jurnalis dan aktivis untuk menyebarkan informasi secara cepat dan luas, meskipun media tradisional diberangus. Namun, ini juga menimbulkan tantangan baru terkait penyebaran hoaks dan disinformasi, yang juga bisa menjadi alasan pemerintah untuk melakukan pemberedelan.

Pemberedelan media adalah ancaman serius bagi kebebasan pers dan demokrasi. Sejarah menunjukkan bahwa ketika media diberangus, masyarakat kehilangan akses terhadap informasi yang objektif dan kritis. 

Dalam konteks ini, penting bagi seluruh elemen masyarakat, termasuk pemerintah, untuk menghargai dan melindungi kebebasan pers sebagai salah satu pilar utama demokrasi. Hanya dengan kebebasan pers yang kuat, demokrasi dapat berjalan dengan sehat dan masyarakat dapat menikmati hak-hak dasar mereka secara utuh. (*)

* Penulis adalah Vivi Oktaviani, CEO Liputanindo.id.

-----

*)Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggungjawab penulis, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi timesindonesia.co.id

*) Kopi TIMES atau rubik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.

*) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]

*) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim.

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.



Editor : Khoirul Anwar
Publisher : Rifky Rezfany

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES