Kopi TIMES

Hijab dan Kebebasan: Mencari Keseimbangan antara Keyakinan dan Hak Warga Negara

Rabu, 04 September 2024 - 14:48 | 52.51k
Muhammad Nafis S.H., M.H, Dosen Program Studi Hukum Keluarga Islam, Fakultas Agama Islam (FAI), Universitas Islam Malang (UNISMA).
Muhammad Nafis S.H., M.H, Dosen Program Studi Hukum Keluarga Islam, Fakultas Agama Islam (FAI), Universitas Islam Malang (UNISMA).
Kecil Besar

TIMESINDONESIA, MALANG – Sejumlah wilayah di Indonesia, terutama di daerah-daerah dengan mayoritas Muslim, memberlakukan aturan berpakaian yang mewajibkan perempuan dan anak perempuan untuk memakai jilbab. Aturan ini diterapkan di sekolah-sekolah negeri dan lingkungan kerja pemerintahan di berbagai daerah, meskipun tidak semua penduduknya Muslim.

Menurut laporan Komnas Perempuan, terdapat lebih dari 60 peraturan daerah (Perda) yang mengatur tentang kewajiban berpakaian Islami, terutama bagi perempuan. Beberapa contoh daerah yang menerapkan kebijakan ini adalah Aceh, Sumatra Barat, dan sejumlah wilayah di Jawa Barat. Di Aceh, kewajiban ini diatur secara ketat melalui qanun atau peraturan daerah yang berlandaskan Syariah, di mana perempuan diharuskan memakai jilbab di ruang publik.

Advertisement

Penolakan terhadap aturan ini sering kali berujung pada intimidasi atau sanksi sosial, seperti bullying di sekolah atau tekanan untuk keluar dari sekolah bagi yang tidak mematuhi. Ada juga laporan tentang pegawai negeri yang kehilangan pekerjaan atau terpaksa mengundurkan diri karena tidak mematuhi aturan berpakaian ini. Dalam beberapa kasus, aturan tersebut juga diterapkan kepada non-Muslim, yang menimbulkan kontroversi terkait dengan kebebasan beragama dan hak-hak individu.

INFORMASI SEPUTAR UNISMA DAPAT MENGUNJUNGI www.unisma.ac.id

Terbaru ada juga kasus Paskibraka yang melepas hijab merujuk pada insiden di mana seorang anggota Paskibraka (Pasukan Pengibar Bendera Pusaka) diminta atau merasa terpaksa untuk melepas hijabnya selama upacara atau latihan. Kasus ini menuai kontroversi dan kritik dari berbagai pihak, terutama karena dianggap melanggar hak individu atas kebebasan beragama dan berbusana. Beberapa pihak melihat ini sebagai bentuk diskriminasi terhadap perempuan Muslim yang memilih untuk berhijab sesuai dengan keyakinan mereka.

Aturan-aturan ini telah menjadi bahan perdebatan luas, dengan banyak yang mengkritiknya sebagai bentuk diskriminasi gender dan pelanggaran terhadap hak asasi manusia, terutama hak kebebasan beragama dan hak untuk memilih pakaian sesuai dengan keyakinan pribadi

Untuk mengatasi masalah diskriminasi dalam bentuk aturan berpakaian yang mewajibkan perempuan dan anak perempuan memakai jilbab di sejumlah wilayah di Indonesia, pemerintah harus mengambil pendekatan yang berfokus pada perlindungan hak asasi manusia, penghormatan terhadap keberagaman, dan penegakan hukum yang adil. Berikut adalah beberapa langkah yang seharusnya diambil oleh pemerintah:

Pemerintah pusat perlu melakukan evaluasi menyeluruh terhadap peraturan-peraturan daerah yang bersifat diskriminatif, termasuk aturan wajib jilbab, dan memastikan bahwa peraturan-peraturan tersebut tidak bertentangan dengan konstitusi dan hukum nasional yang menjamin hak-hak asasi manusia, termasuk kebebasan beragama dan kebebasan berekspresi. Jika ditemukan bahwa peraturan-peraturan tersebut melanggar hak-hak individu, pemerintah harus berani membatalkannya atau merevisinya agar lebih sesuai dengan prinsip-prinsip kesetaraan dan non-diskriminasi.

Pemerintah perlu meningkatkan edukasi dan sosialisasi tentang hak asasi manusia kepada masyarakat, terutama di daerah-daerah yang memberlakukan peraturan berpakaian diskriminatif. Edukasi ini harus mencakup pemahaman tentang pentingnya menghormati keberagaman budaya dan keyakinan, serta hak individu untuk memilih cara berpakaian sesuai dengan kepercayaan dan kenyamanan pribadi mereka. Kampanye ini dapat melibatkan berbagai pihak, termasuk tokoh agama, organisasi masyarakat sipil, dan media massa, untuk menjangkau masyarakat luas.

INFORMASI SEPUTAR UNISMA DAPAT MENGUNJUNGI www.unisma.ac.id

Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) dan lembaga-lembaga hak asasi manusia lainnya harus diberi dukungan lebih besar dalam menjalankan tugas mereka untuk memantau, melaporkan, dan mengadvokasi hak-hak perempuan dan anak perempuan di Indonesia. Pemerintah perlu memastikan bahwa rekomendasi dari lembaga-lembaga ini diambil serius dan diimplementasikan untuk mencegah diskriminasi lebih lanjut.

Pemerintah pusat perlu mengadakan dialog terbuka dengan pemerintah daerah yang memberlakukan peraturan berpakaian diskriminatif. Melalui dialog ini, pemerintah pusat dapat mengajak pemerintah daerah untuk meninjau kembali peraturan-peraturan mereka dan mencari solusi yang tidak melanggar hak asasi manusia. Konsensus ini penting agar kebijakan yang diambil tidak menimbulkan konflik sosial, tetapi justru memperkuat persatuan dan toleransi antarwarga.

Pemerintah juga bisa memanfaatkan media dan budaya populer untuk mendorong perubahan sosial terkait isu ini. Film, acara televisi, dan kampanye media sosial yang mengangkat tema kesetaraan gender dan kebebasan berpakaian dapat membantu mengubah persepsi publik dan mengurangi tekanan sosial yang dihadapi oleh perempuan dan anak perempuan.

Dengan pendekatan-pendekatan ini, diharapkan pemerintah Indonesia dapat mengatasi masalah diskriminasi dalam aturan berpakaian dan melindungi hak-hak asasi setiap warga negara, tanpa memandang gender atau keyakinan agama. Hal ini tidak hanya akan memperkuat demokrasi dan supremasi hukum di Indonesia, tetapi juga meningkatkan citra Indonesia sebagai negara yang menghormati keberagaman dan hak asasi manusia.***

INFORMASI SEPUTAR UNISMA DAPAT MENGUNJUNGI www.unisma.ac.id

*) Penulis: Muhammad Nafis S.H., M.H, Dosen Program Studi Hukum Keluarga Islam, Fakultas Agama Islam (FAI), Universitas Islam Malang (UNISMA).

*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggung jawab penulis, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi timesindonesia.co.id

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.



Editor : Dhina Chahyanti
Publisher : Rochmat Shobirin

TERBARU

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES