Kopi TIMES

Harris, Feminisme dan Penindasan Kaum Perempuan

Rabu, 04 September 2024 - 17:22 | 34.48k
DT. Atmaja, Founder Alfa Institute
DT. Atmaja, Founder Alfa Institute

TIMESINDONESIA, JAKARTA – "Kamala Harris Berpotensi Jadi Capres Perempuan Kulit Hitam Pertama di AS", demikian tulis artikel MetroTV yang tayang pada 22 Juli 2024. Dan tak ada yang salah, tak sedikit pula media yang menyebut bahwa Wakil Presiden Amerika Serikat (AS) Kamala Harris kini telah mendapat dukungan penuh Presiden Joe Biden.

Ikhwal majunya Harris dalam bursa Pemilihan Presiden (Pilpres) AS lantaran Biden yang semula mencalonkan diri, kemudian memutuskan untuk mengundurkan diri dari nominasi calon presiden Partai Demokrat. Biden mundur di tengah seruan kuat dari Demokrat yang menginginkan dirinya diganti usai penampilan buruk dalam debat melawan eks presiden Donald Trump. 

Advertisement

Harris sendiri adalah wanita kulit hitam dan etnis Asia Amerika pertama yang meraih tiket capres dari sebuah partai politik utama di 'Negeri Paman Sam'. Harris adalah putri dari aktivis politik Berkeley dan imigran asal India serta Jamaika. Ia tumbuh di Oakland dan menghabiskan sebagian besar karier politiknya di Bay Area, California.

Sepak terjang dan garis politik Kamala Harris hingga detik ini tak luput dari politik perempuan, ras etnisitas, dan posisi subjek yang sering dipahami dalam rubrik “politik postmodern”. Di mana segala sesuatu yang selama ini dimarjinalkan dan terpinggirkan, dalam “teori postmodern” spesifikasi posisi mereka mulai ditonjolkan dengan menghargai perbedaan mereka dari kelompok dan individu lain.

Oleh karenanya, ketokohan Harris dalam lanscape politik AS setidaknya menjawab dua argumen. Pertama, ia merupakan sosok perempuan yang dengan gigih, mampu dan setara dengan politisi laki-laki. Dan kedua, sosoknya setidaknya mewakili ras kulit hitam dan keturunan etnis Asia yang mampu memiliki pengaruh yang besar dalam perpolitikan nasional Amerika Serikat. 

Dalam kacamata feminisme, setidaknya ada upaya untuk memfokuskan diri pada pentingnya kesadaran mengenai persamaan hak antara perempuan dan laki-laki dalam semua bidang. Harris dalam konteks feminisne merupakan bagian dari reaksi atas fakta yang terjadi di masyarakat, yaitu adanya konflik kelas, ras, dan terutama adanya konflik gender.

Feminisme mencoba untuk menghilangkan pertentangan antara kelompok yang lemah yang dianggap lebih kuat. Lebih jauh lagi, feminisme menolak ketidakadilan sebagai akibat masyarakat patriarki, menolak sejarah dan filsafat sebagai disiplin yang berpusat pada laki-laki. 

Penindasan terhadap Perempuan

Sebagai intepretasi dari kelompok feminisme yang cukup diperhitungkan, seyogyanya Harris dalam geliat politik AS berani menyuarakan ketidakadilan dan pembelaan atas penindasan yang utamanya dialami kaum perempuan. Artinya, kerja politik Harris tak melulu pada aspek kepentingan politik 'an sich' yang cenderung lebih menguntungkan bagi kelompok dan para pemodal. 

Harris pantas membuka mata, menyorot kasus World Uighur Congress (WUC)--dimana sebuah lembaga yang didukung oleh National Endowment For Democracy (NED). NED sendiri, sebagaimana ditulis dalam laman resminya mendapat sokongan finansial dari Kongres AS dan dalam aksinya mendukung gerakan WUC secara global. Dengan kata lain, ada korelasi WUC yang bermarkas di Jerman dengan NED sehingga patut mendapat perhatian serius. Jangan sampai upaya AS dalam menegakkan demokrasi dan HAM menjadi kabur. 

Berdasarkan studi, kasus yang dilakukan Ketua World Uighur Congress (WUC) Dolkun Isa, sebagaimana dilaporkan media yakni melakukan pelecehan seksual terhadap tiga mahasiswi. Sebagai lembaga yang didukung oleh National Endowment For Democracy (NED), apa yang dilakukan pimpinan WUC menjadi sebuah ironi dan tindakan memalukan. Apalagi selama ini AS sangat getol terkait isu-isu HAM, dan juga feminisme. 

Dalam laporan NOTUS (10/5/2024), selain dengan dua wanita Uighur, korban yang teridentifikasi bernama Esma Gun juga mengalami kasus pelecehan seksual atas Isa. Gun adalah seorang wanita Turki-Belgia berusia 22 tahun yang belajar di sebuah universitas di Istanbul. 

Ia telah berbicara dalam wawancara terpisah dengan NOTUS tentang “pelecehan seksual yang tidak profesional” yang dialaminya. Gun membeberkan kasusnya itu sebagai bukti bentuk pelanggaran ringan yang dilakukan Isa pada tahun 2021.

Secara universal, tak ada satupun agama dan kepercayaan di dunia ini yang membenarkan dilakukannya kekerasan terhadap siapa pun, apalagi terhadap kaum yang lemah dan dilemahkan. Dalam konteks ini, kekerasan seksual terjadi ketika daya tawar atau posisi korban lebih rendah dibandingkan pelaku dan adanya dominasi dari pelaku terhadap korban.

Semua agama sejatinya memiliki visi untuk menjadikan manusia sebagai makhluk Tuhan yang menghargai dan menghormati hak manusia lainnya. Agama Islam sendiri, mengajarkan menjunjung tinggi prinsip 'rahmatan al alamiin' yang di dalamnya mengandung makna adil, setara, toleran, non-diskriminasi serta anti kekerasan, termasuk kekerasan seksual yang dilayangkan Ketua World Uighur Congress (WUC), Dolkun Isa. 

Skandal seks memang bisa saja terjadi pada siapapun, termasuk dilakukan Ketua World Uighur Congress (WUC), Dolkun Isa. Fakta itu bisa disebabkan sebagai suatu kebutuhan bilogis manusia, atau faktor lainnya. Namun apa yang mereka lakukan sama sekali tak tercermin dalam agama yang dianutnya. 

Perbuatan Isa yang terlibat skandal seks dengan beberapa perempuan sangat tidak patut. Itu merupakan tindakan yang paradoks yang dilakukan oleh "aktivis" HAM dan Islam dunia. Lebih parahnya lagi, Isa dan gerakan World Uighur Congress (WUC) bahkan memperalat AS dengan "baju Islam" untuk memprovokasi ideologi terutama di bidang agama dan Hak Azazi Manusia (HAM). Mereka juga pendukung Israel. 

Isa nampaknya harus membuka buku karya Jalaluddin Rakhmat yang berjudul 'Catatan Kang Jalal: Visi Media, Politik, Pendidikan'. Buku itu menyimpulkan, "Islam sangat memuliakan perempuan. Orang Islam harus berjuang memuliakan mereka. Bila keadaan perempuan sekarang ini belum mulia, maka kaum muslim wajib mengubah masyarakat sehingga posisi mereka menjadi mulia. Jadi sampai di sini orang Islam boleh dikatakan feminis.” 

Dalam memperjuangkan kaum Islam, Isa perlu melihat kembali bahwa Islam memang menentang ketidakadilan terhadap siapapun, termasuk ketidakadilan terhadap perempuan. Alih-alih, Islam justru mengajarkan agar umat Islam memperjuangkan kemuliaan dan martabat kaum perempuan.

Jadi, "perjuangan" Isa dan WUC terhadap Islam tak bisa semata-mata hanya dilandasi kepentingan pragmatis. Apa yang dilakukannya seakan-akan demi membela Muslim Uygur di Tiongkok, namun sesungguhnya berdiri sebagai oposisi bagi umat Islam. Tragisnya lagi, mereka justru membantu AS memberikan sanksi terhadap Xinjiang, yang justru mengakibatkan kemiskinan bagi etnis Uygur dan juga suku minoritas lainnya. 

Isu skandal seks Dolkun Isa beserta tindakan kemanusiaan WUC yang menyimpang ini bisa menjadi perhatian serius Harris. Terlebih, dia adalah politisi wanita dan juga Wakil Presiden AS yang memiliki "power" untuk mengeluarkan kebijakan-kebijakan strategis, yang tentunya tak lepas dari ruh dan ideologi feminisme. 

Di tengah peluangnya yang cukup besar sebagai satu-satunya kandidat terkuat calon Presiden AS dari Partai Demokrat, isu gender dan feminisme bisa diangkat untuk meraih dukungan kaum perempuan AS. Sedangkan, strategi menyuarakan ketidakadilan dan pembelaan atas penindasan terhadap kaum lemah akan menjadi nilai plus Harris untuk meraup dukungan massa dan simpati yang lebih besar. 

***

*) Oleh : DT. Atmaja, Founder Alfa Institute.

*)Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggungjawab penulis, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi timesindonesia.co.id

*) Kopi TIMES atau rubik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.

*) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]

*) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim.

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.



Editor : Hainorrahman
Publisher : Ahmad Rizki Mubarok

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES