Kopi TIMES

Merupiahkan Otoritas Kekuasaan

Selasa, 10 September 2024 - 00:49 | 20.20k
 HM Basori M.Si, Direktur Sekolah Perubahan, Training, Research, Consulting, and Advocasy
HM Basori M.Si, Direktur Sekolah Perubahan, Training, Research, Consulting, and Advocasy

TIMESINDONESIA, JAKARTA – Proses politik yang melahirkan kekuasaan memiliki dimensi kewajiban, kesempatan dan kepentingan. Dimensi kewajiban dalam kekuasaan diwujudkan dengan sejumlah kebijakan yang dikeluarkan untuk mewujudkan pelayanan publik dan memberikan kesejahteraan rakyat. 

Dimensi kesempatan itu adalah sebuah sikap seorang penguasa untuk membuat kebijakan yang menguntungkan pribadi dan kelompoknya mumpung dia memiliki waktu dan tempat untuk melakukannya 

Advertisement

Dimensi kepentingan adalah sebuah kebijakan yang dilakukan untuk mendapatkan manfaat baik berupa materi maupun non materi guna untuk kepentingan pribadi, kelompok atau partainya. 

Orang yang berkuasa memiliki ruang untuk menata, mengelola dan mengeksekusi mulai kebijakan sampai pelaksanaan walau semua sudah diatur oleh peraturan perundang undangan. 

Namun namanya manusia yang memiliki kecenderungan untuk hidup enak dengan cara pintas, maka menggunakan otoritas kekuasaan untuk mendapatkan uang pasti akan dilakukan, semua dalam bingkai mumpung ada kesempatan. 

Dalam kesempatan ini kami mencoba melakukan analisis  terhadap sisi negatif perilaku menyimpang penguasa birokrasi yang dilalukan oleh penguasa dengan berbagai pernik dan kreasinya, antara lain sebagai berikut : 

1. Pengadaan pegawai dan tenaga kontrak diam diam membayar sejumlah rupiah  yang tidak kecil. Dengan jabatan dan kekuasaannya seorang pejabat menggunakan kaki tangan dan orang kepercayaannya untuk gerilya mencari orang yang ingin jadi pegawai dan mau bayar.

2. Pengurusan ijin perusahaan. Dengan dalih A sampai Z yang ujung ujungnya bayar atau minta saham di perusahaan tersebut. Proses perijinan menjadi komoditas yang menggiurkan, karena ada beberapa aturan yang bisa dimainkan dan menekan pada pengusaha untuk memberikan sebagian saham atau membayar sejumlah uang yang harus diberikan sebelum ijin di tanda tangani.

3. Mutasi jabatan menjadi lahan empuk karena menjadi hak mutlak penguasa untuk memindah sesuai dengan rupiah yang disediakan, walaupun sebenarnya semua sudah aturan yang jelas. Pemerintah sudah membuat aturan bagaimana seorang pegawai bekerja sesuai dengan kompetensi dan keahliannya. 

Realita dilapangan banyak pegawai dipindah sesuai pesanan, sesuai harapan pegawai yang bersangkutan dan sesuai dengan keinginan penguasa. The right man and The right place (setiap pegawai ditempatkan pada posisi atau peran yang sesuai dengan keterampilan, kemampuan, dan potensinya) hanya isapan jempol.

4. Karena jabatannya sebagai pembuat kebijakan, menempatkan sejumlah anggaran  yang ternyata meminta komitmen fee ketika anggaran  tersebut di eksekusi. Cara Ini merupakan salah satu strategi untuk mengumpul pundi pundi rupiah yang tidak banyak orang tua. Skenario lain yang sejenis adalah seorang pejabat dinas ikut mengerjakan proyek tetapi badan usahanya dari kolega di kantor atau keluarganya sendiri.

5. Karena jabatan dan kekuasaannya, pengadaan barang dan jasa diintervensi untuk perusahaan yang sudah ada komitmen untuk memberikan sejumlah uang. Pengadaan barang jasa memang lahan yang empuk, maka komitmen dukungan Pilkada sering imbalannya adalah pengadaan barang dan jasa.

6. Karena adanya kewenangan yang di atur dalam peraturan perundangan, penguasa/pejabat melakukan penggeseran anggaran yang bisa memberikan keuntungan bagi dirinya. Penggeseran, markup atau sejenis dilakukan saat pembenahan RKA (Rencana kerja Anggaran) sebelum menjadi DPA (Dokumen Pelaksanaan Anggaran) yang ditanda tangani oleh kepala BPKAD dan Sekda.

7. Karena menjadi tugas dan fungsinya membuat peraturan, penguasa/pejabat menambah pasal atau menghapus pasal yang menguntungkan pengusaha. Karena pengusaha memberikan komitmen materi pada penguasa tersebut. Jika menyangkut perda, maka permainan dilakukan antara eksekutif dan legislatif.

8. Karena memiliki kekuasaan (Anggota DPRD) dalam bidang anggaran, mereka  melakukan pemangkasan atau pengurangan sebagai media bergaining kepentingan pribadinya. Semua dilakukan untuk kepentingan pribadinya.

9. Karena memiliki kekuasaan dalam bidang pengawasan kebijakan, mereka melakukan transaksi atas masalah yang terjadi dari hasil pengawasannya, diganti dengan sejumlah uang, sehingga masalah tersebut dianggap selesai. 

10. Karena terjadi kesalahan dalam pelaksana anggaran, maka anggota DPRD melakukan tekanan politik dan hukum dengan maksut untuk dijadikan uang.

Semua yang ada di atas adalah sebuah potret buruk merupiahkan otoritas kekuasaan dan politik yang tidak bisa dilihat dengan kasat mata, karena semua di tata dengan rapi dan melibatkan banyak pihak. 

Semua yang ada di dibatas benar adanya, maka kadang kita prihatin jika kekuasaan dieksploitasi untuk kepentingan pribadi, politik atau kelompok.

Merupiahkan otoritas kebijakan dan kekuasaan merupakan penyalahgunaan wewenang seorang pejabat dengan melanggar peraturan perundang undangan dan norma kehidupan. 

Disisi lain peraturan perundangan masih memberikan ruang pada pejabat karena bisa mengatur beberapa jenis anggaran yang memungkinkan untuk disalahgunakan. 

Contoh di setiap rekening kegiatan dianggarkan ATK, jika semua dibelikan dengan benar, maka jumlah ATK dalam satu tahun setiap  dinas  bisa satu kontainer. Anggaran pemeliharaan gedung/Kantor, padahal bangunan masih bagus seperti rumah dinas bupati/wakil bupati yang setiap tahun dianggarkan untuk pemeliharaan. Jika kegiatan tersebut selalu dianggarkan maka jelas jelas pemborosan uang negara. 

Anggaran mobil dinas Bupati/wakil bupati, pimpinan DPRD dan dinas, jika kendaraan tersebut baru dibeli, mengapa selalu ada anggaran besar untuk perawatan ? Ini sebuah potret buruk pengelolaan anggaran yang tidak mencerminkan efisiensi dan penghematan. 

Masih banyak regulasi/peraturan yang memberi ruangan korupsi atau merugikan keuangan negara namun belum di rubah dengan baik. 

Merupiahkan otoritas kebijakan adalah sebuah realita, maka sebagai masyarakat harus mulai cerdas dan peduli untuk memberikan pengawasan, kritik 

Kesadaran pejabat kita untuk hemat, menjaga kehormatan dan menggunakan kekuasaan dengan benar masih jauh dari harapan rakyat. Ada sih yang sederhana namun sebagian besar masih belum melakukannya dengan benar. 

Semoga catatan ini memberi  membuka hati dsn kesadaran pada mereka, bahwa kekuasaan akan dipertanggungjawabkan kelak di akherat. (*)

***

*) Oleh : HM Basori M.Si, Direktur Sekolah Perubahan, Training, Research, Consulting, and Advocasy.

*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggung jawab penulis, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi timesindonesia.co.id

*) Kopi TIMES atau rubrik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.

*) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]

*) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim apabila tidak sesuai dengan kaidah dan filosofi TIMES Indonesia.

*) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.



Editor : Hainorrahman
Publisher : Sofyan Saqi Futaki

TERBARU

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES