Kopi TIMES

Menghadapi Gelombang Big Data, Apakah BPS Masih Dibutuhkan?

Minggu, 22 September 2024 - 10:02 | 32.72k
Rifqy Rezfany, mahasiswa Statistika ITS Surabaya, peneliti bigdata dan data science pada Akademi AI Indonesia (AAI).
Rifqy Rezfany, mahasiswa Statistika ITS Surabaya, peneliti bigdata dan data science pada Akademi AI Indonesia (AAI).

TIMESINDONESIA, MALANG – Dalam beberapa tahun terakhir, istilah big data telah menjadi perbincangan hangat di berbagai bidang, termasuk statistik dan analisis data. Dengan kemampuannya yang luar biasa untuk mengumpulkan dan menganalisis informasi dalam jumlah yang masif dan real-time, muncul pertanyaan penting; mampukah big data menggantikan peran lembaga statistik resmi seperti Badan Pusat Statistik (BPS)?

Big data memiliki beberapa keunggulan yang tidak dimiliki oleh metode tradisional pengumpulan data. Volume dan variasi data yang dihasilkan dari aktivitas digital seperti transaksi online, media sosial, maps, hingga perangkat IoT (Internet of Things) memungkinkan kita mengakses informasi lebih cepat dan lebih banyak dibandingkan dengan survei konvensional. Di satu sisi, ini menjanjikan akurasi yang lebih tinggi karena big data mencerminkan pola perilaku yang sangat rinci dan tidak bergantung pada sampel kecil.

Advertisement

Namun, apakah big data benar-benar bisa menggantikan peran BPS? Ternyata, tantangannya tidak sesederhana itu. 

Pertama, data besar sering kali tidak sepenuhnya representatif dari populasi. Tidak semua orang menggunakan internet atau aplikasi digital secara aktif, terutama di daerah terpencil. BPS, dengan metodologi survei yang lebih terstruktur, memiliki kemampuan untuk memastikan keterwakilan seluruh masyarakat, termasuk kelompok yang seringkali tidak terjangkau oleh teknologi digital.

Selain itu, BPS memiliki standar yang ketat dalam pengumpulan dan pengolahan data untuk menghasilkan statistik resmi yang akan di publish. Penggunaan big data mungkin lebih cepat, namun seringkali kekurangan validasi yang mendalam, sehingga keakuratan data patut dipertanyakan. 

Misalnya, data transaksi di platform e-commerce mungkin menunjukkan tren konsumsi, tetapi tidak memberikan informasi yang mendalam tentang alasan di balik perilaku konsumen atau latar belakang demografisnya.

Ada juga isu terkait privasi dan keamanan. Big data berasal dari aktivitas pengguna di dunia digital, sehingga masalah penggunaan data pribadi tanpa izin seringkali menjadi kontroversial–ini mengacu pada ketatnya policy tentang penggunaan data pribadi. 

BPS, di sisi lain, beroperasi dengan regulasi ketat dan privasi yang diatur secara hukum, memberikan jaminan bahwa data yang mereka kumpulkan aman dan terlindungi.

Meski begitu, bukan berarti big data dan BPS tidak bisa bekerja sama. Justru, kolaborasi antara keduanya bisa membuka peluang besar. Big data bisa digunakan sebagai pelengkap metode statistik konvensional yang digunakan BPS. Data real-time dari internet bisa membantu BPS memperbarui survei dengan lebih cepat atau memberikan gambaran awal yang nantinya bisa diperdalam dengan survei lapangan.

Pada akhirnya, peran BPS dalam menghasilkan statistik resmi yang akurat dan andal tetap sangat penting dan lebih diunggulkan. Big data dapat menjadi alat pendukung, tetapi untuk saat ini, belum bisa sepenuhnya menggantikan proses yang telah distandarisasi dan terstruktur seperti yang dilakukan oleh BPS. 

Teknologi memang menghadirkan peluang besar. Namun menggabungkannya dengan metodologi statistik tradisional akan memberi hasil yang lebih komprehensif dan bermanfaat bagi pengambilan keputusan publik.
Big data bukan ancaman bagi BPS. Sebaliknya, ini bisa menjadi bagian dari evolusi yang memperkuat statistik resmi Indonesia di era digital. (*)

*) Penulis: Rifqy Rezfany, mahasiswa Statistika ITS Surabaya, peneliti bigdata dan data science pada Akademi AI Indonesia (AAI).

*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggung jawab penulis, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi timesindonesia.co.id

**) Kopi TIMES atau rubrik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.

**) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]

**) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim apabila tidak sesuai dengan kaidah dan filosofi TIMES Indonesia.

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.



Editor : Deasy Mayasari
Publisher : Lucky Setyo Hendrawan

TERBARU

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES