Kopi TIMES

Statistik Berkualitas untuk Indonesia Emas 2045

Kamis, 26 September 2024 - 08:36 | 49.83k
Ridwan Prayogi, S.Tr.Stat., Statistisi Ahli Pertama BPS Provinsi Maluku Utara.
Ridwan Prayogi, S.Tr.Stat., Statistisi Ahli Pertama BPS Provinsi Maluku Utara.
Kecil Besar

TIMESINDONESIA, MALUKU UTARA – Setiap tanggal 26 September, Indonesia memperingati Hari Statistik Nasional (HSN). Peringatan HSN tahun ini mengusung tema “Statistik Berkualitas untuk Indonesia Emas”, menjadi sebuah momen penting yang menandai komitmen bangsa terhadap penyediaan data yang akurat dan berkualitas. 

HSN bukan sekadar seremonial, melainkan pengingat bahwa statistik memainkan peran sentral dalam perumusan kebijakan strategis dan perencanaan pembangunan. Dalam perjalanan menuju Indonesia Emas 2045, di mana bangsa ini menargetkan pencapaian puncak dari bonus demografi, inovasi teknologi, dan pembangunan berkelanjutan, statistik berkualitas menjadi fondasi yang tak terpisahkan. Melalui data yang andal, Indonesia dapat memetakan tantangan, mengukur kemajuan, dan merumuskan solusi yang tepat untuk menghadapi berbagai tantangan global.

Advertisement

Sejarah Hari Statistik Nasional

HSN bukanlah peringatan hari jadi Badan Pusat Statistik (BPS), melainkan sebagai pengingat diundangkannya Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1960 tentang Statistik. Kegiatan statistik di Indonesia dimulai sejak masa pemerintahan Hindia Belanda dengan pendirian lembaga statistik oleh Direktur Pertanian, Kerajinan, dan Perdagangan (Directeur Van Landbouw Nijverheid en Handel) di Bogor pada Februari 1920. 

Lembaga tersebut bertanggung jawab untuk mengelola dan menerbitkan data statistik, khususnya yang berkaitan dengan bea dan cukai. Seiring waktu, pada 24 September 1924, pusat kegiatan statistik resmi dipindahkan ke Batavia (Jakarta) dengan nama Centraal Kantoor Voor de Statistiek (CKS), dan lembaga ini kemudian menyelenggarakan Sensus Penduduk pertama di Indonesia pada tahun 1930.

Setelah proklamasi Kemerdekaan RI pada 17 Agustus 1945, lembaga statistik dinasionalisasi menjadi Kantor Penyelidikan Perangkaan Umum Republik Indonesia (KAPPURI) di bawah kepemimpinan Mr. Abdul Karim Pringgodigdo, dan kemudian digabung dengan CKS menjadi Kantor Pusat Statistik (KPS) pada tahun 1950. Pada 1 Juni 1957, KPS diubah namanya menjadi Biro Pusat Statistik dan bertanggung jawab langsung kepada Perdana Menteri. 

Selanjutnya, pada tanggal 26 September 1960, Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1960 tentang Statistik diterbitkan sebagai pengganti Statistiek Ordonnantie 1934 (Staatsblad Nomor 508). Pemberlakuan UU ini menjadi tonggak penting dalam transisi dari sistem statistik kolonial ke statistik nasional, sekaligus memberikan pedoman lengkap mengenai pelaksanaan statistik dan struktur Biro Pusat Statistik.

Tanggal 26 September ditetapkan sebagai "Hari Statistik Nasional" berdasarkan Surat Nomor B.259/M.Setneg/1996 yang dikeluarkan pada 12 Agustus 1996, sebagai simbol kemerdekaan statistik dari sistem perundang-undangan kolonial. Sejalan dengan kemajuan zaman, kebutuhan akan data statistik menjadi semakin krusial dan beragam. 

Oleh karena itu, diperlukan perbaikan terhadap regulasi yang ada, sehingga pada 19 Mei 1997, Presiden Republik Indonesia menetapkan berlakunya Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1997 tentang Statistik, yang juga mengubah nama Biro Pusat Statistik menjadi Badan Pusat Statistik (BPS).

Statistik untuk Bangsa

Banyak orang menganggap statistik sebagai bidang yang rumit dan hanya relevan untuk ahli matematika. Namun, statistik sebenarnya sangat dekat dengan kehidupan sehari-hari dan memainkan peran penting dalam berbagai aspek kehidupan. Statistik bukan hanya soal angka dan perhitungan kompleks, melainkan alat yang dapat digunakan siapa saja untuk memahami informasi dan membuat keputusan yang lebih baik.

Misalnya, saat memilih makanan sehat atau pakaian sesuai tren, kita secara tidak sadar mengolah data sederhana. Melalui contoh praktis ini, masyarakat dapat memahami bahwa statistik adalah alat yang relevan dan mudah diterapkan dalam aktivitas sehari-hari.

Statistik juga berperan vital dalam pembangunan nasional. Bagi pemerintah, data statistik yang akurat menjadi dasar perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi kebijakan di berbagai sektor, seperti kesehatan, pendidikan, sosial, dan ekonomi. 

Misalnya, menurut data BPS, tingkat kemiskinan di Indonesia pada Maret 2024 melanjutkan tren menurun menjadi 9,03 persen dari 9,36 persen pada Maret 2023, mencerminkan perbaikan kesejahteraan masyarakat. Dengan data ini, pemerintah dapat merumuskan kebijakan ekonomi dan program pengentasan kemiskinan yang lebih efektif serta mengukur sejauh mana program-program tersebut berhasil, apakah sudah mencapai target yang ditetapkan atau belum. 

Statistik berkualitas memungkinkan pemerintah mengidentifikasi kebutuhan masyarakat dan merumuskan kebijakan yang tepat. Tanpa data yang terpercaya, kebijakan publik berisiko tidak tepat sasaran dan dapat menghambat program pembangunan.

Namun, sering terjadi kesalahpahaman bahwa Badan Pusat Statistik (BPS) bertanggung jawab atas semua data di Indonesia. Sebenarnya, BPS merupakan penyelenggara statistik dasar, yaitu statistik yang pemanfaatannya ditujukan untuk keperluan yang bersifat luas, baik bagi pemerintah maupun masyarakat (Perpres No.86 tahun 2007). 

Selain statistik dasar, terdapat juga statistik sektoral yang dilaksanakan oleh instansi pemerintah secara mandiri atau bersama dengan BPS, serta statistik khusus yang diselenggarakan oleh lembaga, organisasi, perorangan, atau unsur masyarakat lainnya secara mandiri atau bekerja sama dengan BPS.

Selain berperan sebagai penyelenggara statistik dasar, BPS juga berfungsi sebagai pembina data statistik di Indonesia, dengan menilai dan mengoordinasikan pelaksanaan kegiatan statistik sektoral yang dijalankan oleh K/L/D/I agar memenuhi kriteria standar. Banyak instansi lain, baik pemerintah maupun swasta, juga mengumpulkan, mengelola, dan menerbitkan data statistik. 

Namun, perbedaan metodologi dan standar pengumpulan data sering kali menyebabkan inkonsistensi antar instansi. Untuk mengatasi masalah ini, pemerintah meluncurkan Peraturan Presiden Nomor 39 Tahun 2019 tentang Satu Data Indonesia.

Inisiatif ini bertujuan menciptakan ekosistem data yang lebih baik dengan menerapkan empat prinsip utama sebagaimana diatur dalam Pasal 3 Perpres 39/2019, yaitu: data yang dihasilkan harus memenuhi standar data, memiliki metadata, memenuhi kaidah interoperabilitas, serta menggunakan kode referensi dan/atau data induk. 

Dalam pelaksanaannya, diharapkan ketidakcocokan data antar instansi dapat berkurang secara signifikan, sehingga mendukung proses pengambilan keputusan yang lebih akurat dan efektif.

Statistik berkualitas merupakan hasil kolaborasi berbagai lembaga, bukan hanya BPS. Sinergi antar instansi sangat penting dalam membangun ekosistem data yang kuat dan konsisten. Setiap lembaga memiliki peran dalam menyediakan data yang akurat dan dapat diandalkan, sehingga pembangunan nasional didukung oleh bukti yang solid. 

Peringatan Hari Statistik Nasional bukan hanya merayakan kemajuan dalam penyediaan data, tetapi juga mengingatkan kita akan pentingnya kolaborasi untuk mencapai tujuan bersama. Mari kita terus mendukung penyediaan statistik berkualitas demi kemajuan bangsa dan terwujudnya Indonesia Emas 2045.

***

*) Oleh : Ridwan Prayogi, S.Tr.Stat., Statistisi Ahli Pertama BPS Provinsi Maluku Utara.

*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggung jawab penulis, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi timesindonesia.co.id

**) Kopi TIMES atau rubrik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.

**) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]

**) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim apabila tidak sesuai dengan kaidah dan filosofi TIMES Indonesia.

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.



Editor : Hainorrahman
Publisher : Lucky Setyo Hendrawan

TERBARU

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES