Mengubah Bystander menjadi Pahlawan Anti Bullying
TIMESINDONESIA, JAKARTA – Perundungan adalah masalah kompleks yang merambah berbagai lapisan masyarakat, dari lingkungan sekolah hingga tempat kerja. Korban perundungan seringkali merasa terisolasi dan rentan, sementara pelaku merasa berkuasa dan dibenarkan. Namun, di tengah situasi yang menyedihkan ini, terdapat peran penting yang dapat mengubah segalanya, yakni bystander.
Apa Itu Bystander?
Bystander adalah istilah yang digunakan untuk merujuk pada seseorang yang menyaksikan suatu peristiwa, khususnya tindakan perundungan, namun memilih untuk tidak terlibat secara aktif. Mereka berada di sekitar kejadian tersebut, namun tidak mengambil langkah untuk menghentikan atau melaporkan tindakan yang sedang berlangsung. Dalam psikologi sosial disebut sebagai teori bystander effect yang dicetuskan ahli psikologi sosial bernama Bibb Latane dan John Darley.
Advertisement
Mengapa Seseorang menjadi Bystander?
Ada beberapa alasan mengapa seseorang memilih menjadi bystander ketika menyaksikan tindakan perundungan. Faktor-faktor ini seringkali saling terkait dan kompleks.
Pertama, Takut akan konsekuensi. Khawatir menjadi sasaran. Banyak bystander takut menjadi korban perundungan berikutnya jika mereka mencoba untuk membantu. Mereka takut akan reaksi pelaku. Misalnya ancaman atau kekerasan dari pelaku. Mereka juga takut akan reaksi teman sebaya karena nantinya dianggap aneh, berbeda, atau pengganggu jika mereka ikut campur.
Kedua, Kurangnya pengetahuan. Tidak tahu harus berbuat apa. Bystander mungkin tidak yakin tindakan apa yang paling tepat untuk diambil. Bisa jadi ada perasaan tidak kompeten. Mereka mungkin merasa tidak memiliki keterampilan yang cukup untuk mengatasi situasi tersebut. Selain itu ada pola pikir diffuse responsibility. Yaitu anggapan orang lainlah yang akan bertindak.
Bystander seringkali berasumsi bahwa orang lain akan mengambil tindakan, sehingga mereka merasa tidak perlu ikut campur. Sebab lainnya yaitu kecenderungan berpikir pluralistic ignorance. Misinterpretasi situasi.
Bystander mungkin salah menginterpretasikan situasi dan menganggap bahwa tindakan yang sedang terjadi tidaklah serius atau tidak memerlukan intervensi. Berikutnya adalah ada pemikiran fear of social disapproval. Takut dinilai negatif. Bystander mungkin khawatir akan dinilai negatif oleh orang lain jika mereka ikut campur dalam urusan orang lain.
Bagaimana Cara Mengubah Bystander Menjadi Simpati dan Bertindak?
Untuk mengubah bystander menjadi individu yang peduli dan berani bertindak, diperlukan upaya yang sistematis dan berkelanjutan. Berikut beberapa usulan strategi yang dapat diterapkan:
Pertama, dengan edukasi yang Komprehensif mengenal perundungan. Memberikan pemahaman yang jelas tentang berbagai bentuk perundungan, tanda-tandanya, dan dampaknya terhadap korban. Menjelaskan pentingnya peran bystander dalam menghentikan perundungan juga hal yang harus diketahui. Tak kalah penting menjelaskan konsekuensi jangka panjang dari perundungan, baik bagi korban maupun pelaku.
Kedua, adalah upaya membangun empati. Misalnya dalam bentuk latihan role-playing. Melalui simulasi, bantu bystander memahami perspektif korban dan merasakan emosi yang mereka alami. Penting juga membagikan kisah nyata korban perundungan untuk menyentuh hati dan memotivasi mereka untuk bertindak.
Ketiga, memberdayakan bystander. Hal ini bisa dilakukan dengan mengajarkan cara berkomunikasi secara efektif dengan korban, pelaku, dan orang dewasa yang berwenang. Selain itu dibekali juga latih berbagai teknik intervensi yang aman dan efektif, seperti menengahi konflik, melaporkan kejadian, atau mencari dukungan dari orang dewasa.
Keempat, dengan cara menciptakan lingkungan yang aman. Kebijakan yang Jelas harus ada. Misalnya menetapkan kebijakan anti-bullying yang tegas dan konsisten. Cara lainnya adalah adanya saluran pelaporan. Pastikan ada saluran yang mudah dan aman bagi bystander untuk melaporkan kejadian perundungan. Memberi konsekuensi yang adil perlu diperhatikan. Misalnya memberikan konsekuensi yang sesuai bagi pelaku perundungan dan penghargaan bagi bystander yang berani bertindak.
Kelima, mengubah norma sosial. Diperlukan adanya kampanye kesadaran. Melalui kampanye media sosial, acara sekolah, atau komunitas, ubah persepsi masyarakat tentang perundungan. Kehadiran dan tindakan tokoh panutan juga memiliki peran strategis. Misalnya melibatkan tokoh panutan untuk menjadi duta anti-bullying.
Mengapa Penting Mengubah Peran Bystander?
Dengan mengubah peran bystander, kita dapat menciptakan lingkungan yang lebih aman dan inklusif bagi semua orang. Ketika bystander merasa memiliki kekuatan dan tanggung jawab untuk bertindak, mereka dapat mencegah eskalasi. Intervensi dini oleh bystander dapat mencegah perundungan semakin parah.
Bystander juga memiliki peran dalam memberi dukungan kepada korban. Tindakan sederhana dari bystander dapat memberikan kekuatan besar bagi korban. Dengan melibatkan bystander dalam upaya anti-bullying, kita dapat menciptakan budaya yang lebih positif dan saling mendukung.
Peran bystander dalam mengatasi perundungan sangatlah penting. Dengan memahami alasan mengapa seseorang menjadi bystander dan menerapkan strategi yang tepat, kita dapat mendorong lebih banyak orang untuk bertindak dan menciptakan lingkungan yang bebas dari perundungan. Ingatlah, setiap individu memiliki peran dalam menciptakan perubahan positif.
***
*) Oleh : Astatik Bestari, Ketua 2 Dewan Pengurus Pusat Asosiasi Tutor Pendidikan Kesetaraan Nasional.
*)Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggungjawab penulis, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi timesindonesia.co.id
*) Kopi TIMES atau rubik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.
*) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]
*) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim.
**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.
Editor | : Hainorrahman |
Publisher | : Ahmad Rizki Mubarok |