Dampak Global Minimum Tax pada Perusahaan Multinasional dan Perekonomian

TIMESINDONESIA, YOGYAKARTA – Pemerintah Indonesia berencana untuk menerapkan Pajak Minimum Global atau Global Minimum Tax (GMT) sebesar 15%. Inisiatif ini disepakati oleh negara-negara G20 dan Organization for Economic Cooperation and Development (OECD) pada tahun 2021. Kesepakatan ini didukung oleh berbagai pihak karena dianggap mampu menanggulangi praktik penghindaran pajak dengan memindahkan laba ke negara-negara surga pajak (tax haven).
GMT berupaya untuk meminimalisir praktik penghindaran pajak yang sering dilakukan oleh perusahaan multinasional. Penerapan pajak minimum global menjadi hal yang penting karena dengan perkembangan dunia yang semakin pesat. Perkembangan teknologi membuat batas-batas negara menjadi tidak relevan, sehingga banyak perusahaan multinasional beroperasi di banyak negara tanpa perlu kehadiran fisik.
Advertisement
Kondisi itu menjadikan aturan pajak tradisional tidak dapat menjangkau perusahaan multinasional tersebut. Padahal perusahaan-perusahaan multinasional mengeruk pundi-pundi keuntungan dari negara tempatnya beroperasi salah satunya di Indonesia.
Mereka lebih memilih untuk mendirikan perusahaan di negara-negara dengan insentif pajak rendah seperti Irlandia, Panama, Luxembourg dan yang paling dekat dari Indonesia yaitu Singapura. Banyak perusahaan khususnya bidang teknologi yang beroperasi di Indonesia namun berdomisili di Singapura.
Singapura dianggap menarik karena menawarkan berbagai insentif pajak. Perusahaan besar seperti Meta, Apple, Google dan Amazon menggunakan profit shifting. Strategi ini dilakukan dengan memindahkan keuntungan ke negara dengan pajak rendah sehingga pajak yang dibayarkan sangat sedikit tidak sebanding dengan keuntungan yang mereka dapatkan.
Selama ini Indonesia dengan jumlah penduduknya yang besar hanya dijadikan pangsa pasar tanpa adanya imbal balik yang adil. Mereka tidak bisa dikenai pajak karena secara fisik mereka tidak mendirikan perusahaan di Indonesia. Oleh karena itu, GMT adalah peluang untuk Indonesia agar mendapatkan keadilan melalui penerimaan pajak tambahan.
Indonesia berpeluang mendapatkan pendapatan atau penerimaan negara sebanyak Rp 3,8 triliun hingga Rp 8,8 Triliun dari implementasi GMT ini. Jumlah yang tidak bisa dianggap sedikit karena dengan dana tersebut, banyak program yang bisa diselenggarakan untuk membangun kapasitas masyarakat Indonesia
Penerapan GMT juga menciptakan persaingan bisnis yang lebih sehat di Indonesia. Berbeda dengan UMKM yang struktur keuangannya sederhana, perusahaan besar mampu menghindari pajak sehingga dapat menekan harga serendah mungkin. Hal ini juga menjadi alasan mengapa perusahaan local sulit untuk bersaing dengan perusahaan multinasional.
Ini adalah peluang untuk menciptakan kondisi bersaing yang lebih setara di pasar. Tentunya dengan persaingan yang adil juga bisa menarik minat investor yang lebih berkualitas untuk berinvestasi di Indonesia. Fokus perusahaan akan beralih dari penghindaran pajak ke pertumbuhan bisnis yang nyata.
Indonesia juga akan mendapat citra sebagai tujuan investasi yang transparan dan beintegritas. Tentunya ini akan menarik minat investor asing yang berorientasi pada stabilitas dan kepastian hukum. Indonesia akan memperkuat peran di level global dan menjadi peluang untuk mensinkronkan kebijakan pajak domestiknya dengan standar internasional.
Walaupun banyak peluang yang bisa didapatkan Indonesia, penerapan GMT juga bukan tanpa tantangan. Diperlukan koordinasi yang sangat intensif mengenai sinkronisasi ini karena setiap negara mempunyai regulasi yang berbeda-beda terkait pajak.
Selanjutnya Negara-negara dengan status tax haven yang selama ini mendapatkan keuntungan kemungkinan akan mencari alternatif untuk menghindari dampak GMT. Artinya Indonesia dan negara-negara yang setuju diterapkannya GMT harus aktif memantau bagaimana perusahan multinasional merespon kebijakan ini agar dapat mengeluarkan kebijakan yang lebih relevan.
Terakhir, dengan diterapkannya GMT, kemungkinan akan memicu ketegangan antar negara-negara berkembang yang selama ini memberikan insentif pajak rendah untuk menarik investasi. Indonesia harus bisa melakukan upaya diplomasi agar dapat menetralisasi kondisi tegang yang tercipta agar tetap yang kondusif.
***
*) Oleh: Fitria Nurma Sari, Dosen Perbankan Syariah Universitas Ahmad Dahlan.
*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggung jawab penulis, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi TIMES Indonesia.
*) Kopi TIMES atau rubrik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.
*) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]
*) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim apabila tidak sesuai dengan kaidah dan filosofi TIMES Indonesia.
**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.
**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.
Editor | : Hainorrahman |
Publisher | : Rizal Dani |