Ketegangan Timur Tengah 2024: Konflik Memuncak dan Konsistensi Diplomasi Indonesia

TIMESINDONESIA, MALANG – Ketegangan di Timur Tengah kembali memuncak pada tahun 2024, ditandai dengan konflik yang semakin membara antara berbagai pihak, khususnya di wilayah Israel dan Palestina, serta beberapa negara tetangga. Dalam beberapa bulan terakhir, bentrokan bersenjata antara Israel dan kelompok Hamas di Jalur Gaza meningkat secara drastis.
Serangan udara yang dilancarkan oleh Israel sebagai respons terhadap roket yang ditembakkan oleh Hamas menyebabkan ratusan korban jiwa dan melukai banyak warga sipil, termasuk anak-anak dan perempuan. Data dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) per September 2024 menyebutkan bahwa lebih dari 500 warga sipil tewas dalam konflik ini, sementara ribuan lainnya terluka dan kehilangan tempat tinggal.
Advertisement
Selain konflik Israel-Palestina yang terus membara, ketegangan juga terjadi di wilayah perbatasan antara Suriah dan Irak. Kelompok militan ISIS yang sempat melemah, kini menunjukkan tanda-tanda kebangkitan, melakukan serangan sporadis terhadap pos-pos militer dan warga sipil di kedua negara. Menurut laporan dari United Nations Office for the Coordination of Humanitarian Affairs (OCHA), serangan tersebut menyebabkan meningkatnya jumlah pengungsi, terutama di wilayah-wilayah yang sebelumnya relatif aman. Dalam beberapa minggu terakhir, lebih dari 10.000 warga terpaksa meninggalkan rumah mereka untuk mencari perlindungan di kamp-kamp pengungsi yang sudah penuh sesak.
Ketidakstabilan ini juga diperparah dengan meningkatnya ketegangan antara Iran dan Arab Saudi, dua kekuatan regional yang bersaing secara geopolitik. Pada pertengahan 2024, serangkaian serangan drone yang diduga berasal dari milisi yang didukung Iran menghantam instalasi minyak di Arab Saudi, memicu ketidakstabilan ekonomi global. Arab Saudi pun merespons dengan meningkatkan operasi militernya di Yaman, yang sudah menjadi medan perang proksi bagi kedua negara. Konflik ini terus menambah jumlah korban jiwa di Yaman, yang kini telah mencapai lebih dari 377.000 jiwa sejak awal perang pada 2014, menurut laporan terbaru dari Perserikatan Bangsa-Bangsa.
INFORMASI SEPUTAR UNISMA DAPAT MENGUNJUNGI www.unisma.ac.id
Di tengah krisis kemanusiaan yang semakin parah, upaya perdamaian tampaknya masih sangat sulit dicapai. Meskipun beberapa negara mencoba menjadi mediator dalam konflik ini, seperti Mesir dan Qatar yang berusaha menengahi antara Israel dan Hamas, serta upaya diplomasi yang dilakukan PBB, semua pihak tampak belum menunjukkan tanda-tanda kesediaan untuk berkompromi.
Ketidakpastian mengenai masa depan wilayah ini terus menjadi sorotan global, dengan banyak pihak khawatir bahwa eskalasi konflik dapat memicu perang regional yang lebih besar, membawa dampak yang sangat luas bagi perdamaian dan stabilitas dunia.
Di tengah ketegangan yang terus memuncak di Timur Tengah pada tahun 2024, Indonesia, sebagai negara dengan populasi Muslim terbesar di dunia, memiliki tanggung jawab moral dan politik untuk turut berkontribusi dalam meredakan konflik di kawasan tersebut. Fokus utama Indonesia dalam menyikapi situasi ini seharusnya adalah memperkuat diplomasi damai dan mendorong dialog antarnegara yang terlibat konflik, serta memastikan bahwa isu-isu kemanusiaan tetap menjadi prioritas utama.
Sebagai anggota tidak tetap Dewan Keamanan PBB pada periode 2023–2024, Indonesia memiliki posisi strategis untuk memfasilitasi proses mediasi dan negosiasi damai. Pemerintah Indonesia, melalui Kementerian Luar Negeri, perlu terus mendesak pihak-pihak yang bertikai untuk menahan diri dan membuka jalur dialog guna mencari solusi damai yang berkelanjutan. Mengingat rekam jejak Indonesia dalam diplomasi internasional, terutama keterlibatan aktifnya dalam berbagai konflik sebelumnya, peran Indonesia sebagai mediator diharapkan mampu membawa dampak positif dalam proses penyelesaian konflik di Timur Tengah.
Selain diplomasi, Indonesia juga perlu memperjuangkan kepentingan kemanusiaan di kawasan tersebut. Ketegangan yang berlangsung tidak hanya membawa dampak politik, tetapi juga krisis kemanusiaan yang meluas. Ribuan warga sipil, termasuk perempuan dan anak-anak, terkena dampak langsung dari kekerasan yang terjadi. Indonesia harus mendorong komunitas internasional, terutama melalui forum-forum multilateral seperti PBB dan Organisasi Kerja Sama Islam (OKI), untuk mengedepankan bantuan kemanusiaan. Fokus pada distribusi bantuan pangan, kesehatan, serta pengungsian sangat mendesak di wilayah-wilayah yang terkena dampak parah seperti Gaza, Yaman, dan Suriah.
Lebih jauh lagi, Indonesia perlu memperjuangkan prinsip-prinsip dasar hukum internasional, termasuk penegakan hak asasi manusia (HAM) dan penghormatan terhadap kedaulatan negara. Dalam setiap langkah diplomatiknya, Indonesia harus terus menekankan pentingnya penghentian kekerasan terhadap warga sipil serta pengakuan atas hak-hak dasar mereka. Ini termasuk hak warga Palestina untuk hidup dalam kedamaian dan keamanan di tanah mereka sendiri, sesuai dengan resolusi PBB yang selama ini belum terlaksana dengan baik.
Selain itu, perhatian Indonesia harus diarahkan pada dampak ekonomi global yang disebabkan oleh ketegangan di Timur Tengah. Sebagai negara yang ekonominya juga bergantung pada stabilitas harga minyak dunia, Indonesia perlu memastikan bahwa krisis energi yang mungkin timbul dari konflik ini dapat diatasi melalui diversifikasi sumber energi di dalam negeri. Di sisi lain, Indonesia bisa berperan dalam diskusi global untuk memastikan pasokan energi tetap stabil meski ketegangan di Timur Tengah terus berlangsung.
Secara keseluruhan, Indonesia harus terus memperjuangkan diplomasi damai, bantuan kemanusiaan, penegakan hak asasi manusia, serta stabilitas ekonomi dalam menyikapi ketegangan di Timur Tengah. Langkah-langkah tersebut akan memperkuat peran Indonesia di kancah internasional dan memastikan bahwa prinsip-prinsip perdamaian, kemanusiaan, dan keadilan tetap menjadi fokus dalam menangani konflik di kawasan tersebut. (*)
INFORMASI SEPUTAR UNISMA DAPAT MENGUNJUNGI www.unisma.ac.id
*) Penulis: Muhammad Nafis S.H., M.H, Dosen Program Studi Hukum Keluarga Islam, Fakultas Agama Islam (FAI), Universitas Islam Malang (UNISMA).
*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggung jawab penulis, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi timesindonesia.co.id
**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.
Editor | : Dhina Chahyanti |
Publisher | : Rochmat Shobirin |