
TIMESINDONESIA, MALANG – Membahas persoalan hijab, Indonesia merupakan Negara dengan mayoritas penduduk beragama Islam yang mencapai 87,8%. Masyarakat muslim perempuan atau muslimah secara general ditandai dengan penggunaan hijab, meskipun tidak semua muslim perempuan menggunakan hijab. Lantas apa alasan mereka sebagai muslimah yang tidak berhijab padahal dalam agama Islam aturan berhijab telah dijelaskan? Jika ditinjau dari sudut pandang alasan, setiap individu memiliki alasan berbeda-beda dan bisa jadi alasan tersebut termasuk ke dalam prinsip hidup mereka.
Tetapi ada satu alasan yang umum dan kerap dijadikan dasar seorang muslim perempuan tidak berhijab di era saat ini yang penting untuk dibahas dan dikomparasikan secara realistis yaitu ketika ada statement ‘hijab bisa menghambat karir’. Di tengah perkembangan dunia kerja yang semakin kompetitif, semakin berkembang pula strategi marketing suatu bisnis yang kemudian merujuk pada perkembangan karir individu, dalam sebuah strategi marketing bisnis terdapat satu konsep yang mana memberdayakan karyawan perempuan sebagai icon untuk menarik perhatian customer, sebagai contoh profesi SPG, pramugari, presenter, dan lain sebagainya. Meskipun dalam segi berpakaian masih dalam kategori sopan namun pekerjaan-pekerjaan tersebut lebih condong diperuntukkan bagi perempuan yang tidak berhijab.
Advertisement
Doktrin seperti ini seringkali membuat perempuan yang ingin berkarir di bidang-bidang tertentu lebih memilih melepas hijab. Namun seiring perubahan sosial, kesadaran individu muslim perempuan terhadap aturan Islam atas perempuan dan perkembangan fashion meningkat berjalan beriringan sehingga merubah pola pandang dunia terhadap perempuan berhijab. Semakin banyak perempuan berhijab, penolakan perempuan berhijab terbantahkan berbalik menjadi gembar gembor untuk meningkatkan toleransi bagi perempuan berhijab.
INFORMASI SEPUTAR UNISMA DAPAT MENGUNJUNGI www.unisma.ac.id
Kesadaran toleransi ini mendukung perempuan muslimah di berbagai dunia untuk berkarir dan membawa transformasi pada peningkatan kehidupan ekonomi bagi perempuan. Peningkatan taraf ekonomi dan karir itu sendiri juga dipengaruhi oleh mereka yang bisa memanfaatkan peluang. Seperti yang kita ketahui saat ini tidak sedikit woman entrepreneur yang sukses dibidang fashion muslim – muslimah, dulu di tahun 90-an hingga 2000-an wirausahawan perempuan mungkin jarang, namun seiring berkembangnya zaman busana lebih dipandang sebagai identitas dari si pemakai begitupun dengan busana muslim, sehingga bermunculan busana dengan berbagai desain. Muslim perempuan memiliki perkembangan pola pandang yang mana kriteria busana yang sudah dijelaskan dalam al-Quran merupakan identitas dari seorang muslim, di sisi lain islam mengajarkan penganutnya untuk bisa memantaskan diri dan indah dipandang, dari sinilah berangkatnya berbusana muslim dan berhijab dianggap sebagai fashion.
Perempuan muslim yang paham makna fashionable menciptakan model-model busana muslimah yang kekinian dan match baik dari segi model baju dengan postur tubuh serta warna dan mengajak perempuan muslim lainnya untuk mampu membawa perubahan baik bagi diri sendiri maupun untuk lingkungan. Hal ini tentu diiringi dengan pola marketing yang menarik, meskipun dalam promosinya tetap dengan konsep memberdayakan perempuan namun segmentasi costumer dari produk yang ditawarkana untuk sesama gender (perempuan itu sendiri) serta mengusung konsep muslimah sehingga sebagai brand ambassador-nya pun berhijab dan berbusana selayaknya muslim.
Pola pandang seperti ini kemudian tersebar luas dan memengaruhi perempuan-perempuan diluaran sana untuk menciptakan ide-ide bisnis dibidang tersebut, seperti hijab beserta innernya, gamis, inner dress, tas, dan lain sebagainya terus berkembang menciptakan model-model terrbaru. Semakin banyaknya bisnis dibidang fashion muslimah ini semakin terbuka pula peluang kerja untuk perempuan berhijab, sehingga perempuan berhijab merasa terwadahi dan bisa merajut karir dibidang-bidang tersebut.
Tidak hanya sebatas berbusana, banyaknya perempuan berhijab juga mendorong industry-industri untuk ikut beradaptasi akan hal itu, sebagai contoh perusahaan yang tergolong industry perawatan diri dan kosmetik menciptakan lotion hijab, shampoo hijab, sabun mandi hijab , dan lain sebagainya yang mana segmentasi dari produk-produk tersebut adalah perempuan-perempuan muslim, perusahaan menawarkan bahwasanya produk-produknya telah teruji halal, bau wangi yang lembut, serta brand ambassador perempuan berhijab dengan tujuan untuk meyakinkan customer perempuan muslim untuk memakai produknya.
Hal ini dapat diartikan bahwasanya perusahaan-perusahaan diluaran sana telah membuka peluang kerja bagi perempuan berhijab, tidak menutup kemungkinan perusahaan merekrut karyawan berhijab hanya untuk agen promosi melainkan juga dibidang office, karena dalam sebuah perusahaan memiliki SDM yang unggul merupakan asset berharga, di sisi lain SDM unggul tercipta dari perempuan-perempuan muslim dan berhijab, sehingga perusahaan mulai menyadari bahwa keberagaman termasuk dalam hal pilihan berbusana seperti berhijab adalah asset berharga. Kesadaran ini membuka peluang bagi perempuan berhijab untuk menunjukkan bahwa mereka layak dan pantas berkontribusi secara siginifikan tanpa harus mengorbankan identitas mereka.
INFORMASI SEPUTAR UNISMA DAPAT MENGUNJUNGI www.unisma.ac.id
*) Penulis: Dr. Kukuh Santoso, M.Pd, Dosen Fakultas Agama Islam (FAI) Universitas Islam Malang (UNISMA).
*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggung jawab penulis, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi timesindonesia.co.id
**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.
Editor | : Dhina Chahyanti |
Publisher | : Rochmat Shobirin |