Kopi TIMES

Sejarah HSN, Menilik Peran Santri Pertahankan dan Mengisi Kemerdekaan

Selasa, 22 Oktober 2024 - 19:22 | 32.49k
Asep Suriaman, S. Psi., Direktir Eksekutif Pusat Studi Demokrasi dan Kebijakan Publik
Asep Suriaman, S. Psi., Direktir Eksekutif Pusat Studi Demokrasi dan Kebijakan Publik
Kecil Besar

TIMESINDONESIA, JAKARTA – Hari Santri, yang diperingati setiap tanggal 22 Oktober, merupakan momen bersejarah yang menandai peran penting para santri dalam perjuangan mempertahankan kemerdekaan Indonesia. Penetapan tanggal ini bukan hanya sekadar penghormatan kepada santri, tetapi juga pengakuan atas kontribusi mereka dalam sejarah bangsa Indonesia, terutama melalui Resolusi Jihad yang dikeluarkan oleh KH. Hasyim Asy’ari pada 22 Oktober 1945.

Hari Santri Nasional ditetapkan oleh Presiden Joko Widodo pada 22 Oktober 2015, melalui Keputusan Presiden Nomor 22 Tahun 2015. Tidak terlepas saat janji Kampanyenya di Pondok Pesantren Babussalam pada 27 Juni 2014, saat itu pak Jokowi yang sebagai calon presiden menyangkupi surat pernyataan yang disodorkan oleh sang Inisiator hari santri yakni KH Thoriq Bin Ziyad, jika pak Jokowi terpilih dan dilantik menjadi Presiden, pak Jokowi akan memperjuangan Hari Santri Nasional. 

Advertisement

Ditambah lagi keputusan ini didasarkan pada perjuangan para santri dan ulama dalam mempertahankan kemerdekaan Indonesia dari ancaman penjajah, khususnya setelah Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945. Resolusi Jihad menjadi tonggak sejarah penting yang menggerakkan semangat perjuangan rakyat Indonesia, terutama di Jawa Timur, untuk melawan kembalinya pasukan kolonial Belanda dan sekutunya yang ingin menjajah kembali Indonesia.

Latar belakang peringatan Hari Santri tidak bisa dipisahkan dari Resolusi Jihad yang dicetuskan oleh KH. Hasyim Asy’ari, pendiri Nahdlatul Ulama (NU). Saat itu, Indonesia yang baru saja merdeka kembali dihadapkan pada ancaman pasukan Sekutu, yang membawa serta tentara Belanda (NICA) untuk merebut kembali kendali atas wilayah Indonesia. Pada saat itu, pemimpin NU diundang oleh KH. Hasyim Asy'ari untuk merumuskan sikap yang harus diambil oleh umat Islam, khususnya para santri.

Dalam pertemuan yang berlangsung pada 21-22 Oktober 1945 di Surabaya, lahirlah Resolusi Jihad yang menyatakan bahwa mempertahankan kemerdekaan Indonesia dari penjajah adalah fardhu 'ain (kewajiban individual) bagi setiap Muslim yang berada dalam radius 94 kilometer dari pusat pertempuran, dan fardhu kifayah (kewajiban kolektif) bagi yang berada di luar radius tersebut. Resolusi ini secara langsung membangkitkan semangat perlawanan masyarakat, terutama di Jawa Timur, yang kemudian dikenal dengan pertempuran Surabaya pada 10 November 1945.

Setelah Resolusi Jihad dikeluarkan, ribuan santri dan pemuda Muslim dari berbagai wilayah berkumpul di Surabaya untuk melawan tentara Sekutu yang berusaha merebut kota tersebut. Pertempuran Surabaya menjadi salah satu peristiwa paling heroik dalam sejarah Indonesia, di mana rakyat Indonesia bertempur dengan penuh semangat meski kalah dalam hal persenjataan.

Bung Tomo, salah satu tokoh penting dalam pertempuran tersebut, dengan lantang mengobarkan semangat jihad yang telah didengungkan oleh para ulama dan santri. Pertempuran ini berakhir dengan ribuan korban jiwa dari pihak Indonesia, tetapi menjadi simbol kuat dari semangat perlawanan rakyat Indonesia yang tidak ingin kembali dijajah. Hari Pahlawan yang diperingati setiap tanggal 10 November juga tidak bisa dilepaskan dari semangat jihad yang dikeluarkan melalui Resolusi Jihad 22 Oktober.

Presiden Joko Widodo mengakui peran santri dan ulama dalam sejarah perjuangan kemerdekaan dengan menetapkan 22 Oktober sebagai Hari Santri. Melalui Keputusan Presiden Nomor 22 Tahun 2015, peringatan ini menjadi pengingat bagi seluruh bangsa Indonesia akan pentingnya peran santri dalam menjaga dan mempertahankan kemerdekaan, serta menegaskan bahwa santri tidak hanya berkutat di bidang keagamaan, tetapi juga memiliki kontribusi besar dalam bidang sosial, politik, dan kebangsaan.

Hari Santri juga menjadi momentum untuk mengingatkan bahwa Islam di Indonesia adalah Islam yang ramah, toleran, dan mendukung persatuan bangsa. Santri sejak masa perjuangan kemerdekaan hingga sekarang terus menunjukkan komitmen mereka terhadap keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dan menjaga kedamaian serta harmoni di tengah keragaman budaya dan agama.

Dalam konteks modern, peran santri semakin luas. Mereka tidak hanya terlibat dalam kegiatan keagamaan, tetapi juga berperan aktif dalam berbagai bidang, seperti pendidikan, politik, ekonomi, dan teknologi. 

Pesantren, sebagai lembaga pendidikan khas Indonesia, telah melahirkan banyak tokoh besar yang berkontribusi dalam pembangunan bangsa. Nilai-nilai yang diajarkan di pesantren, seperti kejujuran, kesederhanaan, dan semangat kebersamaan, menjadi fondasi bagi santri dalam menghadapi tantangan zaman.

Melalui peringatan Hari Santri, diharapkan para santri dan seluruh komponen bangsa dapat terus menjaga semangat jihad dalam konteks yang lebih luas, yaitu jihad untuk membangun peradaban, memperkuat persatuan bangsa, dan memajukan Indonesia.

***

*) Oleh : Asep Suriaman, S. Psi., Direktir Eksekutif Pusat Studi Demokrasi dan Kebijakan Publik.

*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggung jawab penulis, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi timesindonesia.co.id

*) Kopi TIMES atau rubrik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.

*) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]

*) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim apabila tidak sesuai dengan kaidah dan filosofi TIMES Indonesia.

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.



Editor : Hainorrahman
Publisher : Sholihin Nur

TERBARU

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES