Pendidikan Moral Pancasila, Kunci Membentuk Karakter Bangsa
TIMESINDONESIA, JOMBANG – Pendidikan Moral Pancasila (PMP) merupakan salah satu pilar penting dalam sistem pendidikan Indonesia. Dalam sejarahnya, PMP menjadi instrumen untuk menanamkan nilai-nilai dasar yang terkandung dalam Pancasila kepada generasi muda.
Pada dasarnya, PMP bertujuan untuk membentuk karakter yang berlandaskan pada moral dan etika, selaras dengan nilai-nilai yang diyakini oleh bangsa Indonesia. Sayangnya, seiring perubahan zaman, PMP mengalami berbagai perubahan dan sempat dihapus dari kurikulum nasional, hingga kini menjadi diskusi penting mengenai pentingnya revitalisasi kurikulum pendidikan moral di sekolah-sekolah.
Advertisement
Pendidikan Moral Pancasila diperkenalkan pertama kali pada tahun 1975 sebagai bagian dari kurikulum pendidikan dasar dan menengah di Indonesia. Mata pelajaran ini bertujuan untuk menanamkan kesadaran dan penghayatan terhadap nilai-nilai Pancasila sebagai dasar negara dan ideologi bangsa.
PMP mengajarkan siswa tentang pentingnya menjunjung tinggi kemanusiaan, persatuan, keadilan sosial, serta peran individu dalam masyarakat yang berlandaskan nilai-nilai ke-Tuhanan dan demokrasi.
Namun, pada pertengahan 1990-an, PMP mulai dihapus dari kurikulum nasional dan digantikan dengan Pendidikan Kewarganegaraan (PKn). Banyak yang berpendapat bahwa penghapusan PMP berpengaruh terhadap menurunnya moralitas dan etika generasi muda.
Saat itu, terjadi pergeseran fokus dari pengajaran nilai-nilai moral dan Pancasila menjadi lebih administratif dan formal, yang pada akhirnya mengurangi ruang bagi pembahasan nilai-nilai dasar dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Seiring dengan perkembangan globalisasi, tantangan moral dan sosial yang dihadapi oleh generasi muda semakin kompleks. Di tengah kemajuan teknologi dan arus informasi yang begitu cepat, nilai-nilai luhur Pancasila sering kali terpinggirkan oleh pengaruh budaya luar dan gaya hidup modern yang cenderung mengedepankan individualisme.
Kondisi ini menimbulkan keprihatinan, karena semakin banyak kasus pelanggaran etika, penurunan rasa kebersamaan, dan semakin menguatnya sikap intoleransi di tengah masyarakat.
Dalam konteks ini, Pendidikan Moral Pancasila sangat relevan untuk diperkenalkan kembali di dunia pendidikan. PMP tidak hanya berperan dalam menanamkan kesadaran kebangsaan, tetapi juga mampu memperkuat moralitas generasi muda agar dapat menghadapi tantangan zaman dengan tetap berpegang teguh pada prinsip-prinsip dasar Pancasila. Dengan adanya pendidikan moral yang kuat, diharapkan muncul generasi yang mampu bersikap kritis namun tetap berlandaskan pada nilai-nilai luhur bangsa.
Pendidikan karakter telah menjadi salah satu topik utama dalam dunia pendidikan. Pendidikan Moral Pancasila memainkan peran kunci dalam pembentukan karakter anak bangsa, karena di dalamnya terkandung nilai-nilai moral yang bersifat universal, seperti kejujuran, tanggung jawab, kepedulian, dan disiplin. Dengan mempelajari PMP, siswa tidak hanya memahami Pancasila secara teoritis, tetapi juga didorong untuk menerapkan nilai-nilainya dalam kehidupan sehari-hari.
Misalnya, sila pertama Pancasila, "Ketuhanan Yang Maha Esa", mengajarkan pentingnya kehidupan yang berlandaskan agama dan kepercayaan kepada Tuhan, yang mendorong siswa untuk mengembangkan spiritualitas yang kuat.
Sila kedua, "Kemanusiaan yang Adil dan Beradab", mendorong siswa untuk menghargai hak-hak asasi manusia dan berlaku adil terhadap sesama. Melalui pendidikan ini, siswa diajak untuk berpikir kritis mengenai bagaimana mereka dapat berperan dalam menciptakan masyarakat yang lebih harmonis dan adil.
Selain itu, Pendidikan Moral Pancasila juga menanamkan nilai-nilai toleransi dan persatuan yang sangat dibutuhkan di Indonesia sebagai negara yang terdiri dari berbagai suku, agama, ras, dan golongan.
Pendidikan ini membekali siswa dengan kemampuan untuk memahami perbedaan sebagai kekayaan bangsa, bukan sebagai sumber konflik. Di tengah meningkatnya isu-isu intoleransi, PMP menjadi benteng penting dalam menjaga persatuan dan kesatuan bangsa.
Saat ini, banyak kalangan yang menyerukan agar Pendidikan Moral Pancasila kembali diajarkan secara serius di sekolah-sekolah. Namun, pembaharuan PMP harus dilakukan dengan pendekatan yang relevan dengan perkembangan zaman. Pengajaran PMP tidak boleh hanya sebatas hafalan atau teori, melainkan harus diintegrasikan dengan pendekatan-pendekatan praktis yang mengajak siswa untuk berpikir kritis dan reflektif.
Pendidikan berbasis proyek (project-based learning) misalnya, dapat menjadi salah satu cara untuk menerapkan nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan nyata, seperti melalui kegiatan sosial atau proyek-proyek kemasyarakatan yang melibatkan siswa.
Selain itu, peran guru sangat penting dalam keberhasilan Pendidikan Moral Pancasila. Guru bukan hanya sebagai penyampai materi, tetapi juga harus menjadi teladan dalam menjalankan nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan sehari-hari. Dengan demikian, siswa tidak hanya belajar dari teori, tetapi juga dari contoh nyata yang diberikan oleh guru mereka.
Pendidikan Moral Pancasila adalah pondasi penting dalam membentuk karakter generasi muda Indonesia. Di tengah tantangan globalisasi dan modernisasi, nilai-nilai Pancasila harus terus diajarkan dan diinternalisasikan kepada siswa agar mereka memiliki landasan moral yang kuat dalam menghadapi berbagai perubahan dan tantangan.
Melalui PMP, diharapkan akan lahir generasi yang tidak hanya cerdas secara intelektual, tetapi juga memiliki moralitas yang tinggi, peduli terhadap sesama, dan berkontribusi aktif dalam menjaga persatuan serta keadilan di negeri ini.
***
*) Oleh : Tanjudan Sukma Winata, M.Pd., Guru SDN Mojotrisno.
*)Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggungjawab penulis, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi timesindonesia.co.id
____________
**) Kopi TIMES atau rubik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.
**) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]
**) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim.
**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.
Editor | : Hainorrahman |
Publisher | : Lucky Setyo Hendrawan |