Kopi TIMES

Reaktualisasi Resolusi Jihad Gen Z Menyongsong Indonesia Emas 2045

Senin, 28 Oktober 2024 - 11:31 | 48.10k
Prof. Dr H. Nur Stan, MSi., Guru Besar Sosiologi UIN Sunan Ampel Surabaya
Prof. Dr H. Nur Stan, MSi., Guru Besar Sosiologi UIN Sunan Ampel Surabaya
Kecil Besar

TIMESINDONESIA, SURABAYA – Kita merasa sangat senang, sebab HSN telah menjadi bagian dari upaya untuk memberikan reward bagi para santri dari berbagai kalangan. Status dan asal daerah untuk merasakan bahwa pesantren, Kiai dan santrinya telah memberikan kontribusi yang nyata dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. 

Tidak hanya di pesantren, Kementerian Agama dengan berbagai institusi pendidikannya. Akan tetapi juga di Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan dengan berbagai institusi pendidikannya. MI/SD, MTs/SMP, MA/SMA.SMK, perguruan tinggi keagamaan dan masyarakat merayakan HSN dengan gegap gempita. 

Advertisement

Tidak hanya upacara di lapangan, tetapi juga dengan kegiatan ilmiah, kegiatan keagamaan dan berbagai kompetisi dan festival untuk merayakan HSN. Sungguh apresiasi sangat luar biasa. 

Dari judul di atas, ada tiga hal yang sangat penting untuk kita pahami, yaitu: Pertama, reaktualisasi resolusi jihad. Jihad merupakan konsep yang sangat debatable. Ungkapan yang menjadi perdebatan dari dahulu sampai sekarang, dalam aras local maupun internasional. 

Jihad bisa bermakna perang tetapi juga bermakna perdamaian. Bisa bermakna kekerasan sampai kelembutan. Jihad menjadi mantra sakti untuk menggerakkan seseorang dalam peperangan. Jihad bisa meniadakan ketakutan. Jihad menjadi kata untuk mensupport keberanian yang tiada tara. 
  
Jihad sebagaimana dipahami oleh ahli tafsir “radikal”, selalu dimaknai perang. Disebut sebagai perang offensive. Perang di mana saja dan kapan saja, di kala dilihat dari sudut pandangnya terdapat kemungkaran. Enyahkan sumber kemungkarannya tanpa memperdulikan siapa saja yang ada di dalam dan sekitarnya, misalnya Pengeboman di Bali tahun 12/10/2002, yang ternyata korbannya tidak hanya orang Barat, kebanyakan Australia, tetapi juga penduduk local dalam berbagai agama dan keyakinannya. 

Semua yang ditafsirkan sebagai agen Barat harus dilenyapkan. Hotel, Mapolres, Mall, dan sebagainya yang ditafsirkan sebagai mengandung ekses kebijakan Barat merupakan musuhnya dan wajib dihancurkan atau diperangi. Jihad hanya dimaknai satu kata, perang. Yang ditujukan untuk melenyapkan kepentingan barat. 

Sementara juga ada yang menafsirkan bahwa jihad merupakan upaya yang sangat serius untuk mencapai tujuan keagungan. Tujuan tidak menghalalkan segala cara, tetapi tujuan yang maslahah harus dilakukan dengan cara maslahah pula. Jihad bukan tujuan tetapi jihad adalah instrument, sedangkan tujuan utama atau ultimate goal adalah keridhaan Allah SWT. 

Perang bukan tujuan tetapi perang hanyalah instrument. Harakah jihadiyah dilakukan kala memang barada di dalam nuansa peperangan. Seperti resolusi jihad harus dilakukan dalam kondisi negara dan masyarakat memang membutuhkannya. Tidak ada jalan lain. Kala Hadratusy Syekh KH. Hasyim Ay’ari menyerukan jihad kepada umat Islam, karena negara dalam keadaan genting dan semua harus membantu baik dalam fisik, jiwa dan materi. 

Resolusi jihad merupakan pemikiran brilian dari para Kyai di bawah komando Hadratus Syekh Hasyim Asy’ari dan peristiwa ini menjadi momentum bagi bangkitnya kesadaran umat Islam untuk melawan Belanda. Peristiwa heroic 10 November 1945 menjadi bukti betapa dahsyatnya seruan jihad bagi umat Islam untuk mengusir Belanda dan tentara Sekutunya.

Tetapi tafsir jihad dengan perang bukan satu-satunya. Jihad juga harus tetap dilakukan untuk menjadi instrument bagi kehidupan berbangsa dan bernegara. NU meneguhkan bahwa jihad merupakan upaya untuk menjaga dan mengembangkan Islam rahmatan lil alamin sesuai dengan penafsiran ulama salaf yang saleh yang ingin membumikan Islam sesuai dengan karakter lokalitas yang menjadi tempat berpijak umat Islam. Mengembangkan prinsip Keislaman, Keindonesiaan dan kemoderenan.

Kedua, masyarakat Indonesia sedang mengalami tantangan luar biasa, terutama umat Islam. Tantangan tersebut adalah semakin menguatnya artificial intelligent, yang ke depan akan dapat menjadi pesaing bagi manusia. Dengan diciptakannya robot Artificial Intelligent, maka banyak pekerjaan yang akan diambil alih oleh robot. 

Pekerjaan-pekerjaan yang selama ini menjadi lahan bekerja bagi manusia akan bisa digantikan oleh robot pintar. Selain itu juga tantangan Augmanted Reality (AR), yang dapat menghadirkan realitas berlipat dan dapat mempertemukan manusia antar waktu dan tempat dalam satu realitas kekinian. 

Misalnya, Elvis Presley yan sudah meninggal dan menyanyi bersama dengan anaknya, Lisa Presly, dalam satu moment yang kekinian. AR dapat dijadikan sebagai program pembelajaran yang memadai. Tidak ketinggalan juga Big Data, yang dapat memberikan kemudahan dalam program pencarian, klasifikasi dan kategorisasi atas berbagai data dalam jumlah milyaran dalam waktu yang terhitung.  

Generasi Z sedang berada di era ini. Sebuah era yang menawarkan kemudahan tetapi juga kerumitan. Gen Z akan dapat memperoleh informasi dengan cepat dan tepat hanya dengan menggunakan aplikasi yang sudah tersedia. Untuk belajar, misalnya dapat digunakan Google Search atau ChatGPT atau lainnya. 

Hanya saja mereka harus memiliki kecerdasan bermedia social atau literasi media social yang memadai. Gen Z harus bisa memilah dan memilih mana konten yang benar dan baik dan konten yang salah dan tidak bermanfaat. HP dapat menjadi instrument kebaikan dan kemungkaran. 

Di dalam HP ada pesan kebaikan dan ada pesan keburukan. Silahkan dipilih dan dipilah agar kita tidak jatuh pada perilaku menyimpang. Termasuk menghindari konten radikalisme yang juga sedang berebut otoritas di media social. 

Ketiga, Gen Z harus memiliki empat kompetensi atau four competency yang disingkat Four C, yaitu: Critical thinking and problem solving, creativity and innovation, communications and collaborations. Gen Z harus memiliki kemampuan untuk berpikir kritis tetapi konstruktif. 

Berpikir kritis tetapi dimanfaatkan untuk kepentingan nusa, bangsa dan agama. Bukan untuk kepentingan ideologi yang tidak jelas juntrungannya. Misalnya berpikir kritis untuk menggantikan ideologi bangsa, Pancasila, dengan ideologi keagamaan, misalnya ideologi Islam. 

Berpikir kreatif dan inovatif, yaitu memiliki kemampuan untuk mengembangkan potensi kreatif di dalam dirinya untuk mendapatkan inovasi baru yang bermanfaat untuk diri dan masyarakat. Kemampuan kreatif dan inovatif terkait dengan bakat, tetapi juga bisa dioptimalkan melalui pendidikan dan pelatihan. 

Jika genzi berkeinginan untuk mengembangkan talentanya, maka salah satu yang penting untuk dikembangkan adalah melalui program pendidikan dan pelatihan. 

Kaum milenial harus memiliki kemampuan untuk berkomunikasi. Siapa yang menguasai komunikasi di era digital, maka dirinyalah yang akan menguasai dunia ini. Kemampuan berbahasa, kemampuan untuk menyampaikan gagasan, ide, pikiran dalam komunikasi verbal, komunikasi non verbal dan sebagainya sangat menentukan terhadap keberhasilan yang bersangkutan. 

Yang terakhir adalah kemampuan untuk berkolaborasi. Kemampuan kerja sama sangat dominan di era digital. Nyaris semua orang yang berhasil disebabkan oleh kemampuannya untuk bernegosiasi, berkomunikasi dan berkolaborasi. Sekarang eranya kerja tim dan bukan kerja individu. 

Untuk mereaktualisasikan hal ini, maka genzi NU harus memasuki pendidikan yang berkualitas, bekerja yang optimal, bekerja sama dengan para ahli dalam kapasitasnya masing-masing agar pikiran kreatif dan inovatif akan dapat diaktualkan. 

Jihad bukan bermakna perang terutama di era damai. Jihad harus dimaknai sebagai upaya untuk berusaha secara sungguh-sungguh berbasis pada talenta yang dipadukan dengan berpikir kritis, kreatif dan dibarengi dengan kemampuan komunikasi dan kolaborasi.  

Gen Z NU harus optimis bahwa masa depan Indonesia itu berada di tangannya. Maka Genzi NU harus tetap berada di dalam konteks Keislaman, Keindonesiaan dan Kemoderenan. 

***

*) Oleh : Prof. Dr. H. Nur Stan, MSi., Guru Besar Sosiologi UIN Sunan Ampel Surabaya.

*)Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggungjawab penulis, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi timesindonesia.co.id

*) Kopi TIMES atau rubik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.

*) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]

*) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim.

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.



Editor : Hainorrahman
Publisher : Sholihin Nur

TERBARU

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES