Kopi TIMES

Hilangnya Kebebasan Mahasiswa dalam Mengkritik Pemerintah: Apakah Indonesia Akan Kembali ke Masa Orde Baru?

Kamis, 31 Oktober 2024 - 05:43 | 21.52k
Ach. Nur Fairuzie, Ketua Dewan Perwakilan Mahasiswa Universitas Islam Malang (UNISMA).
Ach. Nur Fairuzie, Ketua Dewan Perwakilan Mahasiswa Universitas Islam Malang (UNISMA).

TIMESINDONESIA, MALANG – Mahasiswa telah lama dikenal sebagai agent of change, yang berperan penting dalam berbagai aspek kehidupan bernegara. Mereka memegang delapan peran utama:

1.      Agent Perubahan

Advertisement

2.      Pemimpin Masa Depan

3.      Penjaga Nilai

4.      Kontrol Politik

5.      Penyambung Lidah Pemerintah

6.      Analis Masalah

7.      Pendidik dan Mentor

8.      Pemberdaya Masyarakat

Namun, setelah melihat kejadian beberapa hari yang lalu, peran mahasiswa dalam hal kontrol politik dan analisis masalah di pemerintahan tampak kian terpinggirkan. Kebebasan mereka untuk mengkritik pemerintah, misalnya, semakin terbatas. Contoh terbaru adalah kasus pembekuan Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Airlangga, yang mengirimkan karangan bunga sebagai ekspresi kekecewaan mereka terhadap fenomena Pemilu 2024 dalam bentuk karya seni satire. Tak lama setelah karangan bunga tersebut terlihat, BEM FISIP UNAIR langsung menerima surat panggilan dari dekanat, yang pada akhirnya memutuskan untuk membekukan BEM FISIP UNAIR. Keputusan cepat ini menunjukkan adanya intervensi pemerintah yang kuat terhadap birokrasi kampus.

Ketua Dewan Perwakilan Mahasiswa Universitas Muhammadiyah Jakarta, Ichal, menyatakan bahwa Pasal 28E ayat 3 UUD 1945 menjamin setiap warga negara untuk berkumpul, berserikat, dan mengemukakan pendapat. Apa yang dilakukan BEM UNAIR adalah hak yang dilindungi undang-undang. Dari segi norma, aksi BEM UNAIR merupakan bentuk ekspresi kekecewaan mahasiswa terhadap pelaksanaan kontestasi politik yang mengabaikan nilai-nilai demokrasi.

INFORMASI SEPUTAR UNISMA DAPAT MENGUNJUNGI www.unisma.ac.id

Sebagai mahasiswa, kita patut merasa prihatin dan kecewa. Kampus seharusnya menjadi laboratorium keilmuan, dan dekan sebagai pendidik sekaligus pemimpin fakultas semestinya hadir sebagai sosok yang mendidik dan mencerahkan.

Perkumpulan, perserikatan untuk mengemukakan persepsi harus tetap bebas tapi tidak luput dari etika, serta sudah dijamin dilindungi oleh pasal yang sudah di buat dan di tetapkan. dan tidak perlu khawatir apa yang terjadi setelah kita mengemukakan pendapat.

Sangat jelas bahwa mahasiswa berhak berpendapat dan mengkritik. Ketika dalam suatu pemerintahan tidak ada kritik, hal itu perlu dipertanyakan. Pemerintahan dijalankan oleh manusia, yang tentu tidak luput dari kesalahan. Tidak ada manusia yang sempurna.

Kini, kebebasan mahasiswa untuk mengkritik pemerintahan tampaknya benar-benar terpasung. Padahal, sudah jelas bahwa peran mahasiswa adalah sebagai kontrol politik. Kebebasan menyampaikan pendapat adalah hak dasar setiap manusia. Akankah Indonesia kembali ke masa Orde Baru, di mana setiap suara kontra terhadap pemerintah langsung dibungkam? Pertanyaan ini disampaikan oleh Fairuz, Ketua Dewan Perwakilan Mahasiswa Universitas Islam Malang (UNISMA).

Para aktivis kampus biasanya berdiskusi tentang pemerintahan, menyampaikan kritik, saran, hingga ide-ide cemerlang untuk kemajuan bangsa. Sebab, bangsa ini adalah milik kita bersama, sudah saatnya pemuda pemudi di era sekarang melek akan hal tersebut itu semua juga untuk menyongsong Indonesia emas bukan Indonesia cemas.

Ada pepatah yang mengatakan "no democracy without election" (tidak ada demokrasi tanpa pemilu) dan "no democracy without opposition" (tidak ada demokrasi tanpa oposisi). Jika kedua unsur ini dihilangkan, maka otoritarianisme akan tumbuh. Perlawanan terhadap pemerintah dalam negara demokrasi bukan hanya diperlukan, tetapi juga penting untuk menjaga keseimbangan kekuasaan. Menyoal "etika politik," pelaksanaan pemerintahan saat ini justru kerap mengabaikan etika tersebut, ujar Anisa, Ketua DPM FISIPOL Universitas Negeri Surabaya (UNESA).

Bercelanya lingkup demokrasi sudah seharusnya lengkap dan sangat kompleks, ada demokrasi harus ada pemilu, ada demokrasi maka harus ada oposisi, maka sempurnalah kerakyatan yang berada di Indonesia. selain itu  urgensi etika politik sangatlah penting, karena disamping itu etika  politik itulah yang menjadi benteng konflik  yang akan terjadi selanjutnya. ***

INFORMASI SEPUTAR UNISMA DAPAT MENGUNJUNGI www.unisma.ac.id

*)Penulis: Ach. Nur Fairuzie, Ketua Dewan Perwakilan Mahasiswa Universitas Islam Malang (UNISMA).

*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggung jawab penulis, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi timesindonesia.co.id

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.



Editor : Dhina Chahyanti
Publisher : Rochmat Shobirin

TERBARU

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES