Ketika Industri Meragukan Profesionalisme Generasi Z
TIMESINDONESIA, TANGERANG – Beberapa minggu yang lalu, media mengangkat berita terkait adanya beberapa perusahaan di Eropa dan Amerika yang enggan mempekerjakan Generasi Z dengan berbagai alasan, di antaranya tidak bisa berkomunikasi dengan rekan kerja yang lebih senior serta cenderung susah diajak kerja sama (teamwork).
Hal ini menarik untuk dibahas dan bisa menjadi bahan diskusi bagi dosen dengan mahasiswa di kampusnya masing-masing. Walaupun di antara dosen dan mahasiswa terlahir pada zaman yang berbeda, menarik untuk dijadikan tambahan materi perkuliahan pada mata kuliah tertentu yang berhubungan dengan sumber daya manusia.
Advertisement
Banyak Gen Z tumbuh dan berdampingan dengan teknologi serta media sosial yang membuat waktu mereka terbuang secara tidak produktif. Hal ini sangat disayangkan bila waktu dihabiskan hanya untuk membuka dan membuat konten TikTok, Instagram, dan media sosial lainnya secara tidak proporsional. Teman dekat yang seharusnya menjadi tempat bersosialisasi dan membangun komunikasi terbuang secara percuma.
Kemajuan teknologi membuat mereka memilih hidup bersama dirinya sendiri dengan smartphone masing-masing. Jika Generasi Z lebih banyak membuang waktu untuk sesuatu yang tidak produktif serta tidak mau meningkatkan daya saing dan mempelajari budaya kerja yang berlaku di perusahaan, tidak menutup kemungkinan akan terjadi penolakan yang sama dari perusahaan untuk mempekerjakan Generasi Z, seperti yang sudah terjadi di Eropa dan Amerika.
Dunia kerja membutuhkan calon karyawan berkualitas yang baik dengan kemampuan komunikasi yang baik terhadap siapapun, termasuk dengan atasan, mitra bisnis, serta lingkungan kerja. Bisnis selalu berkaitan antara departemen yang satu dengan yang lainnya, saling membutuhkan kerja sama secara tim. Jika ada satu karyawan yang tidak selaras dengan budaya perusahaan, hal ini akan menghambat kinerja perusahaan.
Program Merdeka Belajar Kampus Merdeka (MBKM) melalui magang industri bagi mahasiswa yang dicanangkan Menteri Pendidikan di era Presiden Jokowi sebenarnya bagus dan membantu dunia pendidikan untuk menciptakan sumber daya manusia yang berkualitas dan siap kerja. Sumber daya manusia yang bisa beradaptasi dengan dunia industri melalui praktik kerja secara langsung di bawah pengawasan karyawan senior, di mana mahasiswa belajar kerja dan budaya kerja suatu perusahaan.
Pada dasarnya, program ini bagus. Namun, karena jumlah peminat dan perusahaan yang dilibatkan tidak sebanding, program ini menjadi tidak maksimal walaupun sudah dibantu dengan magang di luar negeri seperti IISMA. Sebaiknya tempat magang selain perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Kementerian Pendidikan juga melibatkan perusahaan swasta.
Selain BUMN yang terbatas daya tampungnya, bukan menjadi rahasia umum jika mahasiswa yang diterima magang BUMN masih didominasi oleh mahasiswa dari perguruan tinggi negeri (PTN).
Maka ada baiknya program magang ini melibatkan banyak perusahaan swasta agar lebih banyak mahasiswa yang mengikuti dan memiliki pengalaman kerja melalui magang industri yang bermanfaat bagi mahasiswa. Terbukti mahasiswa peserta program magang ini banyak mendapatkan tawaran bekerja dengan gaji yang lebih baik.
Berdasarkan hasil survei yang dilakukan Kementerian Pendidikan, mahasiswa yang ikut serta dalam magang BUMN mendapatkan gaji yang lebih baik dibandingkan mahasiswa fresh graduate lainnya. Ini membuktikan bahwa soft skill yang diperoleh mahasiswa selama magang menjadi nilai tambah bagi diri mereka serta meningkatkan daya saing yang bersangkutan.
Selain teamwork dan kemampuan komunikasi, soft skill lain yang harus dimiliki mahasiswa dalam menghadapi persaingan dunia kerja adalah kemampuan mengatur waktu (time management). Kemampuan ini sangat penting ketika kita terjun di dunia kerja yang sebenarnya, di mana kita tidak boleh menunda pekerjaan, apapun alasannya.
Perusahaan menganggap karyawan harus memiliki inisiatif dan mampu mengatur waktu serta tanggung jawab atas pekerjaannya. Apakah Generasi Z memiliki kemampuan komunikasi, teamwork, dan bisa mengatur waktu?
Menjadi tugas kita bersama sebagai dosen untuk mendidik mahasiswa dalam mempersiapkan diri meningkatkan kemampuan soft skill melalui organisasi kemahasiswaan di kampus untuk mendapatkan pengalaman bekerja sama, saling berinteraksi, dan berkomunikasi. Sesungguhnya, Tuhan tidak akan merubah nasib suatu kaum sebelum mereka mengubah keadaan diri mereka sendiri.
***
*) Oleh : Sugiyarto, S.E., M.M., Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Pamulang.
*)Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggungjawab penulis, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi timesindonesia.co.id
____________
**) Kopi TIMES atau rubik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.
**) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]
**) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim.
**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.
Editor | : Hainorrahman |
Publisher | : Lucky Setyo Hendrawan |