Sayuran Indigenous sebagai menu Program Makan Bergizi Gratis
TIMESINDONESIA, YOGYAKARTA – Sayuran indigenous dikatakan berpotensi sebagai sayuran alternatif karena kaya akan gizi dan manfaat. Sayuran indigenous atau sayuran asli daerah setempat yang ada di penjuru Indonesia biasanya tumbuh secara alami dan diolah menjadi makanan sejak dahulu kala oleh masyarakat lokal.
Karena dimanfaatkan oleh masyarakat lokal, maka sayuran indigenous sering disebut sayuran lokal yang dijumpai di suatu daerah dan dimanfaatkan sebagai sumber pangan bagi masyarakat lokal yang kemudian diwariskan dari generasi tua ke generasi muda.
Advertisement
Dalam perkembangannya, sayuran indigenous berasal juga dari sayuran non-indigenous. Sayuran non-indigenous ini telah beradaptasi di daerah tertentu, tumbuh dan berkembang di daerah itu dan kemudian dimanfaatkan oleh masyarakat lokal sejak dulu dan terus menerus sehingga sayuran non-indigenous dianggap sebagai sayuran indigenous.
Sayuran indigenous biasanya tumbuh secara alami di pekarangan rumah, di kebun masyarakat, di rawa, pematang sawah dan di hutan secara alami. Namun, di daerah tertentu sayuran indigenous sengaja ditanam oleh masyarakat lokal dan dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan keluarga.
Sayuran indigenous memiliki potensi karena mampu beradaptasi pada kondisi lingkungan yang beragam yaitu pada bermacam tipe tanah, kondisi iklim yang tidak menentu dan dapat tumbuh pada kondisi tanah yang kurang subur. Sayuran indigenous juga dapat tumbuh dengan baik tanpa pemeliharaan dan perawatan khusus.
Secara garis besar spesies sayuran indigenous dapat dikelompokkan menjadi tiga macam yaitu sayuran daun, sayuran buah dan sayuran polong. Beberapa contoh sayuran daun indigenous adalah kenikir (Cosmos caudatus), kemangi (Ocimum basilium), katuk (Sauropus androgynus) dan antanan/pegagan (Centella asiatica).
Beberapa contoh sayuran buah indigenous adalah paria (Momordica charantia), oyong/emes/gambas (Luffa acutangula), labu air (Lagenaria leucantha), dan baligo (Benincasa hispida). Sedangkan sayuran polong indigenous adalah kecipir/jaat (Psophocarpus tetragonolubus), dan koro roay/ketopes (Dolichos lablab).
Pemanfaatan sayuran indigenous yaitu salah satu alternatif solusi permasalahan malnutrisi, pengganti sumber gizi, dan mengatasi kelaparan yang sesuai dengan tujuan pembangunan berkelanjutan yaitu menghilangkan kelaparan, mencapai ketahanan pangan dan gizi yang baik, serta meningkatkan pertanian berkelanjutan (SDG2). Itu sebabnya adanya Program Makan Bergizi Gratis yang digagas oleh Presiden Prabowo Subianto sebagai dukungan tercapainya Sustainable Development Goals.
Salah satu bahan makanan bergizi dapat ditemukan dalam sayur-sayuran. Sumber nutrisi dalam sayuran indigenous yaitu protein, lemak, karbohidrat, serat, senyawa antioksidan, mineral (P, Ca, Fe, Na, K), dan Vitamin (A, B1, dan C). Selain itu, sayuran yang tumbuh alami, tanpa pemeliharaan dan perawatan khusus lebih aman dikonsumsi karena tanpa pestisida.
Oleh karena itu, diharapkan pada Program Makan Bergizi Gratis, salah satu menu yang disajikan adalah sayuran indigenous sehingga membantu meringankan beberapa defisiensi gizi anak-anak Indonesia.
Indonesia memiliki keanekaragaman hayati yang melimpah, sehingga tentulah ketersediaan bahan pangan untuk memenuhi kehidupan sehari-hari dapat diambil di alam termasuk sayuran indigenous. Masyarakat lokal memanfaatkan sayuran indigenous sebagai sumber pangan harian mereka. Saya mencuplik beberapa daerah di Indonesia yang sampai saat ini masih dan terus melestarikan sayuran indigenous untuk keperluan gizi keluarga dan menambah pendapatan keluarga.
Tercatat 10 spesies sayuran indigenous di Aceh Selatan dan Aceh Barat Daya yang paling banyak dimanfaatkan oleh masyarakat yaitu nangka, kabau (jengkol hutan), kecombrang, daun paku, paku kelakai, rebung, talas, rebung jepang, paku sayur dan kangkung air.
Di Jawa Barat, sayuran indigenous antara lain katuk, kemangi, poh-pohan, paria, kecipir/jaat, oyong/gambas/emes, labu, koro/roay, dan sebagainya. Sayuran tersebut diolah dengan cara dimasak, masyarakat juga memanfaatkan secara langsung sebagai lalapan. Pemanfaatan sayuran tersebut perlu tetap dilestarikan karena masyarakat bukan hanya memanfaatkannya sebagai sayuran tetapi masyarakat memanfaatkannya sebagai bahan obat tradisional.
Di Kabupaten Bogor, Cianjur dan Tasikmalaya terdapat empat sayuran indigenous utama yakni genjer, kenikir, leunca dan poh-pohan yang ditanam petani secara intensif dan semi intensif, dijual dipasar oleh pedagang dan dikonsumsi oleh masyarakat setempat.
Di Kabupaten Karawang terdapat sayuran indigenous seperti kenikir, kemangi, katuk, beluntas, kelor, paria, gambas, leor (waluh hijau), leunca, ketopes (koro), dan kecipir. Kabupaten Purwakarta terdapat sayuran indigenous seperti sayuran daun (kenikir, katuk, kelor, kemangi), dan sayuran buah (oyong, leor, jaat, paria, koro, kacang pedang, koro benguk, baligo, kecipir).
Spesies-spesies sayuran indigenous yang tersebar di beberapa subsistem di Karanganyar yaitu sintrong, loseh, tempuh wiyang, pegagan, krokot, kenikir, sawi tanah dan selada air. Spesies-spesies sayuran ini tersebar di subsistem sawah, tegal sayur, serta tegal ketela rambat.
Di pasar tradisional Martapura Kalimatan Selatan, pedagang menjual sayuran indigenous antara lain genjer, kangkung air, kalakai, supan-supan, sulur keladi, dan batang talipuk. Semua sayuran indigenous tersebut diambil langsung dari alam yang berarti bahwa sayuran ini tidak dibudidaya.
Di Maluku ditemukan sayuran indigenous yang digemari adalah daun matel maraya, matel pohon, katuk, pakis sayur, rabong, bunga papaya, daun kasbi, daun kelor dan daun ganemu. Spesies sayuran indigenous di hutan papua antara lain melinjo, rebung, paku, pakis, kecipir, labu, buah merah, jamur, gohi dan gedi.
Sayuran indigenous di atas dapat menjadi daftar ajuan sayuran dalam menu program makan bergizi di masing-masing daerah. Alam Indonesia mendukung ketersediaan sayuran indigenous yang mampu beradaptasi terhadap lingkungan yang ada. Hal ini berarti bahwa sayuran indigenous melimpah di alam.
Masyarakat Indonesia tinggal memanen, memanfaatkan dan melestarikan saja. Pemanfaatan sayuran indigenous berperan untuk mengatasi gizi di Indonesia. Sehingga diharapkan di tahun 2030 semua masyarakat Indonesia tercukupi gizinya, sehat, dan tidak ada lagi orang yang lapar.
Ketersediaan sayuran indigenous diharapkan dapat tersaji dalam menu Program Makan Bergizi Gratis yang digagas oleh Presiden Prabowo. Program ini akan dilaksanakan mulai 2 januari 2025 dan memprioritaskan di daerah 3T di tahun pertama Presiden Prabowo Subianto memimpin negara ini, dan diharapkan terus berlanjut sehingga anak-anak Indonesia terpenuhi gizinya, sehat, cerdas dan berkualitas. Dari Yogyakarta untuk Indonesia.
***
*) Oleh : Dece Elisabeth Sahertian, Mahasiswa Program Studi Doktor Biologi Fakultas Biologi Universitas Gadjah Mada.
*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggung jawab penulis, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi timesindonesia.co.id
*) Kopi TIMES atau rubrik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.
*) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]
*) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim apabila tidak sesuai dengan kaidah dan filosofi TIMES Indonesia.
**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.
**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.
Editor | : Hainorrahman |
Publisher | : Rizal Dani |