
TIMESINDONESIA, INDRAMAYU – Prabowo resmi menjadi presiden RI menggantikan presiden sebelumnya, Jokowi. Persiden ke-8 itu dilantik pada tanggal 20 Oktober 2024 yang lalu dalam sidang paripurna MPR. Bersama Gibran, Prabowo disumpah guna mengemban amanat memimpin Indonesia lima tahun ke depan.
Seolah tancap gas, malam harinya presiden Prabowo mengumumkan kabinetnya. Kabinet yang diberi nama kabinet merah putih itu terdiri dari 136 orang meliputi 48 Menteri, 56 wakil Menteri, 5 orang kepala lembaga, 1 ketua dewan, 26 orang lainnya adalah Ketua Mahkamah Agung, Utusan Khusus Presiden, hingga Staf Khusus Presiden. Keesokan harinya mereka dilantik oleh Prabowo.
Advertisement
Kabinet Merah Putih Prabowo dipandang terlalu “gemoy” oleh banyak pihak. Terlalu besar untuk sebuah negara seperti Indonesia. Prabowo pun mendapat sorotan tajam dalam hal penyusunan kabinet tersebut. Ada yang menyebut terlalu besar sekadar untuk mengakomodir banyak kalangan yang dulu membantunya dalam pemenangan.
Ada lagi yang mengatakan kabinet ini menjadi jumbo karena menampung dua kepentingan yakni Jokowi dan Prabowo sendiri. Tak salah jika sebagian orang menyebutnya sebagai kabinet Prabowo rasa Mulyono. Ada 17 menteri Jokowi yang masuk sehingga dikatakan sebagai kabinet seken (baca:bekas).
Pro kontra terhadap lahirnya kabinet Merah Putih Prabowo tak terhindarkan. Hal ini sebagai kewajaran. Respon rakyat pasti beragam. Terlepas dari semuanya, sepatutnya kita memberikan kesempatan kabinet Merah Putih bekerja. Seratus hari ke depan publik bisa mengevaluasinya. Memberi penilaian.
Sekarang masyarakat luas sedang menanti, apa gebrakan kabinet Merah Putih? Apa akan ada perubahan? Adakah pergantian kebijakan seiring dengan pergantian menteri? Nah, ini sangat menarik untuk dikaji lebih jauh. Saya sendiri sebagai seorang pendidik dalam posisi harap-harap cemas.
Berharap dengan perbaikan, pembaharuan. Mencemaskan ketika menteri baru bersemangat sekadar ganti kebijakan. Menjadi rahasia umum menteri ganti kebijakan ganti, Ganti kebijakan sebatas mengejar proyek yang mendatangkan anggaran.
Terkait sektor pendidikan, Prabowo membaginya menjadi tiga kementerian, yakni Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen), Kementerian Pendidikan Tinggi dan Riset Tekhnologi dan Kementerian Kebudayaan. Sebelumnya hanya satu kementerian yaitu Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Tekhnologi (Kemendikbud Ristek).
Untuk Kemendikdasmen, Prabowo Subianto menunjuk Prof. Dr. Abdul Mu’ti M.Ed sebagai menteri. Abdul Mu’ti adalah sekretaris umum PP Muhammadiyah. Ia dikenal seorang cendikiawan muslim yang aktif dalam dunia pendidikan.
Sebagai akademisi ia merintis karier diawali sebagai dosen di IAIN Walisongo Semarang pada tahun 1993, kemudian 2013 pindah ke IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Pernah menjabat sebagai Ketua Badan Akreditasi Sekolah/Madrasah.
Ia meraih gelar Master of Education dari School of Education, Flinders University of South Australia di Adelaide (1997), mengikuti Short Course on Governance and Shariah the University of Birmingham UK (2005), dan meraih gelar Doktor dari Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta (2008).
Di tangan alumnus Fak. Tarbiyah IAN Walisongo Semarang tersebut persoalan pendidikan dasar dan menengah dipertaruhkan. Kebijakan-kebijakan menteri sebelumnya pun dipandang oleh banyak pihak perlu diganti, ditiadakan dan dihentikan.
Banyak isu yang berkembang di tengah masyarakat. Dari soal penghentian penerapan Kurikulum Merdeka, penghapusan PMM, menghentikan program guru atau sekolah penggerak, sampai peniadaan system zonasi dalam PPDB. Isu itu muncul akibat kekecewaan sebagian masyarakat terhadap kebijakan menteri sebelumnya.
Terkait dengan desakan pergantian kebijakan terkait beberapa hal di atas, Menteri asal Kudus itu menegaskan bahwa kita tidak akan buru-buru mengambil kebijakan apalagi memang ada polemik yang sekarang ini masih terus terjadi di masyarakat. Jadi kami ingin agar kebijakan Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah adalah kebijakan yang memang sesuai dengan apa yang menjadi arti rasa masyarakat.
Saya sangat setuju jika beliau tak gegabah mengganti, menghapus atau meniadakan beberapa program atau kebijakan menteri sebelumnya. Menurut hemat saya banyak hal yang baik, perlu dilanjutkan. Pertama, tentang Kurikulum Merdeka. Kurikulum Merdeka adalah kurikulum yang memberikan fleksibilitas dan berfokus pada materi esensial.
Kurikulum ini bertujuan untuk mengembangkan kompetensi peserta didik sebagai pelajar yang berkarakter Pancasila. Kurikulum yang telah diterapkan oleh menteri sebelumnya itu sebenarnya sangat baik dalam merespons kebutuhan murid saat ini.
Di tengah krisis moral, akhlak dan karakter sepantasnya jika pendidikan diarahkan pada pembentukan dan penguatan nial-nilai karakter. Kemudian sebagai bangsa pun kita mengalami kemerosotan dalam pengamalan nilai-nilai Pancasila. Maka sangat pas manakala karakter Pancasila menjadi orientasi utama Kurikulum Merdeka.
Proyek Penguatan Profil Pelajar Pancasila (P5) merupakan ikhtiar dalam penanaman, penguatan pengamalan nilai-nilai Pancasila. P5 merupakan kegiatan pembelajaran lintas disiplin ilmu yang mengamati dan mencari solusi mengenai masalah-masalah yang ada di sekitar.
Adapun dalam implementasinya memang ada kelemahan. Kita tak boleh menutup mata. Diantaranya adalah belum siapnya para guru memahami sepenuhnya kurikulum baru tersebut. Kenapa? Sebab mereka tidak difasilitasi seperti sebelumnya melalui diklat atau yang lainnya. Mereka diminta memahaminya secara mandiri dalam Platform Merdeka Mengajar (PMM). Sementara SDM guru harus diakui tidak semuanya siap untuk keperluan itu. Masih banyak di antara mereka yang gagap IT.
Menurut saya, ke depan Kemendikdasmen sepatutnya menyelenggarakan diklat atau yang sejenisnya kepada sebagian guru yang memang belum siap memanfaatkan IT dalam memahami kurikulum. Atau kedua cara digunakan, secara online guru dibimbing memanfaatkan PMM sementara secara offline mereka pun memperoleh diklat atau pembinaan secara langsung dari para pengawas, fasilitator atau para mentor IKM.
Kedua, guru dan sekolah penggerak. Program besutan mas Menteri merupakan sebuah terobosan yang layak dilanjutkan dan disempurnakan. Kedua program dalam satu kesatuan itu telah memotivasi guru untuk mengembangkan potensi dan bakat. Memacu mereka melakukan perubahan di sekolah masing-masing. Mendorong mereka melakukan perubahan dan menularkan praktik baik kepada yang lain.
Ada pandangan program guru penggerak melahirkan diskriminasi karena mereka dianggap dianakemaskan, mendapat perlakuan Istimewa. Mereka dapat menjadi kepala sekolah atau pengawas sekolah. Padahal usiia mereka relatif masih muda, yang lebih senior tidak bisa menjadi kepala sekolah karena tak memiliki sertifikat guru penggerak.
Persoalan di atas muncul karena ada batasan usia bagi guru yang bisa mendaftar Pendidikan Guru Penggerak yakni maksimal berusia 50 tahun. Ini membatasi keikutsertaan guru-guru senior. Namun persoalan ini sebenarnya sudah teratasi dengan keputusan MA yang menghapus batas usia tersebut di awal tahun lalu.
Ketiga, PMM. Platform Merdeka Mengajar merupakan media belajar guru. Di PMM guru bisa mengembangkan diri secara mandiri dan online, ada Pelatihan Mandiri, LMS, Bukti Karya dan lainnya. Dalam PMM tersedia berbagai fitur menarik yang dibutuhkan guru dalam menjalankan tugas mendidik seperti perangkat ajar, Asesmen Murid, CP/ATP dan lainnya.
Walhasil tidak sepatutnya ganti menteri ganti kebijakan. Tidak perlu merasa malu meneruskan apa yang sudah ada jika mendatangkan perbaikan. Belakangan Mendikdasmen menyampaikan banyak hal-hal menggembirakan pada para guru seperti janji kenaikan gaji 2 juta setiap guru pada tahun depan. Semoga ini tak sekadar janji, tapi menjadi bukti. Guru menanti gebrakan guna perbaikan kualitas pendidikan ke depan.
***
*) Oleh: Amirudin Mahmud, Pemerhati Sosial-Politik dan Keagamaan.
*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggung jawab penulis, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi timesindonesia.co.id
**) Kopi TIMES atau rubrik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.
**) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]
**) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim apabila tidak sesuai dengan kaidah dan filosofi TIMES Indonesia.
**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.
**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.
Editor | : Hainorrahman |
Publisher | : Rizal Dani |