Kopi TIMES

Kesejahteraan Petani Jawa Barat: di atas Kertas atau Realita?

Kamis, 07 November 2024 - 12:55 | 87.55k
Rr Vincie Apriany, SST, Statistisi Madya BPS Kab Bandung
Rr Vincie Apriany, SST, Statistisi Madya BPS Kab Bandung

TIMESINDONESIA, BANDUNG – Untuk mewujudkan Astacita kedua dari Presiden dan Wakil Presiden RI (Prabowo-Gibran), yaitu "Memperkuat sistem pertahanan keamanan negara dan mendorong kemandirian bangsa melalui swasembada pangan, energi, air, ekonomi kreatif, ekonomi hijau, dan ekonomi biru", maka kesejahteraan petani perlu mendapat perhatian. 

Kesejahteraan petani menjadi salah satu penanda penting keberhasilan pembangunan pertanian di suatu wilayah. Meskipun pemerintah meluncurkan berbagai program untuk mendukung petani, terdapat perbedaan antara data tertulis dan realitas di lapangan yang dirasakan oleh petani di seluruh wilayah termasuk di Jawa Barat.  

Advertisement

Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam memahami kesejahteraan petani seperti pendapatan dan harga komoditas pertanian. Meskipun harga komoditas pertanian seperti beras, sayuran, dan buah buahan tercatat stabil atau bahkan meningkat di pasaran, namun pendapatan yang diterima petani seringkali tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka. 

Menurut data BPS hasil Sensus Pertanian 2023 Tahap II di Jawa Barat, rata-rata pendapatan usaha pertanian perorangan adalah 32 ,35 juta rupiah per tahun yang menunjukkan tingkat kesejahteraan petani masih rendah. Salah satu penyebabnya adalah rantai distribusi yang panjang di mana sebagian besar keuntungan dinikmati oleh para pengepul dan tengkulak sehingga petani hanya mendapatkan sebagian kecil dari harga jual akhir.  

Hal berikutnya  yang perlu mendapat perhatian adalah kepemilikan tanah dan fragmentasi lahan yang menjadi faktor penyebab sebagian besar petani di Jawa Barat memiliki lahan pertanian yang kecil dan terbatas. Menurut catatan BPS rata-rata luas lahan pertanian yang digunakan usaha pertanian perorangan di Jawa Barat adalah 0,66 hektar dan sebanyak 2.639.310 petani di Jawa Barat termasuk dalam kategori Petani Skala Kecil atau petani yang mengelola lahan kurang dari 2 hektar.  

Ditambah lagi petani harus bersaing dengan kenaikan harga tanah akibat alih fungsi lahan menjadi kawasan industri atau perumahan, hal ini menyebabkan berkurangnya luas lahan dan mengancam keberlanjutan produksi pertanian. Akibatnya, petani kesulitan untuk mencapai skala ekonomi yang optimal, yang berdampak pada rendahnya kesejahteraan. 

Akses terhadap modal dan teknologi juga menjadi hal penting yang harus mendapat perhatian dalam meningkatkan kesejahteraan petani, dukungan pemerintah dalam bentuk bantuan modal atau teknologi pertanian modern memang ada, namun sering dikeluhkan tidak merata dan sulit diakses oleh petani kecil. 

Banyak petani di Jawa Barat masih menggunakan metode konvensional yang memerlukan biaya dan tenaga kerja tinggi, sehingga mengurangi margin keuntungan. Rendahnya literasi teknologi dan finansial menjadi tantangan besar dalam penerapan inovasi yang dapat meningkatkan hasil panen. 

Keterbatasan Infrastruktur pertanian juga menjadi hal yang harus mendapat perhatian, infrastruktur pertanian seperti irigasi, jalan desa, dan fasilitas penyimpanan hasil panen di Jawa Barat belum memadai. Hal ini mengakibatkan biaya produksi meningkat dan hasil panen tidak dapat disimpan dalam waktu lama, memaksa petani untuk menjual dengan harga rendah pada saat panen raya. 

Selain itu, buruknya akses ke pasar mengurangi daya tawar petani di pasar lokal maupun regional. Ketergantungan pada tengkulak dikarenakan keterbatasan akses ke pasar dan modal, banyak petani yang bergantung pada tengkulak untuk mendapatkan pinjaman. Namun, sistem ini sering merugikan petani karena bunga yang tinggi dan harga jual hasil panen yang sudah ditentukan tengkulak, sehingga petani tidak memiliki pilihan untuk menjual dengan harga yang menguntungkan. 

Kesehatan dan pendidikan keluarga petani juga menjadi hal yang tidak dapat diabaikan, kesejahteraan petani tidak hanya diukur dari aspek ekonomi, tetapi juga dari aspek lainnya seperti kesehatan dan pendidikan keluarga petani. Banyak keluarga petani yang tidak memiliki akses memadai terhadap layanan kesehatan dan pendidikan berkualitas, yang berdampak pada rendahnya kualitas hidup dan keterbatasan kesempatan untuk peningkatan kesejahteraan generasi selanjutnya.

Di atas kertas, kebijakan untuk menjaga lahan pertanian ada, namun implementasi di lapangan masih dirasa kurang optimal. Disinilah pemerintah dapat mengambil peran penting melalui berbagai program bantuan pemerintah dan subsidi, seperti subsidi pupuk, benih, dan asuransi pertanian, diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan petani. 

Namun, implementasi bantuan seringkali tidak merata, dan ada isu distribusi yang terkadang menyebabkan petani tidak menerima bantuan sesuai kebutuhan. Realitas ini menyebabkan kesenjangan antara kesejahteraan petani yang tercatat di laporan pemerintah dan yang dirasakan petani di lapangan.

Harga jual yang tidak stabil dan ketergantungan pada musim juga menjadi hal yang perlu mendapat perhatian, petani di Jawa Barat rentan terhadap fluktuasi harga komoditas, terutama komoditas yang sangat bergantung pada musim. Ketika hasil panen berlimpah, harga turun drastis, yang berakibat pada rendahnya pendapatan petani. Tanpa dukungan yang cukup, seperti kebijakan stabilisasi harga atau penyimpanan hasil panen, kesejahteraan petani tetap rentan.

Secara keseluruhan, kesejahteraan petani di Jawa Barat masih lebih banyak terlihat di atas kertas daripada realita. Banyak program pemerintah yang telah diluncurkan, tetapi implementasinya belum optimal untuk mendukung peningkatan kesejahteraan petani secara merata. Untuk mencapai kesejahteraan yang sebenarnya, diperlukan sinergi antara pemerintah, sektor swasta, dan masyarakat dalam menghadirkan solusi yang sesuai dengan kebutuhan petani di lapangan. (*)

***

*) Oleh : Rr Vincie Apriany, SST, Statistisi Madya BPS Kab Bandung.

*)Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggungjawab penulis, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi timesindonesia.co.id

*) Kopi TIMES atau rubik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.

*) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]

*) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim.

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.



Editor : Hainorrahman
Publisher : Sofyan Saqi Futaki

TERBARU

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES