Perempuan dan Politik: Mengintip Sosok Karolin Margret Natasa

TIMESINDONESIA, JAKARTA – Musim Pilkada tahun ini tersedia stok calon kepala daerah yang melimpah. Mereka datang dari latar belakang yang beragam. Dari sekian banyak calon kepala daerah, ada yang unik dan datang dari daerah pedalaman Kalimantan. Ia seorang perempuan beretnis Dayak bernama lengkap Karolin Margret Natasa yang biasa disapa dengan “Bu Karol”.
Dia unik karena peran dan kiprahnya yang melampaui “perempuan Dayak” pada umumnya yang identik dengan meladang. Ia juga seorang perempuan muda Dayak yang pemikirannya melampaui umumnya orang Dayak kebanyakan.
Advertisement
Awal karirnya sebagai dokter masyarakat sudah menunjukkan bahwa ia “bukan perempuan dayak biasa”. Tidak hanya itu, dalam perjalanannya ia berani berhenti sebagai dokter PNS karena cita-citanya untuk memberdayakan masyarakat lebih luas dengan menempuh berkiprah di dunia politik sebagai pengurus partai dan berhasil menduduki anggota DPR RI dan kepala daerah Kabupaten Landak Kalimantan Barat.
Membunuh Mitos Prempuan
Peran dan fungsi kaum perempuan di Indonesia di ranah publik terus mengalami kemajuan. Perbedaan kaum pria dan perempuan tidak lagi menjadi issu penting seperti masa-masa dulu. Di ranah pemerintahan, nama-nama yang kini berada dalam kabinet Indonesia Maju cukup disegani dan diperhitungkan tidak saja di dalam negeri. Tetapi cukup harum dan populer di manca negara. Sebut saja Sri Mulyani dan Retno Marsudi yang keduanya menjadi menteri keuangan dan luar negeri.
Peran dan kiprahnya cukup membanggakan. Keduanya memiliki kapasitas mumpuni tidak saja bagi pemerintah Indonesia tetapi bagi kepemimpinan dunia dalam berbagai forum dunia yang diikuti. Presiden perempuan pertama Megawati Soekarno Putri sering mempromosikan keduanya sebagai perempuan hebat yang dimiliki Indonesia sekarang.
Karolin, sebagai perempuan yang memiliki kesadaran berkemajuan, lambat laun berhasil mengalahkan mitos tentang perempuan, apalagi “perempuan Dayak” untuk berdiri sejajar dengan kaum pria tanpa kehilngan jati dirinya sebagai suami dan ibu dari anak-anaknya.
Lebih Jauh Mengenal Karolin
Di Propinsi Kalimantan Barat tidak banyak ditemukan perempuan yang memilih jalur politik sebagai pilihan karirnya. Karolin Margret Natasa Karol adalah pengecualian. Ia yang semula berprofesi sebagai dokter akhirnya menjatuhkan karir hidupnya di jalur politik dimana jalur ini selalu identik dengan kaum pria.
Maklum, jalur ini dalam banyak hal penuh dengan tantangan, intrik, konflik yang tidak mudah kaum perempuan berada di dalamnya. Hanya "perempuan pemberani" yang tertarik di bidang politik. Mungkin ia terlahir dari seorang ayah yang memang dikenal dengan motto: "Kalau takut jangan berani-berani dan kalau berani jangan takut-takut". Darah pemberani ayahnya yang pernah menjabat sebagai gubernur dua periode it barangkali yang memicunya.
Benar saja. Sejak ikut berkontestasi dalam pemilu 2009, ia berhasil meraih kursi mengagumkan dengan meraih suara terbanyak ketiga nasional. Bahkan pada pemilu tahun 2014 ia berhasil meraih kursi terbanyak nasional. Fakta ini membuktikan bahwa ia memiliki kemampuan bekerja di dunia politik. Tidak saja dalam pemilu legislatif.
Pada tahun 2014, ia memenangi pilkada langsung di Kabupaten Landak sebagai calon tunggal dengan perolehan suara 92 persen. Selama menjadi bupati tahun 2017-2022, ia banyak mendapat berbagai penghargaan baik dari pemerintah pusat maupun daerah.
Yang relevan dalam konteks ini adalah bahwa ia dinobatkan sebagai bupati perempuan terbaik se-Kalimantan dalam ajang Anugerah Perempuan Indonesia (API) ke VII Tahun 2022 kategori pemimpin bidang pemerintahan. Penghargaan tersebut diberikan oleh Yayasan Penerima Anugerah Perempuan Indonesia bekerjasama dengan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (P3A) Republik Indonesia yang berlangsung di Yogjakarta,
Karolin Style
Dalam acara di Kota Singkawang Kalbar, Karolin membeberkan bagiamana ia sebagai perempuan meniti karir di politik. Tiga hal yang harus dimiliki seorang perempuan diantaranya adalah: Pertama, rasa percaya diri. Memang, masih banyak perempuan di Indonesia yang memiliki pandangan tradisional bahwa kodrat perempuan itu di rumah sebagai "makhluk domestik".
Baginya, itu pandangan lama yang sudah banyak terkoreksi oleh perubahan zaman dan semakin terdidiknya kaum perempuan. Ia sendiri telah membuktikan berdasarkan pengalamannya sebagai legislator di Senayan dua periode. Pandangan inferior itulah yang sering menyebabkan kaum perempuan kurang percaya diri akan kemampuannya.
Kedua, aktif berorganisasi. Memang, dalam pekerjaan politik yang tidak mudah, mental menjadi aktivis itu diperlukan sebagai syarat mengelola aneka masalah. Berorganisasi adalah cara terbaik untuk melatih kemampuan leadership seseorang. Tanpa kecakapan itu, kiprahnya akan menjadi baisa-biasa saja.
Ketiga, dapat izin dari suami (jika sudah bersuami). Tips yang ketiga nampak bahwa Karolin tidak gegabah menjadi perempuan Indonesia yang masih menganut tata krama ketimuran. Bagaimanapun hebatnya perempuan, pengabdiannya sebagai isteri tetap harus dijalankan agar terjadi harmoni sebagai pasangan hidup.
Akhirnya, relasi perempuan dan politik, menjadi hubungan yang saling melengkapi sesuai dengan kebutuhan dan tetap dapat memelihara identitas ketimuran dan kearifan kearifan lokal. Karolin adalah salah satu contoh dari sekian banyak perempuan yang menjadi potret perempuan Indonesia modern.
Meskipun ia lahir sebagai "perempuan Dayak" yang sering dipersepsi sebagai komunitas atau suku yang terbelakang, ia mampu membuktikan sebagai perempuan yang tangguh meski berada dalam dunia yang penuh dengan badai.
***
*) Oleh : Abdul Mukti Ro’uf, Kolomnis, Dosen UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggung jawab penulis, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi timesindonesia.co.id
*) Kopi TIMES atau rubrik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.
*) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]
*) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim apabila tidak sesuai dengan kaidah dan filosofi TIMES Indonesia.
*) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.
**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.
Editor | : Hainorrahman |
Publisher | : Rizal Dani |