Kopi TIMES

Polemik Kampanye: Menafsir Sembako sebagai Politik Uang

Minggu, 17 November 2024 - 06:46 | 84.05k
Dr. Baharuddin, S.Pd., M.Pd., Dosen Universitas Muhammadiyah Enrekang (UNIMEN), Mantan Ketua KPU Kabupaten Enrekang dan Alumni Program Doktor Universitas Negeri Malang
Dr. Baharuddin, S.Pd., M.Pd., Dosen Universitas Muhammadiyah Enrekang (UNIMEN), Mantan Ketua KPU Kabupaten Enrekang dan Alumni Program Doktor Universitas Negeri Malang

TIMESINDONESIA, ENREKANG – Beberapa hari ini terjadi polemik terkait penyebarluasan logistik kampanye yang diduga dilakukan oleh Tim Kampanye salah satu pasangan calon (Paslon) Bupati dan Wakil Bupati di Kabupaten Enrekang. Dan berdasarkan informasi dari Bawaslu Kabupaten Enrekang, peristiwa beredarnya video penyebaran bahan kampanye diberbagai platform media sosial tersebut telah dilaporkan secara resmi ke Bawaslu Kabupaten Enrekang oleh seorang warga bernama Hendrianto Jufri.

Fenomena ini menarik untuk dicermati sebab pelaksanaan kampanye merupakan salah satu tahapan krusial dalam setiap penyelanggaraan Pemilu atau Pemilihan. Dalam konteks Pemilihan (baca: Pilkada), pelaksanaan kampanye merupakan tahapan ke-13 dari 18 tahapan yang ditetapkan oleh Komisi Pemilihan Umum melalui Peraturan KPU No. Tahun 2024 tentang Tahapan dan Jadwal Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Walikota dan Wakil Walikota Tahun 2024.

Advertisement

Pelaksanaan kampanye berlangsung sejak tanggal 25 September 2024 sampai dengan 23 November 2024, atau berakhir 3 hari sebelum hari pemungutan suara, hal ini diatur dalam Peraturan KPU Nomor 13 Tahun 2024 tentang Kampanye Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Walikota dan Wakil Walikota.

Pada pelaksanaan kampanye ini, regulasi telah memberikan garis-garis batasan ihwal yang bisa dilakukan dan tidak bisa dilakukan oleh Pasangan Calon atau Tim Kampanye. Termasuk yang dilarang antara lain menghina seseorang, agama, suku, ras, golongan, melakukan kampanye berupa menghasut, memfitnah, mengadu domba partai politik, perseorangan, dan/atau kelompok masyarakat, menggunakan kekerasan, ancaman kekerasan, atau menganjurkan penggunaan kekerasan kepada perseorangan, kelompok masyarakat, dan/atau partai politik. Begitu pula dengan melakukan kegiatan kampanye di luar jadwal yang telah ditetapkan oleh KPU.

Selain mengatur larangan, regulasi ini juga memberikan ruang yang luas kepada para Pasangan Calon atau Tim Kampanye untuk memberikan fasilitas terbatas kepada peserta kampanye. Selain Bahan Kampanye ada juga fasilitas lainnya.

Misalnya pada pasal 66 ayat 3 Peraturan KPU No. 13 Tahun 2024 yang menjelaskan bahwa Pasangan Calon dan/atau Tim Kampanye selama masa kampanye dapat memberikan biaya makan minum peserta Kampanye, biaya transportasi peserta Kampanye, biaya pengadaan bahan Kampanye pada pertemuan terbatas dan/atau pertemuan tatap muka dan dialog dan hadiah lainnya berdasarkan nilai kewajaran dan kemahalan suatu daerah.

Pasal ini merupakan penjabaran dari pasal 73 ayat 1 UU No. 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Kepala Daerah. Dalam pasal ini, dijelaskan tentang larang kepada Calon dan/atau Tim Kampanye sekaligus penjelasan tentang larang yang dikecualikan. 

Termasuk larangan yang dikecualikan alias diperbolehkan dalam pasal tersebut yakni pemberian biaya makan minum peserta kampanye, biaya transpor peserta kampanye, biaya pengadaan bahan kampanye pada pertemuan terbatas dan/atau pertemuan tatap muka dan dialog, dan hadiah lainnya berdasarkan nilai kewajaran dan kemahalan suatu daerah.

Dan yang perlu digarisbawahi, bahwa biaya makan minum peserta Kampanye, transportasi peserta Kampanye, dan pengadaan bahan Kampanye bagi peserta Kampanye serta hadiah yang dimaksud tidak boleh diberikan dalam bentuk uang tunai. Artinya pemberian harus dikonversi dalam bentuk barang atau materi.

Ruang Penafsiran

Adanya pasal yang mengatur tentang larangan memberikan uang tunai kepada peserta kampanye sebagai pengganti biaya makan minum, transportasi, dan pengadaan bahan Kampanye serta hadiah telah menimbulkan perdebatan dan penafsiran karena regulasi tidak menjelaskan secara spesifik tentang jenis barang atau materi hasil konversi (non uang tunai) yang diperbolehkan untuk diberikan kepada peserta kampanye tersebut.

Sebagai contoh, ketika Ketua KPU RI, Hasyim Asy’ari ditanya oleh Rosiana Silalahi dalam kegiatan Talk Show “ROSI” yang ditayangkan Kompas TV beberapa bulan lalu. Rosi bertanya apakah kegiatan yang dilakukan oleh salah satu Calon Wakil Presiden berupa bagi-bagi susu melanggar aturan kampanye atau tidak. 

Jawaban Hasyim Asy’ari ‘itu merupakan hal yang diperbolehkan atau tidak dilarang’ dalam regulasi. Hal senada juga disampaikan oleh Anggota KPU RI lainnya, Idham Holik. Dan kita pun sama-sama mengetahui bahwa apa yang dilakukan oleh salah satu calon Wakil Presiden bersama tim kampanyenya tersebut tidak pernah diproses oleh Bawaslu RI.

Sembako sebagai Politik Uang?

Sembilan Bahan Pokok (Sembako) adalah perbincangan yang sangat akrab setiap perhelatan Pemilu atau Pilkada digelar. Hal ini disebabkan karena Sembako acap kali kali menjadi logistik yang dibagi-bagikan kepada masyarakat oleh Pasangan Calon atau Tim Kampanye, baik dilakukan secara terang-terangan maupun sembunyi-sembunyi atau senyap.

Merujuk pada Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Republik Indonesia No. 115/MPP/Kep/2/1998 tentang Jenis Barang Kebutuhan Pokok Masyarakat diuraikan daftar barang yang masuk dalam kelompok Sembako yakni Beras, Gula Pasir, Minyak Goreng atau Mentega, Daging Sapi dan Ayam, Telur Ayam, Susu, Jagung, Minyak Tanah, dan Garam Beryodium.

Jika Keputusan Menteri Perindustrian ini dijadikan sebagai sandaran hukum dalam menentukan jenis Sembako, maka menurut Penulis akan terjadi kerancuan apabila Sembako dikategorikan sebagai bagian dari praktek politik uang. Kenapa demikian? Sebab regulasi memerintahkan untuk mengkonversi biaya makan minum peserta Kampanye dalam bentuk barang atau materi (non uang tunai). Pertanyaannya, kira-kira benda apa yang bisa dijadikan sebagai wujud pengkonversian biaya makan dan minum kalau bukan Sembako?.

Sehingga atas dasar itu, cukup beralasan ketika Bawaslu sulit memproses tindakan yang dilakukan oleh Pasangan Calon atau Tim Kampanye yang dilaporkan membagi-bagikan salah satu dari kelompok Sembako kepada masyarakat termasuk ketika TKN Prabowo Gibran bagi-bagi susu kepada warga di Tangerang (lihat videonya disini https://www.youtube.com/watch?v=Y-kRS-tcL94). Belum lagi ketika kita bicara tentang biaya transportasi dan hadiah. Semua ini sulit dimaknai dengan benda tertentu secara tunggal.

Selanjutnya, apabila pembagian Sembako dikategorikan sebagai politik uang dan dijadikan sebagai dalil pelanggaran administrasi pemilihan yang sifatnya Terstruktur, Sistematis dan Masif (TSM) yang berpotensi mendiskualifikasi Pasangan Calon. 

Pertanyaannya sejauh mana itu bisa diukur, sebab yang dimaksud “terstruktur” dalam penjelasan UU No. 10 Tahun 2016 adalah kecurangan yang dilakukan oleh aparat struktural, baik aparat pemerintah maupun penyelenggara Pemilihan secara kolektif atau secara bersama-sama. 

Sedangkan “sistematis” adalah pelanggaran yang direncanakan secara matang, tersusun, bahkan sangat rapi. Adapun “masif” adalah dampak pelanggaran yang sangat luas pengaruhnya terhadap hasil Pemilihan bukan hanya sebagian-sebagian.

Dalam Peraturan Bawaslu No. 9 Tahun 2020 tentang Tata Cara Penanganan Pelanggaran Administrasi Pemilihan yang terjadi secara Terstruktur, Sistematis, dan Masif diuraikan bahwa untuk penanganan dugaan pelanggaran administrasi pemilihan TSM harus menyertakan bukti yang menunjukan terjadinya pelanggaran di paling sedikit 50% (lima puluh persen) kabupaten/kota dalam 1 (satu) provinsi untuk Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur atau untuk Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati atau Pemilihan Wali Kota dan Wakil Wali Kota, terdapat bukti yang menunjukan terjadinya pelanggaran di paling sedikit 50% (lima puluh persen) kecamatan kabupaten/kota. dalam 1 (satu).

Melihat ambiguitas pada term Pasangan Calon dan/atau tim Kampanye dapat memberikan biaya makan minum peserta Kampanye, biaya transportasi peserta Kampanye, biaya pengadaan bahan Kampanye pada pertemuan terbatas dan/atau pertemuan tatap muka dan dialog dan hadiah lainnya yang bukan dalam bentuk uang tunai, maka penafsiran dan perbedaan pandangan akan terus terjadi. (*)

***

*) Oleh : Dr. Baharuddin, S.Pd., M.Pd., Dosen Universitas Muhammadiyah Enrekang (UNIMEN), Mantan Ketua KPU Kabupaten Enrekang dan Alumni Program Doktor Universitas Negeri Malang.

*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggung jawab penulis, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi timesindonesia.co.id

*) Kopi TIMES atau rubrik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.

*) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]

*) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim apabila tidak sesuai dengan kaidah dan filosofi TIMES Indonesia.

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.



Editor : Hainorrahman
Publisher : Sholihin Nur

TERBARU

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES