Kopi TIMES

Memaknai Heroisme Para Pahlawan

Selasa, 19 November 2024 - 16:45 | 41.04k
Hadi Suyono, Direktur Center for Community Empowerment Fakultas Psikologi Universitas Ahmad Dahlan Yogyakarta
Hadi Suyono, Direktur Center for Community Empowerment Fakultas Psikologi Universitas Ahmad Dahlan Yogyakarta

TIMESINDONESIA, YOGYAKARTA – Hari Pahlawan diperingati dengan beragam model. Ada yang menyelenggarakan ziarah ke Taman Makam Pahlawan, meniti rekam jejak perjuangan meraih kemerdekaan, museum secara spesial menggelar benda-benda yang digunakan untuk perang mengusir penjajah, atau mengadakan sarasehan bertemakan kepahlawanan. 

Setelah tanggal 10 November, semarak mengenang pejuang yang gugur di medan laga demi meraih kemerdekaan Republik Indonesia, masih terus berlangsung yang dilaksanakan oleh berbagai instansi, sekolah, organisasi kemasyarakatan, organisasi keagamaan maupun berbagai komunitas. 

Advertisement

Seperti salah satu komunitas pengendara sepeda motor BikersMu merayakan  Hari Pahlawan dengan menggelar kegiatan ziarah. Etape pertama yang dikunjungi adalah KH Ahmad Dahlan merupakan pahlawan nasional berdasarkan Surat Keputusan Presiden No.657 Tahun 1961. Berziarah ke KH Ahmad Dahlan disemayamkan, merajut cerita tentang sosok yang mendharmabaktikan seluruh perjalanan hidupnya untuk umat. 

Cerita itu dikisahkan di film Sang Pencerah.  KH Ahmad Dahlan dengan segala resiko, hambatan dan tantangan, tetap istiqomah membangun nilai-nilai moralitas masyarakat. Sejarah mencatat, ternyata ada sebagian kelompok tidak suka pada keikhlasan KH Ahmad Dahlan berbuat baik untuk sesama, berkenaan dengan menanamkan religiositas yang kokoh pada masyarakat. Puncak dari ketidaksukaan pada perjuangan KH Ahmad Dahlan, mereka membakar sarana dan prasarana sebagai penunjang menanamkan kemuliaan dengan cara berdakwah pada orang-orang yang membutuhkannya.

Namun Mohammad Darwis, nama kecilnya, tak patah arah. Meski banyak kerugian yang ditanggung, sebagai akibat dari ulah sebagian kelompok yang tak mampu memahami niat tulusnya. KH Ahmad Dahlan tidak berhenti berjuang, tanpa pamrih, tetap teguh meneruskan perjuangan mewujudkan kehidupan masyarakat menjadi lebih baik. 

Perjuangan yang dilakukan dengan melibatkan seluruh energi jiwa dan raga yang dimilikinya, juga harta dan benda banyak dialokasikan untuk biaya operasional. Meski KH Ahmad Dahlan bukan dikategorikan sebagai orang kaya, dirinya rela mendonasikan sumber daya ekonomi agar agenda perjuangan terus bisa berjalan.

Sejarah mencatat, berkah dari perjuangan KH Ahmad Dahlan yang meninggal pada 7 Pebruari 1923 pada usia 54 tahun, telah meletakkan pondasi kokoh dan membuka jalan bagi kemajuan bangsanya. Terbukti organisasi keagamaan yang didirikannya pada 18 November 1912 bernama Muhammadiyah telah memberi sumbangsih sangat besar bagi pembangunan bangsa, terutama kiprah pada bidang pendidikan, berhasil mendirikan ribuan lembaga pendidikan dari tingkat pendidikan usia dini sampai perguruan tinggi. 

Kiprah berikutnya pada bidang kesehatan, berhasil mengembangkan klinik sampai rumah sakit yang menyebar ke seluruh Indonesia. Kiprah berbeda adalah bidang sosial dengan mempunyai panti asuhan, pemberian bea siswa, donasi bagi orang tak mampu, membantu penanganan dan pemulihan bencana, serta kiprah bidang sosial lainnya.

Selanjutnya etape ziarah mengunjungi pahlawan tak dikenal yang dikebumikan di makam kampung. Ada banyak pahlawan anonim dikuburkan di sana. Berdasarkan histori disampaikan oleh saksi sejarah, menyimpan cerita pada saat agresi militer Belanda, ada relawan berjuang melawan penjajah. Para relawan itu berasal dari berbagai wilayah tergabung dalam suatu laskar. 

Dalam perjuangannya, relawan berpindah-pindah tempat, tujuannya supaya markas sebagai tempat berkumpul, tak diketahui oleh penjajah. Namun naas pada saat bermarkas di suatu kampung, terdeteksi oleh penjajah. Ketika penjajah mengetahui lokasi persembunyian markas relawan, tak terlalu lama, penjajah melakukan penyerbuan. Akibat dari penyerbuan itu, sebagian relawan tak sempat menyelamatkan diri dan gugur ditembak oleh tentara penjajah.

Berziarah ke pahlawan tak kenal dapat dipetik hikmah, seperti meraih kemerdekaan ternyata ada peran relawan yang tak memikirkan pengakuan dari pihak lain. Ketika berjuang, tentu mereka tak mempertimbangkan pengorbanan membebaskan diri dari penjajah, apakah diketahui orang lain? Meski taruhannya nyawa, mereka tidak mempedulikan, apakah dirinya memperoleh penghargaan dari orang lain? Terbukti mereka gugur sebagai pahlawan, namanya tak dikenali lagi.

Ziarah terakhir pada Hari Pahlawan menyambangi Taman Makam Pahlawan Kusumanegara. Di sini Jenderal Sudirman dikebumikan bersama dengan pahlawan lain. Sudah tertulis dalam sejarah, yaitu Jenderal Sudirman sangat pantas memperoleh gelar pahlawan nasional, karena perjuangannya bergerilya melawan penjajah. 

Menelusuri perjuangannya dapat memperoleh pelajaran mengenai semangat tak pernah padam mewujudkan cita-cita Indonesia merdeka. Seperti saat kondisi sakit, Jenderal Sudirman tidak mempedulikan kesehatannya, tekat membara membebaskan bangsanya dari penjajah mengatasi rasa sakit itu. Maka saat memimpin gerilya, Jenderal Sudirman perlu ditandu untuk melakukan perang terhadap penjajah.

Melakukan ziarah ke pejuang kemerdekaan, baik telah memiliki nama besar maupun anonim, bisa diambil pelajaran berharga tentang mengartikan kepahlawanan dapat didasarkan pada  perbuatan yang dilakukan apakah memiliki nilai heroisme? Berpondasi pada kesadaran ini, sesungguhnya seseorang layak disebut sebagai pahlawan dengan syarat pada jiwanya tumbuh heroisme, yaitu merupakan perilaku memperlihatkan keberanian, pengorbanan dan dedikasi tinggi demi kepentingan bersama. Meski dalam mencapai tujuan kemanfaatan  bersama harus menanggung resiko besar, termasuk mengancam keselamatan jiwanya.

Indikator yang menunjukkan seseorang mempunyai nilai heroisme adalah keberanian melewati rasa takut, berkorban untuk sesama, mendahulukan kepentingan bersama, rela berkorban untuk kemaslahatan siapapun yang membutuhkan, berjuang dalam peristiwa kecil maupun besar, dan mampu menginspirasi banyak orang melakukan perubahan. Dalam realitas keseharian indikator perilaku heroisme tercermin pada gerakan memotivasi orang lain untuk berbuat baik, tanpa memperhitungkan keuntungan pribadi. 

Mengacu pada konsep heroisme, menjadikan setiap pribadi berkesempatan memiliki jiwa kepahlawanan yang diselaraskan dengan kemampuan masing-masing individu tersebut. Tindakan kongkrit dapat berwujud perbuatan menolong sesama, memperjuangkan keadilan di lingkungan sekitarnya, dan meningkatkan kemakmuran masyarakat. Maka jangan sebut seseorang sebagai pahlawan, sebelum dirinya memiliki jiwa heroisme!

***

*) Oleh : Hadi Suyono, Direktur Center for Community Empowerment Fakultas Psikologi Universitas Ahmad Dahlan Yogyakarta.

*)Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggungjawab penulis, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi timesindonesia.co.id

*) Kopi TIMES atau rubik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.

*) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]

*) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim.

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.



Editor : Hainorrahman
Publisher : Ahmad Rizki Mubarok

TERBARU

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES