Kopi TIMES

Tsunami Politik Pilkada Kuansing 2024

Rabu, 20 November 2024 - 06:33 | 74.69k
Dr. Apriyan D Rakhmat, M.Env, Dosen Perencanaan Wilayah dan Kota Fakultas Teknik, Universitas Islam Riau, Pekanbaru.
Dr. Apriyan D Rakhmat, M.Env, Dosen Perencanaan Wilayah dan Kota Fakultas Teknik, Universitas Islam Riau, Pekanbaru.

TIMESINDONESIA, RIAU – Dalam dua hari ini telah terjadi tsunami politik bersempena pilkada serentak 27 November di Kabupaten Kuantan Singingi (Kuansing), Propinsi Rau. Secara tiba-tiba dan mendadak, Ketua Umum DPC Gerindra Kuansing yang juga merupakan Bupati petahana 2019-2024, dan sekaligus paslon Bupati untuk periode 2024-2029, digantikan secara mendadak tanpa ada sebab-musabab darurat yang mengharuskan pergantian. 

Padahal sudah jamak diketahui, partai Gerindra merupakan pemenang dalam pemilihan legislatif sebelumnya dan meraih suara tertinggi di Kuansing, yang mengantarkan kader terbaiknya, Jufrizal sebagai Ketua DPRD Kuansing. 

Advertisement

Namun, kursi kepemimpinan Jufrizal hanya bertahan dalam hitungan bulan saja, karena secara mengejutkan ada arahan dari petinggi Gerindra Propinsi Riau yang memerintahkan DPC Gerindra Kuansing untuk sesegera mungkin mengganti Jufrizal sebagai Ketua DPRD. Dari sinilah kemudian, tsunami politik bermula. 

Dimana, Dr. Suardiman Amby, MM yang menjabat Ketua Umum DPC Gerindra Kuansing, tidak serta merta dan mengulur waktu untuk memecat Jufrizal dari kursi Ketua DPRD. Suhardiman Amby, masih memberi ruang kepada Jufrizal untuk membela diri, dan alasan kuat menggantikannya.

Melihat gelagat ini, Ketua Umum Gerindra Propinsi Riau, Muhammad Rahul, yang juga anak kandung dari M.Nasir, yang ikut bertarung sebagai paslon urutan nomor 2 untuk kursi Riau 1, meradang dan tanpa menunggu lama membujuk Gerindra pusat agar mengeluarkan surat untuk memecat Dr. Suhardiman Amby, MM dari Ketum DPC Gerindra Kuansing, yang dianggap tidak loyal dan membangkang perintah Ketum Gerindra Propinsi Riau. 

Maka terjadilah apa yang terjadi dalam waktu yang sangat singkat terjadi perubahan kepengurusan DPC Gerindra Kuansing. Tersebar dengan cepat di media sosial, bahwa telah terjadi peralihan kepengurusan Gerindra Kuansing dari Suhardiman Amby kepada Reky Fitro.  

Bahkan Reky Fitro langsung membuat pernyataan seperti dilansir di berbagai media online bahwa, pasca ditunjuk sebagai Ketua DPC Gerindra, Reky Fitro mengaku mendapatkan tugas berat untuk memenangkan paslon M. Nasir-Wardan (NAWAITU), diatas 50 persen di Kuansing.

Posisi Suhardiman Amby resmi diganti oleh Reky Fitro sebagai Ketua DPC Gerindra Kuansing melalui Surat Keputusan (SK) DPP Partai Gerindra Nomor: 11-0602/Kpts/DPP-Gerindra/2024 tentang Susunan Personalia DPC Partai Gerindra Kuansing Riau. SK kepengurusan tersebut resmi diteken oleh Ketua Dewan Pembina/Ketua Umum Prabowo Subianto dan Sekretaris Jenderal Haji Ahmad Muzani di Jakarta  14 November 2024. 

Publik menjadi heboh, khususnya para simpatisan dan pendukung setia  Suhardiman Amby (Suhe). Momen ini juga dengan secepat kilat digoreng dan dimanfaatkan oleh pihak lawan untuk meningkatkan elektabilitas mereka. 

Keadaan ini juga menjadi berita empuk bagi media massa (online maupun offline) dan media sosial. Namun, pertanyaan dari loyalis Suhe, bukankah kemenangan Gerindra Kuansing dalam pemilu legislatif barusan adalah karena kerja keras dari Suhe dan tim sukses? 

Kemana jadinya perjuangan dan kerja keras selama ini yang  mengantarkan Gerindra Kuansing sebagai pemenang pemilu legislatif di Kuansing? Ada apa dan kenapa dengan Suhe? Apakah karena Suhe tidak loyal dan terbelah dalam mendukung paslon NAWAITU yang notabene adalah ayah kandung dari Ketum Gerindra Riau? 

Dan apakah dengan tsunami politik ini akan dengan serta merta menurunkan elektabilitas Suhe? Atau justru menjadi terkenal dan menambah simpatisannya? Politik memang terkadang sulit diduga dan banyak kejutan-kejutan baru dan di luar dugaan dan prediksi ahli dan praktisi politik sekalipun. Penuh dinamika dan sangat cair. 

Obrolan Medsos dan Kedai Kopi

Situasi menjadi panas lagi, dimana dengan serta merta Suhe dengan lantang mendukung paslon Abdul Wahid-SF Hariyanto sebagai kandidat untuk kursi Riau 1, yang notabene adalah lawan politik dan pesaing utama dari M. Nasir-Wardan yang tidak lain adalah ayah kandung dari Muhammad Rahul, Ketua Umum Gerindra Propinsi Riau, dan partai utama pengusung NAWAITU dengan tagline Untuk Riau Emas. 

Sampai dengan opini ini ditulis, kicauan di medsos forum ikatan keluarga Kuansing (Forkom IKKS/IWAKUSI) dan WAG Kuansing lainnya yang berjumlah puluhan group masih heboh dan viral. Tentu dengan pandangan yang penuh pro dan kontra, dengan argumen dan alasan yang mendasarinya. 

Keadaan bertambah keruh dengan pernyataan Suahrdiman Amby yang diunggah di medsos seperti facebook dan whatsApp group, dengan durasi 2 menit dan 21 detik dengan ucapannya bahwa di kecamatan Kuantan Mudik ada Malin Kundang. “Dia kita angkat dari kubangan yang paling kotor, setelah jadi, ayah kandung pun dibunuhnya”.  

Pernyataan ini yang membuat sebagian warga kecamatan Kuantan Mudik menjadi geram dan marah. “Siapa yang kau maksud dengan orang Kuantan Mudik itu sama dengan Malin Kundang bro?”. Kami sebagai masyarakat, pemuda, dan tokoh masyarakat Kuantan Mudik sangat terluka dan tersakiti dengan pernyataan ini. Begitu sekelumit obrolan dan percakapan di medsos yang beredar dalam sehari ini. 

Belum lagi jika kita pantau obrolan politik  di kedai-kedai kopi, semakin menarik dan hangat. Baik kedai kopi di Kuansing maupun kedai kopi di Pekanbaru, tempat mengobrol dan mengopi para warga Kuansing di ibukota propinsi. Bahkan obrolan di Kedai Kopi biasanya lebih seru, dan terasa semua yang berbicara analisisnya lebih jitu dan hebat dari para politisi di gedung DPR dan para pakar politik di kampus. 

Sebab mereka membahasnya dari sudut pandang yang lebih luas, dari aspek yang multidimensi serta sambil minum kopi. Dengan berbagai argumen dan teori yang terkadang bahkan tidak ada dalam teori politik yang diajarkan di kampus atau ditulis di berbagai buku atau journal. Ada yang menamakan dengan politik kedai kopi, atau analisis kedai kopi. 

Mereka bisa membahasnya dari pagi hinga terbenamnya matahari dan tutupnya kedai kopi. Bahkan gelas kopi bisa dua atau empat kali berganti. Istirahatnya hanya makan siang dan jeda untuk sholat. Kebanyakan peserta adalah pensiunan pegawai negeri atau swasta, kuli tinta (jurnalis), anggota LSM dan para pengangguran tertutup. 

Tak jarang aparatur sipil negara (ASN) aktif juga ikut nimbrung, dan jika nasib apes bisa terkena razia oleh Satpol PP atau oleh para kepala dinas (Kadis) yang juga terkadang melakukan inspeksi mendadak (sidak) yang membuat jengkel dan marah para ASN non-job. Allahu a’lam.

***

*) Oleh : Dr. Apriyan D Rakhmat, M.Env, Dosen Perencanaan Wilayah dan Kota Fakultas Teknik, Universitas Islam Riau, Pekanbaru.

*)Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggungjawab penulis, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi timesindonesia.co.id

 

____________
**) Kopi TIMES atau rubik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.

**) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]

**) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim.

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.



Editor : Hainorrahman
Publisher : Lucky Setyo Hendrawan

TERBARU

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES