Tantangan Mendidik Karakter PAUD hingga Perguruan Tinggi
TIMESINDONESIA, PADANG – Mendidik karakter peserta didik di tengah dinamika zaman saat ini menjadi tantangan besar bagi para pendidik di berbagai jenjang pendidikan. Mulai dari Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) hingga perguruan tinggi, fenomena karakter peserta didik menunjukkan pola-pola yang semakin kompleks. Perubahan nilai sosial, perkembangan teknologi, serta dinamika keluarga dan masyarakat menciptakan kondisi yang sering kali membuat pendidikan karakter menjadi tugas yang penuh dilema dan tuntutan.
Pada jenjang PAUD, anak-anak berada pada masa perkembangan dasar, di mana pembentukan karakter seharusnya dilakukan secara optimal. Namun, kenyataannya, anak-anak pada usia dini semakin banyak terpapar gawai dan media digital. Konten yang tidak sesuai dengan tahap perkembangan mereka sering kali menjadi konsumsi harian, menciptakan pola perilaku yang sulit diatur.
Advertisement
Selain itu, pola asuh yang cenderung permisif atau bahkan abai oleh sebagian orang tua membuat anak-anak kurang terlatih untuk menghormati aturan, memahami empati, atau membangun kedisiplinan. Ini menjadi tantangan besar bagi guru PAUD, yang harus menyelaraskan pendidikan karakter dengan pengaruh lingkungan keluarga yang kurang mendukung.
Berlanjut ke jenjang pendidikan dasar dan menengah, karakter peserta didik semakin dipengaruhi oleh lingkungan sosial yang luas. Banyak siswa menghadapi tekanan dari teman sebaya, tuntutan akademik, hingga pengaruh media sosial yang kerap mendorong mereka pada pola hidup instan. Fenomena seperti kecanduan gawai, menurunnya rasa tanggung jawab terhadap tugas sekolah, dan kurangnya rasa hormat terhadap guru menjadi semakin lazim.
Hal ini sering kali diperburuk oleh kurangnya pengawasan orang tua, yang merasa tugas pendidikan sepenuhnya berada di tangan sekolah. Akibatnya, guru tidak hanya menghadapi tanggung jawab akademik, tetapi juga harus berperan sebagai pengganti orang tua dalam membangun karakter siswa.
Pada tingkat perguruan tinggi, kompleksitas tantangan menjadi lebih nyata. Mahasiswa yang berada pada fase transisi menuju kedewasaan sering kali menghadapi kebingungan dalam menentukan nilai-nilai moral yang akan mereka pegang. Di tengah kehidupan kampus yang sering kali penuh kebebasan, fenomena seperti individualisme, hedonisme, hingga pragmatisme menjadi hal yang mencolok.
Banyak mahasiswa lebih mengutamakan kepentingan pribadi, bahkan terkadang mengabaikan etika dan integritas moral. Hal ini sering kali dipicu oleh tekanan untuk bersaing di dunia kerja, yang mendorong mereka untuk fokus pada pencapaian akademik tanpa memedulikan proses dan nilai-nilai yang mendasarinya.
Fenomena tersebut tidak terjadi begitu saja, tetapi merupakan hasil dari berbagai faktor. Salah satunya adalah perubahan nilai di masyarakat modern, di mana kesuksesan sering kali diukur dari pencapaian material dan status sosial. Budaya instan yang dipopulerkan oleh teknologi juga turut membentuk pola pikir anak muda yang cenderung menghindari proses panjang.
Selain itu, minimnya keterlibatan orang tua dalam pendidikan karakter anak menjadi penyebab utama. Banyak keluarga yang menyerahkan sepenuhnya tanggung jawab pendidikan kepada sekolah, tanpa menyadari bahwa pembentukan karakter adalah proses yang membutuhkan sinergi antara keluarga, sekolah, dan masyarakat.
Belakangan ini, kasus-kasus yang melibatkan pendidik dan peserta didik menjadi sorotan. Beberapa pendidik bahkan harus berurusan dengan hukum akibat cara mereka mendisiplinkan siswa. Misalnya, ada kasus di mana seorang guru dilaporkan oleh orang tua karena menegur siswa yang melanggar aturan.
Di sisi lain, muncul pula kasus-kasus siswa yang melakukan kekerasan terhadap guru, baik secara verbal maupun fisik. Fenomena ini mencerminkan ketidakseimbangan hubungan antara pendidik, peserta didik, dan orang tua, di mana kurangnya pemahaman tentang pentingnya disiplin sering kali menjadi akar masalah.
Dari perspektif pendidikan, khususnya bimbingan dan konseling serta psikologi, kasus-kasus tersebut menunjukkan bahwa pengelolaan emosi dan komunikasi antara pendidik dan peserta didik masih menjadi tantangan besar. Pendekatan disiplin yang efektif memerlukan empati, komunikasi asertif, dan kemampuan resolusi konflik yang baik.
Dalam bimbingan dan konseling, penting untuk memberikan pendekatan preventif berupa pembiasaan nilai-nilai positif sejak dini, serta pendekatan kuratif untuk menangani siswa yang sudah menunjukkan perilaku menyimpang. Dalam psikologi, teori perkembangan moral menekankan pentingnya stimulasi lingkungan yang mendukung, di mana anak-anak dapat belajar dari pengalaman nyata dan interaksi sosial yang positif.
Untuk mengatasi tantangan dalam mendidik karakter peserta didik, pendekatan yang holistik dan kolaboratif diperlukan. Sekolah harus mampu mengintegrasikan pendidikan karakter ke dalam setiap aspek kegiatan pembelajaran. Ini bukan hanya tentang menambahkan mata pelajaran baru, tetapi juga menyisipkan nilai-nilai moral dalam kegiatan sehari-hari, seperti kerja kelompok, diskusi, dan proyek kolaboratif.
Selain itu, orang tua harus lebih aktif terlibat dalam pendidikan anak. Pelatihan parenting yang mendukung komunikasi yang efektif antara orang tua dan anak dapat menjadi solusi untuk membangun sinergi.
Pendidik juga memerlukan pelatihan yang lebih mendalam dalam memahami kondisi psikologis peserta didik. Guru tidak hanya dituntut menguasai materi akademik, tetapi juga harus mampu menjadi mentor yang peka terhadap kebutuhan emosional siswa. Dengan pendekatan yang komprehensif ini, pendidikan karakter tidak lagi menjadi beban semata, tetapi menjadi proses yang menyenangkan dan bermanfaat bagi semua pihak.
Mendidik karakter di tengah dinamika zaman memang bukan tugas yang mudah, tetapi bukan pula hal yang mustahil. Sinergi antara sekolah, keluarga, dan masyarakat adalah kunci untuk menciptakan generasi yang tidak hanya cerdas secara intelektual, tetapi juga memiliki integritas moral yang kuat. Tantangan ini, jika dihadapi bersama, dapat menjadi kesempatan untuk membangun generasi penerus yang mampu menghadapi perubahan zaman dengan karakter yang kokoh dan mulia.
***
*) Oleh : Ade Herdian Putra, S.Pd., M.Pd., Dosen Departemen Bimbingan dan Konseling, Fakultas Ilmu Pendidikan, Universitas Negeri Padang.
*)Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggungjawab penulis, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi timesindonesia.co.id
____________
**) Kopi TIMES atau rubik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.
**) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]
**) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim.
**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.
Editor | : Hainorrahman |
Publisher | : Lucky Setyo Hendrawan |