TIMESINDONESIA, CIREBON – Menjelang pemilihan kepala daerah 2024 pada tanggal 27 November 2024 suhu perpolitikan semakin memanas. Karena itu, bangsa Indonesia harus cerdas dan rakyat harus melek politik, serta dapat membaca setiap calon kepala daerah 2024. Pemimpin ke depan yang memiliki integritas, moralitas, kejujuran dan perjuangan yang membela rakyat kecil.
Percaturan politik di Indonesia, permainan money politik, suap menyuap, kampanye hitam dan politik itu kotor. Saat ini kondisi perpolitikan di Indonesia semakin memprihatinkan, mengalami pembusukan dalam berpolitik dan jauh dari nilai-nilai demokrasi dan Pancasila.
Advertisement
Sistem politik di Indonesia kian semakin parah dan rusak, menghalalkan segala cara, tidak mengerti yang halal dan haram, yang menyimpang dari demokrasi. Politik di Indonesia sangat sangat kejam dengan selalu menebar fitnah dan hoaks. Sebagian partai politik di Indonesia saat ini menunjukkan demokrasi yang keblinger atau kebablasan dengan melakukan tindakan-tindakan yang melukai hati rakyatnya.
Elite politik kita saat ini sudah seharusnya dalam menjalankan aktivitas politik praktis harus menghindari perbuatan yang penuh kebohongan, saling bermanuver menjatuhkan lawan politik, menghilangkan praktik suap-menyuap, melakukan manipulasi data, dan bermain di wilayah KPU atau pun melakukan suap pada KPU dengan tujuan melakukan penggelembungan suara.
Cara-cara kotor dalam berpolitik tersebut dalam pesta demokrasi sudah semestinya harus dihindari karena telah melanggar dari tatanan sistem demokrasi dalam berpolitik yang selalu menjunjung tinggi prinsip langsung, umum bebas, rahasia dan jujur.
Kekuasaan politik itu merupakan kemampuan yang dianugerahkan oleh Tuhan kepada individu sebagai pemegang kekuasaan tertinggi yang dapat memengaruhi dan mengubah pemikiran orang lain atau kelompok untuk melakukan suatu tindakan yang diinginkan untuk kepentingan nasional bangsa Indonesia, dari seluruh bidang kehidupan pendidikan, ekonomi, sosial, budaya dan agama.
Karena itu, calon kepala daerah 2024 dalam memimpin negeri tercinta harus selalu mengedepankan kekuasaan politik sebagai kekuasaan religius, sehingga diharapkannya bangsa Indonesia akan lebih damai, adil, sejahtera dan berjalan perpolitikan di Indonesia berjalan secara demokratis.
Akan tetapi, jika seorang calon pemimpin berbuat dzalim dan tidak mampu mengedepankan kekuasaan politik sebagai kekuasaan religius, yakni bersikap amanah, adil terhadap rakyatnya, dan justru lebih menjunjung tinggi kekuatan kapitalisme dan mengeruk kekayaan rakyat untuk kepentingan kelompoknya, maka, penderitaan rakyat, kelaparan, kemiskinan, pengangguran meningkat, bencana alam, musibah malapetaka akan selalu melanda bangsa Indonesia.
Etika politik tidak dapat dipisahkan dengan subjek sebagai pelaku etika yakni manusia Indonesia atau elite politik. Karena itu, etika politik sangat terkait dengan moral manusia sebagai subjek pelaku etika. Maka kewajiban moral dibedakan dengan pengertian kewajiban-kewajiban yang lainnya, karena yang dimaksud adalah kewajiban manusia sebagai manusia.
Walaupun dalam hubungannya dengan masyarakat bangsa dan negara, etika politik tetap meletakkan dasar fundamental manusia sebagai manusia. Dasar ini lebih meneguhkan akar etika politik bahwa kebaikan senantiasa di dasarkan kepada hakikat manusia sebagai makhluk yang beradab dan berbudaya.
Dalam sila pertama Ketuhanan Yang Maha Esa, bahwa dalam berpolitik praktis pada pilkada 2024 harus lah juga bersumber pada nilai-nilai ketuhanan yang maha esa, maksudnya elite politik dalam memenangkan kekuasaan dapat dicapai dengan cara yang halal, tidak menggunakan cara yang haram, yang dibenci oleh Tuhan.
Segala sesuatu kekuasaan apabila dicapai dengan cara yang haram, dengan cara pencekalan pasti akan menimbulkan malapetaka dan bahaya bagi rakyatnya. Setelah menerima kekuasaan pun harus dengan amanah dan pertanggungjawabannya nanti amanah atau jabatan itu pada Tuhan. Sebab apa, manusia atau rakyat kecil mudah ditipu. Untuk Tuhan Yang Maha Esa tidak bisa ditipu-tipu.
Karena itu, prinsip-prinsip etika politik yang religius perlu dikedepankan dalam berpolitik praktis dalam pilkada 2024. Politik religius perlu direalisasikan secara praktis dalam kehidupan kenegaraan senantiasa dilaksanakan secara adil dan demokratis.
Kebijakan serta keputusan yang diambil dalam pelaksanaan kenegaraan baik menyangkut politik dalam negeri, yang menyangkut dengan rakyat, selain itu berdasarkan hukum yang berlaku, harus mendapat legitimasi rakyat (legitimasi demokrasi) dan berdasarkan prinsip-prinsip moralitas.
Pancasila merupakan sumber etika politik religius. Karena itu, elite politik, tim sukses dari capres 2024 dalam berpolitik harus selalu berpijak pada NKRI, UUD 1945, Bhinneka Tunggal Ika dan nilai-nilai luhur pancasila yang menekankan bahwa kekuasaan politik itu tidak bisa dipisahkan dengan kekuasaan religius.
Kita berharap pilkada 2024 dapat berjalan secara damai dan harus selalu mengacu pada pancasila sebagai pedoman dan pancaran dari sila pertama yakni Ketuhanan Yang Maha Esa sehingga dalam berpolitik secara praktis dapat melahirkan tindakan politik yang jujur, tindakan politik yang sehat dan tindakan politik tanpa kebencian serta fitnah.
***
*) Oleh : Syahrul Kirom, M.Phil, Dosen Filsafat Politik, UIN Siber Syekh Nurjati Cirebon.
*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggung jawab penulis, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi timesindonesia.co.id
*) Kopi TIMES atau rubrik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.
*) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]
*) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim apabila tidak sesuai dengan kaidah dan filosofi TIMES Indonesia.
*) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.
**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.
Editor | : Hainorrahman |
Publisher | : Rizal Dani |