TIMESINDONESIA, LAMONGAN – Indeks Persepsi Korupsi (IPK) Indonesia, masih belum naik dari score 34, belum mengalami pergeseran ke arah membaik sejak 2023. Artinya, kejahatan korupsi masih merupakan ancaman serius, dalam proses pembangunan negara dan kesejahteraan masyarakat.
Korupsi sebagai kejahatan yang disifati extra ordinary crime (kejahatan luar biasa) karena dampaknya adalah melemahkan pemerintahan, menghambat pertumbuhan ekonomi, dan merusak kepercayaan publik. Di banyak negara, korupsi beroperasi sebagai kekuatan diam-diam namun merusak, yang mempertahankan ketidakadilan, melemahkan institusi, dan menguras sumber daya yang seharusnya diperuntukkan bagi kebaikan bersama.
Advertisement
Untuk mengatasi masalah ini secara efektif, masyarakat harus melampaui pendekatan hukum semata (not only law aproach) dan fokus pada pencegahan dengan menanamkan pola pikir anti korupsi pada generasi muda. Aspek pendidikan memainkan peran penting dalam upaya ini, menjadi dasar untuk menumbuhkan integritas, akuntabilitas, dan perilaku etis.
Pendidikan lebih dari sekadar wahana untuk pembelajaran akademis; ia adalah proses transformatif yang membentuk karakter, membangun perspektif, dan menanamkan nilai-nilai. Untuk menciptakan generasi yang kebal terhadap korupsi, penting untuk memasukkan prinsip-prinsip anti korupsi ke dalam kurikulum pendidikan di semua tingkat, mulai dari sekolah dasar hingga perguruan tinggi. Pendekatan ini memastikan bahwa individu terpapar pada pertimbangan etis sejak dini, menumbuhkan rasa benar dan salah yang kuat.
Di ruang kelas, guru dapat mendorong diskusi kritis tentang dampak korupsi terhadap masyarakat. Dengan menganalisis studi kasus nyata, siswa dapat memahami lebih baik dampak buruk praktik korupsi terhadap pemerintahan, layanan publik, dan pembangunan ekonomi. Pelajaran semacam itu tidak hanya meningkatkan kesadaran, tetapi juga memberdayakan siswa untuk mengenali dan menolak praktik korupsi dalam kehidupan mereka sendiri.
Pendidikan menempati posisi strategis sebagai pendekatan dalam memerangi kejahatan korupsi, sebagaimana dikatakan Nelson Mandela, "Education is the most powerful weapon which you can use to change the world.”(Pendidikan adalah senjata paling ampuh yang dapat Anda gunakan untuk mengubah dunia.)
Membangun Integritas melalui Pembelajaran Holistik
Menanamkan nilai-nilai anti-korupsi membutuhkan lebih dari sekadar pelajaran teoretis. Pendekatan pembelajaran holistik yang menggabungkan konten akademik dengan kegiatan pengalaman dapat memberikan dampak yang lebih mendalam. Misalnya, siswa dapat berpartisipasi dalam simulasi, debat, atau penanaman anti mencontek dalam ujian, adalah bagian dari upaya membentuk karakter siswa yang berintegritas terhadap kejujuran, tranpransi dan nilai moral.
Selain itu, sekolah dan universitas dapat menerapkan kode etik yang mendorong siswa untuk bertanggung jawab atas tindakan mereka. Institusi pendidikan juga dapat menekankan transparansi dalam penilaian, pemberian nilai, dan proses administratif, menunjukkan pentingnya akuntabilitas dalam interaksi sehari-hari.
Kegiatan ekstrakurikuler seperti dewan siswa, program relawan, dan inisiatif pengabdian masyarakat juga menyediakan kesempatan untuk mempraktikkan kepemimpinan etis dan akuntabilitas. Platform ini memungkinkan siswa untuk merasakan langsung bagaimana integritas dan keadilan berkontribusi pada dinamika kelompok yang sukses dan harmonis.
Guru memegang peran penting dalam membentuk moral siswa mereka. Sebagai mentor dan pembimbing, mereka harus menjadi teladan, menunjukkan kejujuran dan keadilan dalam perilaku mereka. Guru yang menunjukkan integritas dalam interaksi mereka dengan siswa dan rekan kerja menciptakan budaya kepercayaan dan rasa hormat, yang sangat penting untuk menumbuhkan sikap anti-korupsi.
Selain itu, mengundang pembicara tamu, seperti aktivis anti-korupsi, pelapor pelanggaran, atau pemimpin etis, dapat menginspirasi siswa. Orang-orang ini dapat berbagi pengalaman mereka dan menawarkan wawasan tentang bagaimana mereka menghadapi situasi etis yang menantang, memperkuat gagasan bahwa integritas adalah kebajikan yang berharga dan dapat dicapai.
Pendidikan kewarganegaraan adalah komponen integral dalam menciptakan generasi anti-korupsi. Dengan memahami hak dan kewajiban mereka sebagai warga negara, siswa lebih mampu meminta pertanggungjawaban pihak berwenang dan mengenali korupsi ketika itu terjadi. Pendidikan kewarganegaraan dapat mengajarkan kaum muda tentang prinsip-prinsip pemerintahan yang baik, pentingnya supremasi hukum, dan mekanisme untuk melaporkan serta menangani korupsi.
Di Indonesia, misalnya, integrasi pendidikan anti-korupsi ke dalam kurikulum nasional telah mendapatkan perhatian dalam beberapa tahun terakhir. Program semacam ini bertujuan untuk menciptakan budaya transparansi dan akuntabilitas, memberdayakan siswa untuk bertindak sebagai agen perubahan di komunitas mereka.
Kampanye Pendidikan Anti Korupsi Via Teknologi Informasi
Di era digital saat ini, teknologi menawarkan cara-cara inovatif untuk mempromosikan pendidikan anti-korupsi. Platform online interaktif, aplikasi seluler, dan alat pembelajaran berbasis permainan dapat membuat pendidikan etika lebih menarik dan dapat diakses oleh audiens yang lebih luas. Misalnya, simulasi realitas virtual dapat melibatkan siswa dalam skenario di mana mereka harus mengambil keputusan etis, membantu mereka memahami konsekuensi nyata dari korupsi.
Kampanye media sosial dan forum daring juga dapat meningkatkan kesadaran tentang upaya anti-korupsi, mendorong kaum muda untuk berpartisipasi dalam diskusi dan inisiatif. Dengan memanfaatkan teknologi, pendidik dapat menjangkau audiens yang beragam dan menginspirasi tindakan kolektif melawan korupsi.
Meskipun potensinya besar, mengintegrasikan pendidikan anti-korupsi ke dalam kerangka pendidikan yang lebih luas tidaklah tanpa tantangan. Resistensi dari kepentingan yang sudah mapan, kurangnya sumber daya, dan pelatihan yang tidak memadai untuk pendidik dapat menghambat implementasi.
Selain itu, pendidikan saja tidak dapat memberantas korupsi; ia harus menjadi bagian dari strategi yang komprehensif yang mencakup kerangka hukum yang kuat, lembaga pengawasan independen, dan partisipasi aktif masyarakat sipil.
Untuk mengatasi hambatan ini, pemerintah dan institusi pendidikan harus memprioritaskan pendidikan anti-korupsi sebagai investasi jangka panjang dalam pembangunan nasional. Ini membutuhkan kolaborasi antara pembuat kebijakan, pendidik, dan organisasi masyarakat sipil untuk merancang program yang efektif dan mengalokasikan sumber daya yang memadai.
Pendidikan adalah alat yang ampuh untuk menciptakan generasi yang menghargai integritas dan menolak korupsi. Dengan memasukkan prinsip-prinsip etis ke dalam kurikulum, mendorong pemikiran kritis, dan menyediakan peluang untuk aplikasi praktis, masyarakat dapat menumbuhkan budaya transparansi dan akuntabilitas.
Perjalanan menuju generasi anti-korupsi bukan tanpa tantangan, tetapi ini adalah langkah penting menuju masyarakat yang lebih berkeadilan. Ketika kaum muda diperlengkapi dengan pengetahuan, keterampilan, dan nilai-nilai untuk melawan korupsi, mereka menjadi fondasi untuk masa depan yang lebih cerah dan lebih etis. Dalam perjuangan melawan dan pemberantasan korupsi.
***
*) Oleh : Anshori, Direktur Pusat Study Hukum dan Sosial Lamongan dan Dosen Fakultas Hukum Universitas Billfath Lamongan.
*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggung jawab penulis, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi timesindonesia.co.id
*) Kopi TIMES atau rubrik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.
*) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]
*) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim apabila tidak sesuai dengan kaidah dan filosofi TIMES Indonesia.
**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.
**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.
Editor | : Hainorrahman |
Publisher | : Rizal Dani |