
TIMESINDONESIA, MALANG – Pendekatan kultural NU dalam menurunkan nilai-nilai al-Qur'an dan al-Hadis dalam kehidupan, mendorong Bahtsul Masail berhati-hati saat menentukan hukum terkait persoalan-persoalan baru yang membutuhkan solusi fiqih di masyarakat. Kaidah "memelihara nilai-nilai terdahulu yang sudah baik, dan mengambil nilai-nilai baru yang lebih baik" mendorong lembaga Bahtsul Masail untuk mengacu kepada pendapat ulama-ulama terdahulu dalam menjawab berbagai persoalan yang muncul di masyarakat, dengan merujuk kepada fiqih empat madzhab (Isa, 2014).
Paham Ahlusunnah Wal Jamaah dalam Nahdlatul Ulaта mencakup aspek aqidah, Syari'ah, dan akhlak, Ketiganya merupakan kesatuan ajaran yang mencakup seluruh aspek prinsip keagamaan Islam. Didasarkan pada manhaj Asy'ariyah dan maturidiyah dalam bidang aqidah, empat imam madzhab besar dalam bidang fiqh (Hanafi, Maliki, Syafi'l dan Hambali), dan dalam bidang tasawuf menganut manhaj Imam al-Ghazali dan Imam Abu al-Qasim al- Junaidi al-Baghdadi, serta para imam lain yang sejalan dengan syariah islam (Tim PWNU, 2007).
Advertisement
Orientasi ijtihad yang memperhatikan pendapat fiqih ulama terdahulu mengesankan Bahtsul Masail tidak cukup memiliki keberanian untuk melakukan ijtihad sebagaimana dilakukan oleh para imam mujtahid mutlak. Pandangan ini didasarkan pada kenyataan sulitnya untuk mendapatkan ulama yang memenuhi persyaratan untuk dapat berijtihad. Terlebih untuk menjadi seorang mujtahid, beberapa ulama ushul memberikan persyaratan yang cukup ketat.
INFORMASI SEPUTAR UNISMA DAPAT MENGUNJUNGI www.unisma.ac.id
Beberapa persyaratan itu antara lain seperti yang dijelaskan oleh Imam an-Nawawi dalam kitab al-Majmu mengutip Abu Amr yang menyebut syarat mujtahid mutlak: a) Memahami dalil-dalil hukum syari"at yang berasal dari al-Qur'an, hadis, ijma, qiyas secara mendalam dan terperinci; b) Memiliki pengetahuan terhadap syarat-syarat sahnya dalil dan memahami indikasi dalil-dalil itu, sehingga dapat mengambil kesimpulan hukum berdasarkan dalil-dalil itu (menguasai ilmu ushul fiqh); c). Menguasai ilmu- ilmu al-Qur'an, ilmu-ilmu hadis, nasikh dan mansukh, bahasa Arab, nahwu, sharaf, perbedaan dan kesepakatan ulama, dengan penguasaan yang cermat dan mendalam; d). Mampu menguasai ilmu fiqih berikut cabang-cabangnya (Isa, 2014).
Ciri utama ASWAJA NU adalah sikap tawassuth dan itidal (tengah-tengah atau keseimbangan) yakni selalu seimbang dalam menggunakan dalil, antara dalil naqli dan dalil aqli, antara pendapat jabariyah dan qadariyah dan sikap moderat dalam menghadapi perubahan dunyawiyah. Dalam masalah fiqh sikap pertengahan antara "ljtihad" dan taqlid buta yaitu dengan cara bermadzhab. Ciri sikap ini adalah tegas dalam hal-hal qath'iyyat dan toleran dalam hal-hal zhanniyyat. Tawussuth dalam menyikapi budaya ialah mempertahankan budaya lama yang masih baik dan menerima budaya baru yang lebih baik. Dalam masalah akhlak, menggunakan perpaduan antara syajaah (berani) dan "ngawur". Penggunaan sikap tawadlu yang merupakan perpaduan antara takabbur dan tadzaliul (Tim PWNU, 2007).
Sesungguhnya orientasi fiqih NU ini adalah cerminan dari dasar-dasar kemasyarakatan NU yang tercakup dalam nilai- nilai universal berikut: a) Tawasut dan Itidal yaitu sikap tengah dan lurus yang berintikan prinsip hidup yang menjunjung tinggi keharusan berlaku adil dan lurus di tengah kehidupan bersama, dan menghindari segala bentuk pendekatan yang bersifat ekstrem; b) Tasamuh, yaitu sikap toleran terhadap perbedaan pandangan, baik dalam masalah keagamaan (terutama mengenai hal-hal yang bersifat furu/cabang atau masalah khilafiyah/yang diperselisihkan), kemasyarakatan, maupun kebudayaan; c) Tawazun, yaitu sikap seimbang dalam ber-khidmah (mengabdi), baik kepada Allah. yang dikaitkan dengan kehidupan bermasyarakat, kepada manusia, maupun kepada lingkungan. Menyelaraskan kepentingan masa lalu, masa kini dan masa mendatang; d) Amar ma'ruf nahi munkar, yaitu selalu memiliki kepekaan untuk mendorong perbuatan yang baik dan bermanfaat bagi kehidupan bersama, serta menolak dan mencegah hal yang dapat menjerumuskan dan merendahkan nilai- nilai kehidupan (Isa, 2014). ***
INFORMASI SEPUTAR UNISMA DAPAT MENGUNJUNGI www.unisma.ac.id
*) Penulis: Dr. Kukuh Santoso, M.Pd, Dosen Fakultas Agama Islam (FAI) Universitas Islam Malang (UNISMA)
*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggung jawab penulis, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi timesindonesia.co.id
**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.
Editor | : Dhina Chahyanti |
Publisher | : Rochmat Shobirin |