Kopi TIMES

Menciptakan Pendidikan Inklusif

Selasa, 03 Desember 2024 - 08:44 | 29.52k
Lanny Ilyas Wijayanti, Anggota Asosiasi Bimbingan dan Konseling Indonesia
Lanny Ilyas Wijayanti, Anggota Asosiasi Bimbingan dan Konseling Indonesia
Kecil Besar

TIMESINDONESIA, JAKARTA – Di Indonesia, kebijakan ujian nasional (UN) telah lama menjadi bagian integral dari sistem pendidikan. Ujian Nasional menjadi salah satu tolak ukur penting untuk mengevaluasi kualitas pendidikan di negeri ini. Itu digunakan sebagai cara untuk mengukur keberhasilan siswa dalam menyelesaikan pendidikan tingkat dasar dan menengah. 

Namun, kebijakan ini sering kali menjadi subjek perdebatan seiring dengan perubahan zaman dan perkembangan metode pendidikan. Pernyataan yang dibuat oleh Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Mendikdasmen) Abdul Mu'ti mengenai kebijakan Ujian Nasional memberikan perspektif yang cukup relevan dan berorientasi pada peningkatan sistem pendidikan Indonesia.

Advertisement

Salah satu pandangan penting yang disampaikan oleh Abdul Mu'ti adalah bahwa Ujian Nasional seringkali menempatkan siswa di bawah tekanan, dengan fokus yang lebih besar pada hasil ujian daripada pembelajaran yang bermakna. 

Ini karena ujian nasional yang dilakukan di tingkat nasional sering kali menggunakan standar yang sangat kaku dan terpusat, yang pada akhirnya mendorong banyak sekolah untuk berkonsentrasi pada persiapan ujian daripada pengembangan siswa. Ini menghasilkan budaya "belajar untuk ujian" di mana siswa memprioritaskan menghafal topik yang akan digunakan dalam ujian daripada memahami dan menerapkan ide-ide yang dipelajari dalam kehidupan sehari-hari.

Selain itu, kebijakan ujian nasional yang terpusat menyebabkan ketidaksetaraan pendidikan di seluruh negara. Siswa di sekolah-sekolah di daerah terpencil atau dengan sumber daya terbatas sering kali menghadapi tantangan yang lebih besar dalam mempersiapkan siswa untuk ujian nasional daripada siswa di kota besar. 

Mereka sering kali tidak memiliki akses ke materi pembelajaran berkualitas tinggi, serta tidak memiliki fasilitas dan instruksi yang memadai untuk mempersiapkan mereka untuk ujian nasional. Kesalahan ini menyebabkan hasil ujian tidak selalu menunjukkan kualitas pendidikan yang sebenarnya, tetapi lebih menunjukkan ketidakmerataan kesempatan belajar di Indonesia.

Sistem pendidikan yang berfokus pada ujian berbasis penilaian akhir, seperti Ujian Nasional, cenderung mengesampingkan aspek penting lainnya dalam pembelajaran, seperti kreativitas, pengembangan keterampilan sosial, dan kemampuan berpikir kritis. Akibatnya, siswa dan guru lebih terkonsentrasi pada persiapan ujian daripada mempelajari pengetahuan yang berguna dan relevan dengan dunia nyata.

Sebagai upaya untuk mencetak generasi yang tidak hanya unggul secara akademis, kebijakan pendidikan perlu mengadopsi pendekatan yang lebih holistik. Komponen utama dari sistem evaluasi pendidikan harus berfokus pada pemahaman konsep siswa, pengembangan keterampilan hidup, dan pembentukan prinsip moral dan sosial. Oleh karena itu, pendidikan tidak hanya menjadi proses mengejar nilai, tetapi juga proses membangun karakter dan kompetensi siswa.

Abdul Mu'ti mengusulkan agar penilaian pendidikan tidak bergantung pada satu titik ujian besar, seperti Ujian Nasional. Sebagai alternatif, ia menyarankan untuk menggunakan metode evaluasi yang lebih beragam dan berkelanjutan yang mencakup penilaian formatif dan autentik yang lebih sesuai dengan kebutuhan perkembangan siswa. Metode ini lebih menekankan pada pengamatan proses belajar siswa, yang mencakup pembangunan keterampilan berpikir kritis, kerja tim, dan penyelesaian masalah, yang semuanya lebih relevan dengan kebutuhan dunia nyata.

Kebijakan Ujian Nasional juga seharusnya dievaluasi dari segi dampaknya terhadap guru. Banyak pendidik merasa tertekan untuk mengerahkan semua upaya mereka untuk mempersiapkan ujian, yang seringkali mengurangi ruang untuk kreativitas dalam mengajar. 

Fokus yang terlalu besar pada persiapan ujian juga mengurangi peluang guru untuk membuat metode pengajaran yang kreatif yang memenuhi kebutuhan unik siswa. Sangat penting untuk mengubah kebijakan ujian yang lebih mendukung proses pembelajaran agar pendidikan tidak hanya diukur dari hasil ujian tetapi juga dari pengembangan kompetensi dan karakter siswa secara keseluruhan. 

Pemerintah perlu memperkuat keterlibatan pemangku kepentingan untuk lebih terlibat dalam proses evaluasi dan pengembangan kebijakan ujian nasional. Kebijakan yang dibuat dapat lebih sesuai dengan kebutuhan nyata di lapangan dan mendukung pembentukan sistem pendidikan yang inklusif dengan melibatkan orang tua, guru, akademisi, dan praktisi pendidikan. Metode ini memungkinkan berbagai pendapat untuk didengar, tetapi juga membantu dalam pembuatan kebijakan yang lebih dapat diterima oleh semua pihak yang terlibat.

Selain itu, evaluasi pendidikan harus lebih menekankan pembelajaran berkelanjutan, keterampilan hidup, dan karakter siswa. Evaluasi yang lebih berfokus pada pengembangan karakter siswa dan pembelajaran yang berkelanjutan akan jauh lebih menguntungkan kemajuan pendidikan di Indonesia daripada kebijakan yang hanya berfokus pada hasil ujian akhir. (*)

***

*) Oleh : Lanny Ilyas Wijayanti, Anggota Asosiasi Bimbingan dan Konseling Indonesia.

*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggung jawab penulis, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi timesindonesia.co.id

*) Kopi TIMES atau rubrik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.

*) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]

*) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim apabila tidak sesuai dengan kaidah dan filosofi TIMES Indonesia.

*) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.



Editor : Hainorrahman
Publisher : Sofyan Saqi Futaki

TERBARU

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES