Kopi TIMES

Sayyid Ahmad Khan Sebagai Bahan Bakar Peradaban Islam

Senin, 23 Desember 2024 - 20:58 | 18.29k
Dr. Kukuh Santoso, M.Pd, Dosen Fakultas Agama Islam (FAI) Universitas Islam Malang (UNISMA).
Dr. Kukuh Santoso, M.Pd, Dosen Fakultas Agama Islam (FAI) Universitas Islam Malang (UNISMA).
Kecil Besar

TIMESINDONESIA, MALANG – Sayyid Ahmad Khan dilahirkan di Delhi tanggal 17 oktober 1817 dan menurut keterangan ia berasal dari keturunan Husein, cucu Nabi Muhammad melalui Fatimah bin Ali. Neneknya Sayyid Hadi, adalah pembesar Istana di zaman Alamghir II (1754-1759) ia mendapat pendidikan tradisional dalam pengetahuan agama.

Selain bahasa Arab, ia juga belajar bahasa Persia dan sejarah. Sayyid Ahmad orang yang rajin membaca dan selalu memperluas pengetahuan. Sewaktu berusia delapan belas tahun, ia memasuki lapangan pekerjaan pada Serikat India Timur. Kemudian bekerja sebagai hakim. Di Tahun 1846, ia pulang kembali ke Delhi untuk meneruskan studi. Selain pekerjaan itu, ia juga amat cakap dalam menulis dan mengarang. Salah satu karyanya yang mengantarkan namanya menjadi terkenal adalah Ahtar Al-Sanadid (Taufik, 2005).

Advertisement

Sayyid Ahmad Khan berpendapat bahwa meningkatkan kedudukan umat Islam India, hanya dapat diwujudkan melalui kerja sama dengan Inggris. Sebab saat itu, Inggris merupakan penguasa yang menjajah India dan masih mempunyai kekuasaan yang kuat. Selain dasar ketinggian dan kekuasaan Barat, termasuk yang dimiliki Inggris adalah ilmu pengetahuan dan teknologi (PTEK) modern.

Bagi umat Islam, untuk dapat maju, juga harus dapat menguasai IPTEK seperti mereka. Jalan yang harus ditempuh umat Islam untuk memperoleh IPTEK yang diperlukan itu bukan bekerja sama dengan Hindu dalam menentang Inggris, tapi memperbaiki dan memperkuat hubungan baik dengan mereka.

la berusaha meyakinkan pihak Inggris bahwa dalam pemberontakan 1857, umat Islam tidak memainkan peranan utama. Untuk itu, ia mengeluarkan pamflet yang mengandung penjelasan tentang hal-hal yang membawa pada pecahnya Pemberontakan 1857. Di antara sebab-sebab yang ia sebut adalah sebagai berikut (Thohir, 2009).

INFORMASI SEPUTAR UNISMA DAPAT MENGUNJUNGI www.unisma.ac.id

a. Intervensi Inggris dalam soal keagamaan, seperti pendidikan Kristen yang diberikan kepada yatim piatu di panti-panti yang diasuh oleh orang Inggris, pembentukan sekolah-sekolah missi Kristen, dan penghapusan pendidikan agama dari perguruan-perguruan tinggi (Taufik, 2005).

b. Tidak turut sertanya orang-orang India, baik Islam maupun Hindu, dalam lembaga-lembaga perwakilan rakyat. Hal ini akan membawa kepada Rakyat India tidak mengetahui dan tujuan Inggris. Mereka menganggap datang untuk mengubah agama mereka menjadi Kristen. Pemerintah Inggris tidak mengetahui keluhan-keluhan rakyat India (Taufik, 2005).

c. Pemerintah Inggris tidak berusaha mengikat tali persahabatan dengan rakyat India, sedang kestabilan dalam pemerintahan bergantung pada hubungan baik dengan rakyat. Sikap tidak menghargai dan menghormati rakyat India, membawa kepada akibat yang tidak baik terutama umat Islam

Selain tiga butir di atas, perhatian Ahmad Khan yang besar terhadap umat Islam adalah mengenai rasa kecemburuan yang tinggi terhadap sejumlah kemapanan fasilitas yang diberikan oleh Inggris kepada umat lain di India.

Dengan sikapnya itu, ia tidak mau mengorbankan umat Islam dan umat lain dalam perjuangannya. Sikap rasa nasionalisme yang mendorong ia lebih mementingkan hal-hal yang bersifat umum bagi rakyat India. Untuk semua itu, ia berusaha sekuat tenaga meyakinkan Inggris bahwa segala sesuatu yang terjadi akan dapat diselesaikan melalui jalan damai (Taufik,2005).

IPTEK modern adalah hasil olah pemikiran manusia, karena itu dunia Barat mendapat penghargaan yang tinggi. Kalau umat Islam mau maju harus menghargai akal pikiran. Sayid Ahmad Khan sangat menghargai akal pikiran rasional, walaupun ia percaya bahwa kekuatan dan kebebasan serta kemerdekaan manusia dalam menentukan kehendak dan perbuatan, akan diserahkan sepenuhnya kepada manusia itu sendiri. Dengan kata lain, ia mempunyai paham Qadariah (ree will and free ac) dan tidak berpaham Jabariah atau Fatalisme (Taufik, 2005).

Mengenai kedua sumber hukum Islam,ia amat kritis. Apalagi Hadis, yang kedudukannya sebagai sumber kedua dalam hukum Islam, amat hati-hati dipakainya. Karena menurutnya Hadis banyak yang palsu, yang sahih saja kalau bertentangan dengan Alquran, perlu dipertimbangkan untuk dipakai. Atas dasar tersebutlah ia memunculkan konsep ijtihad baru dan rasionalisme 7.

INFORMASI SEPUTAR UNISMA DAPAT MENGUNJUNGI www.unisma.ac.id

Ahmad Khan sangat beruntung, karena di antara sekian banyak umat Islam pada saat itu, dialah yang kebetulan diberikan pembiayaan oleh pemerintah Inggris untuk mengadakan lawatan ke Inggris dalam usaha mendapatkan bahan informasi sehubungan dengan usaha-usahanya membantu Inggris dalam berhubungan dengan umat Islam.

Di Inggris ia dapat mengadakan atas kemajuan yang dicapai Barat, baik tingkat pendidikan, penghargaan terhadap IPTEK, gaya hidup, dan sebagainya yang berkenaan dengan peradabannya. Menurutnya, wajar bila Inggris maju, dan umat Islam mundur, karena masing-masing berbeda dalam gaya hidup. Berdasarkan pengamatannya itulah yang mendorongnya menulis sejumlah buku agar umat Islam belajar banyak dengan Inggris dalam mencapai kemajuan-kemajuan hidup (Ali, 1993).

Lembaga pendidikan tersebut berkembang pesat dan mempunyai peranan yang menentukan dalam sejarah umat Islam India, terutama dalam membentuk mentalitas pembaru. lembaga pendidikan tersebut yang memberikan inspirasi keislaman yang kuat bagi tokoh-tokoh yang mau membentuk Negara Islam Pakistan. la membentuk Panitia Konferensi dan mengadakan Moham-medan Educational Conference pada tahun 1886. Konferensi diadakan dalam rangka sistem pendidikan nasional India yang seragam seluruhnya. Dengan dasar itu, pendidikan Islam modern di India dapat memberikan keseimbangan dengan pendidikan-pendidikan modern yang ada di sana, yang terlebih dahulu didirikan oleh pemerintah Inggris (Ali, 1993).

Beberapa karya Ahmad Khan yang terkenal sebagai bagian ide pembaruan, salah satunya, yaitu Tahzibul Akhlaq, Ala Dahriyyin. Namun, secara umum kurang relevan dengan pembaruan saat ini. Karya-karya yang disebutkan itu dinilai mempunyai makna trend pada masanya, sehingga dianggap berbeda dari pemikiran yang berkembang saat itu.

Sebagai puncak pengakuan dunia (Barat) atas jasa-jasanya, Universitas Eidenburg memberikan gelar Doktor Honoris Causa dalam bidang hukum pada tahun 1889. Barat mengakui prestasi ilmiahnya, terutama jasanya yang tak ternilai mengangkat citra umat Islam dengan pemikiran-pemikiran di bidang hukum Islam dan pembaruan lainnya secara umum (Ali, 1993).

Ahmad Khan termasuk pemikir rasionalis dan sebagai tokoh pergerakan reformasi keagamaan. Sebagian besar pemikiran- pemikirannya cenderung memberikan porsi lebih besar atas daya pikir logis, sehingga sesuatu yang kurang logis tidak dapat diterima begitu saja, termasuk cara ia menelaah dan memberi interpretasi terhadap Alquran dan Hadis, cenderung mengarah kepada pemikiran rasional. Sejalan dengan hal tersebut, ia sangat melarang islam bertaklid (Taufik, 2005).

Larangan umat Islam bertaqlid karena pendapat ulama masa lampau yang pada pemahaman zaman itu belum tentu sesuai dengan keadaan zaman sekarang dan sikap taklid akan mengakibatkan ketertinggalan. Selain itu, taklid bertentangan dengan tabiat akal, sebab akal diberikan oleh Allah agar manusia menyesuaikan diri dengan kondisi hidup yang melingkupinya, Akal juga merupakan sumber petunjuk dalam hidup manusia. Jika akal dipaksa untuk berhenti pada masa tertentu, maka hal itu menyalahi tabiat akal dan telah menghentikan fungsinya. Taklid juga bertentangan dengan tabiat kehidupan, sebab tabiat kehidupan adalah perubahan dan perkembangan, Taklid juga bertentangan dengan tabiat dasar- dasar Islam, tabiat dasar Islam tidak mengenal waktu dan tempat ia untuk seluruh manusia kapan dan di mana saja (Ali, 1993).

Pemikiran rasionalis Ahmad Khan tersebut merupakan suatu pelajaran bagi umat Islam bahwa Tuhan telah menganugerahkan daya kekuatan, di antaranya daya berpikir, yang disebut akal, dan daya fisik untuk mewujudkan kehendaknya sehingga manusia mempunyai kebebasan untuk mewujudkan daya yang dimilikinya sesuai dengan apa yang diberikan Tuhan kepadanya. Pemikiran Ahmad Khan mengenai pengetahuan berdasarkan nature (fisika), menunjukkan bahwa Ahmad Khan sebagai pemikir materialisme rasional, yaitu pemikir yang menerapkan apa yang menjadi keyakinannya (Ali, 1993). (*)

INFORMASI SEPUTAR UNISMA DAPAT MENGUNJUNGI www.unisma.ac.id

*) Penulis: Dr. Kukuh Santoso, M.Pd, Dosen Fakultas Agama Islam (FAI) Universitas Islam Malang (UNISMA)

*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggung jawab penulis, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi timesindonesia.co.id

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.



Editor : Dhina Chahyanti
Publisher : Rochmat Shobirin

TERBARU

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES