Bondowoso Republik Kopi: Dari Lereng Ijen ke Cangkir Dunia

TIMESINDONESIA, BONDOWOSO – Tepat di hari pertama tahun 2025, 1 Januari, sekitar pukul 6 pagi, dering ponsel saya terdengar nyaring, mengusik keheningan pagi yang masih gelap. Mata saya yang berat karena begadang semalaman menyambut pergantian tahun hampir membuat saya tak peduli. Namun, dering itu tak kunjung berhenti, seperti memiliki urgensi tersendiri yang tak bisa diabaikan.
Meski ponsel itu berada di ujung meja, jauh dari tempat saya terbaring, rasa penasaran perlahan mengalahkan rasa malas. Saya pun meraih ponsel tersebut. Layar yang bercahaya menunjukkan nama yang cukup familiar-Mas Paidi, teman lama saya dari Bondowoso.
Advertisement
Panggilan itu ternyata bukan hanya sekali; ada enam panggilan tak terjawab. Sesuatu pasti sedang terjadi. Sebelum saya menekan tombol untuk menelpon balik, saya memutuskan untuk menyeduh sisa kopi semalam. Aroma kopi yang hangat bercampur dengan hirupan pertama rokok yang baru dinyalakan terasa seperti ritual pagi yang sempurna untuk menghadapi apapun yang ingin disampaikan Mas Paidi.
Biasanya, setiap percakapan dengannya akan berujung pada diskusi panjang soal politik daerah, terutama Bondowoso. Namun, kali ini berbeda. Saat saya menelponnya, nada bicaranya terdengar santai tapi penuh semangat.
“Mas, aku sedang dalam perjalanan ke rumahmu dengan istri,” katanya. “Aku membawa sesuatu yang spesial buatmu.”
Saya tersenyum mendengar antusiasmenya. Ternyata, Mas Paidi membawa oleh-oleh kopi khas Bondowoso dengan merek BRK (Bondowoso Republik Kopi).
Ia menjelaskan dengan penuh kebanggaan bahwa kopi tersebut memiliki tiga varian unggulan: Arabika Blue Ijen, Arabika Wine, dan Robusta.
Ketika akhirnya Mas Paidi tiba, ia menyerahkan kemasan kopi yang menarik perhatian saya. Label BRK dengan desain yang khas segera membangkitkan kenangan delapan tahun silam, saat Bondowoso mulai dikenal sebagai kota kopi.
Kala itu, Bondowoso dipimpin oleh Bupati KH Amin Said Husni, sosok visioner yang, bersama wartawan senior Mas Yatimul Ainun, mempopulerkan kopi Bondowoso sebagai identitas daerah. Saya teringat tanggal penting, 22 Mei 2016, ketika Bupati Amin secara resmi mendeklarasikan Bondowoso Republik Kopi.
Setelah Mas Paidi pamit, saya memilih salah satu varian kopi, Arabika Wine, untuk dicicipi. Aroma yang keluar saat air panas menyentuh bubuk kopi segera memenuhi ruangan, membangkitkan rasa hangat sekaligus rasa ingin tahu. Dalam keheningan pagi itu, ditemani secangkir kopi yang berwarna keemasan, saya mulai merenung.
Di balik secangkir kopi ini, ada kisah panjang yang tidak banyak diketahui orang. Bondowoso, yang selama ini dikenal sebagai "Kota Tape," ternyata menyimpan warisan luar biasa: kopi berkualitas tinggi yang telah menembus pasar dunia.
Dalam laporan Indonesia Coffee Annual Report yang dirilis oleh USDA Foreign Agricultural Service, disebutkan bahwa kopi Bondowoso tumbuh di dataran tinggi kawasan Ijen dengan ketinggian 1.000 hingga 1.700 meter di atas permukaan laut. Kondisi tanah vulkanis yang subur serta iklim yang ideal menghasilkan karakter rasa yang unik-keasaman lembut, aroma floral, dan manis alami.
Tidak hanya itu, kopi Bondowoso juga telah mendapatkan pengakuan resmi. Menurut data di situs resmi Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI), Kementerian Hukum dan HAM Indonesia, produk ini memiliki sertifikat Indikasi Geografis (IG) dengan nama "Java Ijen-Raung," yang merujuk pada lokasi perkebunannya.
Namun, kopi Bondowoso tidak hanya soal rasa. Ada cerita di balik setiap tegukannya-cerita tentang para petani yang bekerja keras di lereng Gunung Ijen dan Raung, tentang kearifan lokal yang menjadikan kopi ini begitu khas, dan tentang potensi besar daerah yang belum sepenuhnya tergali. Bagi para pencinta kopi, mencicipi kopi Bondowoso adalah sebuah perjalanan rasa yang membawa mereka lebih dekat dengan budaya dan alam Indonesia.
Sayangnya, setelah masa jabatan Bupati KH Amin Said Husni berakhir, kejayaan Bondowoso Republik Kopi perlahan meredup. Meskipun beberapa upaya telah dilakukan di bawah pemerintahan Bupati KH Salwa Arifin, seperti menyelenggarakan festival kopi, dampaknya belum cukup signifikan untuk mengembalikan kejayaan masa lalu. (Times Indonesia, 25 Juni 2023).
Namun, harapan itu belum sirna. Dengan terpilihnya Ra Hamid dan Ra As’ad sebagai Bupati dan Wakil Bupati Bondowoso, semangat baru tampaknya mulai tumbuh. Dalam diskusi-diskusi kecil di masyarakat, ada optimisme bahwa merek BRK akan kembali bersinar.
Mungkin, seperti secangkir kopi yang selalu terasa hangat dan menghidupkan suasana, nama besar Bondowoso akan kembali harum di kancah nasional maupun internasional.
Saya menyeruput kopi Arabika Wine sekali lagi. Rasanya benar-benar khas, dengan sentuhan manis yang samar dan aroma fermentasi alami. Dalam hati, saya berharap kopi ini tidak hanya menjadi kebanggaan Bondowoso, tetapi juga menjadi simbol kegigihan dan kreativitas masyarakatnya. Sebuah warisan yang patut dirayakan, dilestarikan, dan dinikmati bersama.
***
*) Oleh : Abdul Basith, Komandan Redhawk Nusantara.
*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggung jawab penulis, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi timesindonesia.co.id
*) Kopi TIMES atau rubrik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.
*) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]
*) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim apabila tidak sesuai dengan kaidah dan filosofi TIMES Indonesia.
*) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.
**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.
Editor | : Hainorrahman |
Publisher | : Sofyan Saqi Futaki |