Kopi TIMES

Menakar Kepemimpinan Nasional Pasca MK Menghapus Presidential Threshold 20 Persen

Senin, 06 Januari 2025 - 13:55 | 37.95k
Hadi Suyono, Direktur Center for Community Empowerment Fakultas Psikologi Universitas Ahmad Dahlan Yogyakarta.
Hadi Suyono, Direktur Center for Community Empowerment Fakultas Psikologi Universitas Ahmad Dahlan Yogyakarta.
Kecil Besar

TIMESINDONESIA, YOGYAKARTA – Menurut catatan media, setelah berlangsung 36 kali gugatan, akhirnya Mahkamah Konstitusi (MK) menghapus presidential threshold 20 persen. Tentu saja keputusan MK mencabut ambang batas pencalonan presiden merupakan kado terindah tahun baru 2025 bagi rakyat Indonesia. Menjadi hadiah istimewa berdasarkan pertimbangan, keputusan MK ini memberi manfaat positif, seperti rakyat memperoleh sajian beragam menu pilihan pemimpin nasional yang diproyeksikan sebagai calon presiden.

Menjadi privilege tersendiri bagi rakyat, karena bercermin pemilihan presiden dan wakil presiden sebelumnya, belum ada partai politik memiliki kekuatan penuh mencalonkan kandidat secara mandiri. Realitas menunjukkan, setiap diselenggarakan pemilihan setelah reformasi, selalu melibatkan gabungan partai politik bersama-sama mendaftarkan kandidat pada kompetisi memperebutkan mahkota presiden dan wakil presiden. 

Advertisement

Koalisi antar partai politik itu merupakan konsekuensi memenuhi persyaratan ambang batas 20 persen. Dampak negatif dari bersatunya partai politik, membikin rakyat tidak memiliki banyak pilihan, memutuskan pemimpin nasional menjadi presiden.

Dampak negatif lebih luas lagi berkenaan kebiasaan koalisi partai politik, terlihat pada proses pencalonan presiden dan wakil presiden, tidak berjalan secara fair. Pengalaman memperlihatkan, partai politik tidak leluasa menampilkan calonnya sendiri, dilatarbelakangi oleh tidak cukup memenuhi ambang batas 20 persen, maka  memerlukan koalisi dengan partai politik lain.

Selama proses menjalin koalisi, banyak peristiwa politik, baik di panggung depan maupun di panggung belakang. Bagi partai politik memetik lebih banyak suara, berkemampuan mengatur strategi, agar kader potensial atau sosok dari luar yang elektabilitasnya tinggi dapat dipromosikan sebagai calon presiden. 

Namun belum tentu, partai politik mempunyai suara banyak berhasil mencalonkan presiden, karena harus bernegosiasi dengan partai lain, supaya jumlah prosentase  ambang batas terpenuhi. Atas kepentingan pragmatisme politik, partai besar bisa saja merelakan kadernya tidak maju pada pemilihan presiden dan wakil presiden. Cara ini dilakukan untuk memperoleh jabatan lebih banyak, meski langkah tersebut, kadang tidak mengakomodasi kehendak arus bawah yang ingin partai tersebut menampilkan calon sendiri.  

Peristiwa politik lain menggelar fakta, mengenai ambang batas 20 persen terdapat celah kekurangan yang dimainkan oleh sosok atau kelompok mengantongi kekuasaan. Adanya ambang batas tersebut, partai politik tidak cukup leluasa mengusulkan kandidat. Dalam kondisi mencari kawan koalisi dapat tersandera oleh mereka yang memegang tongkat komando kekuasaan. Mereka yang mempunyai kuasa menelisik berbagai kasus hukum yang menjerat petinggi partai. 

Kasus hukum petinggi partai itu, menjadi sarana menekan partai politik untuk mencalonkan jagoan mereka yang sedang memegang kuasa. Seandainya partai politik tidak mengikuti kemauan mereka, kasus hukum melilit elit partai bermuara menjadi tersangka. Tidak ingin kasus hukum mengikat elit partai, terpaksa mengikuti kemauan mereka yang mengendalikan kekuasaan, meski kandidat yang dicalonkan tidak dikehendaki oleh kader, simpatisan dan massa pendukung. 

Agenda politik sandera memanfaat kelemahan dari ambang batas pencalonan presiden, mengakibatkan kandidat berkontestasi tidak berbuah pemimpin nasional memiliki kompetensi memadai untuk memimpin negara sebesar Indonesia. Politik sandera bisa juga membikin pemimpin nasional yang diinginkan sebagian besar rakyat, tidak berlaga dalam pemilihan presiden dan wakil presiden. Kenyataan ini hadir, gara-gara kesepakatan pragmatisme politik atas nama meraih ambisi jabatan, efeknya rakyat digiring untuk memilih pemimpin nasional semau mereka, demi tujuan melanggengkan kekuasaan. 

Barangkali agenda politik sandera tidak akan mengemuka lagi, ketika keputusan MK meniadakan ambang batas 20 persen,  benar-benar berlaku pada pemilihan presiden dan wakil presiden 2029. Tidak adanya aturan ambang batas merupakan sejarah baru bagi politik di Indonesia, dengan ditandai setiap partai politik secara resmi terdaftar sebagai peserta pemilihan umum bisa mencalonkan presiden dan wakil presiden.

Tidak adanya ambang batas  menjadi 0 persen mengantarkan partai politik lebih terbuka, menawarkan pemimpin-pemimpin nasional mempunyai kapabilitas sebagai calon presiden. Partai politik perlu berhitung secara cermat, mengenai kandidat yang didaftarkan pada Komisi Pemilihan Umum, karena berdampak pada coattail effect.

Ketika partai politik memilih secara tepat, selaras dengan mayoritas kemauan pemilih, dapat berfungsi menambah suara dalam jumah  besar. Sebaliknya saat partai politik kurang teliti merekomendasikan kandidat, bisa menurunkan jumlah suara, karena ternyata jagonya tak laku dijual untuk mendongkrak daya keterpilihan partai politik bersangkutan. 

Kesadaran itu yang mendorong partai politik, tidak sembarang mencalonkan kandidat. Partai politik penting menemukan banyak pemimpin nasional bereputasi baik untuk dijaring sebagai calon presiden. Selain reputasi, partai politik perlu   mendasarkan pertimbangan pada rekam jejak yang sudah dihasilkan oleh pemimpin nasional. 

Karya-karya besar dari pemimpin nasional yang memberi kemanfaatan bagi bangsa perlu disertakan sebagai kriteria pencalonan. Syarat ini menguatkan curriculum vitae, dirinya  mampu memimpin negeri. 

Variabel yang bisa ditambahkan oleh partai politik mempresentasikan kandidat pada publik adalah sebagai calon presiden yang bersih, dengan ditandai oleh terbebas dari korupsi dan tidak berkasus hukum. Kandidat yang bersih ini, menjadi kekuatan utama melawan politik sandera, karena tidak ada pasal yang dijadikan landasan untuk membuat dirinya menjadi tersangka. 

Hal berikutnya yang disertakan partai politik mengambil keputusan  pemimpin nasional untuk diajukan sebagai kandidat, adalah popularitas dan elektabilitas, bersumber pencapaian sebagai tokoh kharismatik. Profil kandidat menjadi tokoh kharismatik mengandung makna spesifik, berupa gaya kepemimpinan menumbuhkan daya tarik pribadi mempesona dan memiliki visi kuat, sehingga dirinya mampu menginspirasi dan memotivasi orang lain. 

Soft skills yang berada di dalam dirinya menjadikan pemimpin kharismatik dianggap memiliki kualitas pribadi di atas rata-rata. Kualitas pribadi melebihi orang lain ini, mengantarkan pemimpin kharismatik mampu memberikan arah bagi perjalanan bernegara, gagasan cemerlang menemukan solusi masalah kebangsaan,  memiliki keyakinan kuat mencapai tujuan sesuai cita-cita pendiri republik, dan hadir pada situasi krisis untuk menciptakan perubahan lebih baik di tanah air.

Ada harapan pada  partai politik dan masih punya waktu  mengikhtiarkan pemimpin-pemimpin nasional menjadi kandidat presiden dan wakil presiden  memenuhi kriteria reputasi baik, bersih, popularitas moncer, elektabilitas tinggi dan sebagai tokoh kharismatik. Berasal dari proses ini, rakyat akan diberikan kemewahan memilih, di antara pemimpin-pemimpin nasional berkualitas  otentik untuk memimpin Indonesia menjadi negara besar, damai dan sejahtera. (*)

***

*) Oleh : Hadi Suyono, Direktur Center for Community Empowerment Fakultas Psikologi Universitas Ahmad Dahlan Yogyakarta.

*)Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggungjawab penulis, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi timesindonesia.co.id

*) Kopi TIMES atau rubik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.

*) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]

*) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim.

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.



Editor : Hainorrahman
Publisher : Sofyan Saqi Futaki

TERBARU

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES