TIMESINDONESIA, MALANG – Januari 2025 adalah genap seratus hari Kabinet Prabowo-Gibran mengemban amanat dalam menjalankan roda pemerintahan di kementerian/lembaga. Para menteri sedang melakukan konsolidasi kelembagaan, menyusun program serta melakukan refreshment personalia terutama di jajaran eselon satu dan dua. Namun demikian fase seratus hari pertama ini menjadi fase krusial. Artinya program unggulan akan tercermin dari desain di seratus hari pertama ini.
Demikian juga di Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains dan Teknologi. Dalam suatu kesempatan webinar, Mendikti Saintek Satryo Soemantri Brodjonegoro menyampaikan program 100 hari pertama diantaranya melaksanakan program transisi, evaluasi terhadap regulasi oleh pemerintah sebelumnya, serta penyusunan rencana strategis tahun 2025-2029.
Advertisement
Strategisnya sektor pendidikan tinggi ini karena selain nomenklatur kementrian yang baru yaitu penggabungan sektor pendidikan tinggi dengan sains dan teknologi, juga karena menjadi salah satu prioritas unggulan Presiden Prabowo dalam kampanyenya untuk mewujudkan Indonesia Emas 2045, yaitu penguatan pendidikan, sains dan teknologi, serta digitalisasi. Presiden Prabowo nampaknya ingin mengintegrasikan sekaligus mendongkrak kinerja SDM luaran pendidikan tinggi serta produk sains dan teknologi untuk meningkatkan keunggulan bangsa.
Problematika Masa Lalu
Namun demikian dalam konteks pendidikan tinggi, nampaknya ada sejumlah pekerjaan rumah masa lalu yang harus dituntaskan oleh Menteri Satriyo dan jajaran. Pertama tentang pengangguran terdidik. Data BPS tahun 2024 sedikitnya ada pengangguran terbuka sebesar 7 juta. Dari angka tersebut sekitar 60% disumbangkan dari lulusan terdidik.
Kedua luaran pendidikan tinggi dalam penciptaan teknologi. Stagnasi industrialisasi, khususnya penciptaan teknologi hasil dari inovasi riset produk anak bangsa juga menjadi problem. Sebenarnya pemerintah Presiden Jokowi pada periode pertama telah membuat nomenklatur penggabungan sektor pendidikan tinggi dan ristek melalui Kemenristek dikti untuk mengoptimalkan sekaligus mengintegrasikan produk penelitian di sektor riset dan pendidikan tinggi, namun sepertinya percepatan luaran produk teknologi masih belum optimal.
Ketiga tuntutan menjadi perguruan tinggi yang bereputasi global. Dewasa ini hampir tidak ada perguruan tinggi yang tidak bermimpi ingin menjadi perguruan tinggi bertaraf internasional. Upaya untuk menuju kesana tentu harus dibarengi dengan upaya yang sangat esktra mengacu pada baseline pada perangkingan perguruan tinggi global tersebut. Pemerintah harus mendukung sumberdaya yang dibutuhkan. Perlunya pemberian otonomi untuk mengkreasi tatakelola perguruan tinggi menjadi sangat relevan.
Selain hal itu ada sejumlah regulasi yang saat ini perlu ditelaah, misalnya Permendikbud nomor 44 tahun 2024 tentang Profesi, Karir dan Penghasilan Dosen, serta Permendikbud nomor 53 tahun 2023 tentang Penjaminan Mutu pendidikan Tinggi. Dalam hal Permendikbud nomor 44 terkadang masih ditemukan ambigutas antara kebijakan di Permendikbud tersebut dengan regulasi dari MENPANRB/BKN. Kebijakan pada MENPANRB yang dipandang menghambat karir dosen harus direvisi. Disamping itu tentang standart honoraium dosen untuk dosen swasta masih menyisakan tantangan tersendiri bagi instansi perguruan tinggi swasta.
Sementara terkait dengan Permendikbud nomor 53 perlu pengaturan lebih komprehensif tentang otonomi perguruan tinggi dalam merancang dan menerapkan standar mutu akademik untuk meningkatkan mutu pendidikan tinggi dalam mencetak lulusan yang lebih kompetitif.
Membuka kotak pandora
Tiba saatnya menunggu terbukanya kotak pandora kebijakan strategis yang terbaik rumusan dari Kemdikti Saintek untuk lima tahun mendatang. Paling tidak hal ini dapat di identifikasi dari tiga sisi: Input, proses, dan output atau luaran. Dalam hal input, misalnya bagaimana desain kurikulum atau orientasi pembelajaran pada pendidikan tinggi. Memang gonta-ganti desain kurikulum terkadang menyisakan masalah. Namun demikian perlu juga menyesuaikan kebutuhan masyarakat dan industri yang berubah sedemikian cepat.
Sementara dalam hal proses, bagaimana menciptakan iklim tatakelola kelembagaan kementrian serta perguruan tinggi dan lembaga riset yang mampu beroperasi secara efektiv dan efisien. Tantangan yang lain adalah ditengah adanya kebijakan makan bergizi gratis, apakah dukungan sumberdaya dari pemerintah untuk memantik percepatan riset dan pendidikan tinggi ini terdisrupsi.
Disisi lain apapun row input dan desain proses, publik akan melihat hasil dan luarannya. Sudah saatnya memang indikator luaran harus lebih berdampak dari sebelumnya. Apakah dalam bentuk invensi teknologi terbaru yang tepat guna, maupun terwujudnya perguruan tinggi yang mampu menembus seratus besar perguruan tinggi global. Namun demikian harusnya juga lebih berdampak pada taraf sosio-ekonomi dan daya saing bangsa.
***
*) Oleh: Dr. Yusuf Amrozi, M.MT, Dosen UIN Sunan Ampel Surabaya dan Wakil Ketua Lembaga Pendidikan Tinggi NU (LPTNU) Jawa Timur.
*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggung jawab penulis, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi timesindonesia.co.id
**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.
Editor | : Hainorrahman |
Publisher | : Rochmat Shobirin |