
TIMESINDONESIA, LAMONGAN – Revisi Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) menjadi pembicaraan hangat dalam konteks penyempurnaan sistem peradilan pidana di Indonesia.
Menjelang penerapan KUHP Nasional pada 2026, penting bagi kita untuk memikirkan revisi KUHAP yang lebih komprehensif agar sistem hukum pidana dapat berjalan secara lebih efektif dan efisien, serta menghadirkan keadilan yang nyata bagi seluruh pihak.
Advertisement
Pentingnya Revisi KUHAP
Ayu Dian Ningtias, seorang pakar hukum pidana dari Universitas Islam Lamongan, mengungkapkan bahwa revisi KUHAP harus mencakup dua hal utama: norma yang jelas dan pembenahan aparatur pelaksana, khususnya dalam hal kualifikasi penyidik.
Menurutnya, meskipun RUU KUHAP yang akan dibahas oleh DPR pada 2025 mencakup hal ini, tetapi terdapat tantangan besar dalam menciptakan kesepahaman mengenai sistem peradilan pidana yang terintegrasi, serta mekanisme administrasi peradilan pidana yang sesuai.
KUHAP memegang peranan penting sebagai hukum formal yang mengatur penerapan KUHP (hukum materiil). Oleh karena itu, revisi KUHAP harus mampu mengakomodasi kebutuhan penegakan hukum pidana yang lebih terkoordinasi dan transparan.
Mengenal Sistem Peradilan Pidana
Sistem peradilan pidana di Indonesia mencakup serangkaian tahapan yang saling terkait dan bekerja sama, dari penyidikan oleh kepolisian hingga eksekusi oleh lembaga pemasyarakatan. Dalam hal ini, setiap komponen dalam sistem hukum pidana memiliki peran dan kewenangannya masing-masing.
Sebagai contoh, kepolisian bertanggung jawab dalam tahap penyidikan, sementara kejaksaan mengurus penuntutan dan pengadilan berfungsi untuk memutuskan perkara.
Menurut Didik Endro Purwoleksono dalam bukunya Acara Pidana (2009), penyidik memiliki tugas untuk mencari dan mengumpulkan bukti guna memperjelas tindak pidana yang terjadi serta menemukan tersangkanya.
Proses penyidikan ini dilakukan secara bertahap, mulai dari penyelidikan, penyidikan, penindakan, pemeriksaan, hingga penyerahan perkara ke pengadilan. Di sinilah pentingnya sistem yang terstruktur agar setiap tahapan dapat berjalan dengan lancar.
Pemahaman tentang Kewenangan Aparatur Penegak Hukum
Salah satu hal penting yang perlu dipahami dalam konteks revisi KUHAP adalah pembagian kewenangan antara lembaga penegak hukum. Polisi, kejaksaan, dan pengadilan masing-masing memiliki kewenangan yang berbeda. Konsep "diskresi" di kepolisian memberikan kewenangan bagi polisi untuk melanjutkan atau menghentikan suatu perkara pidana.
Sementara itu, asas dominus litis menyatakan bahwa jaksa penuntut umum memiliki kewenangan untuk mengatur jalannya proses hukum, termasuk mengendalikan proses penyidikan pada tahap pra-ajudikasi agar tujuan pembuktian di pengadilan dapat tercapai dengan baik.
Perbedaan kewenangan ini menjadi dasar bagi pengaturan yang jelas antara institusi penegak hukum. Oleh karena itu, revisi KUHAP harus menekankan pentingnya koordinasi yang lebih baik antara kepolisian, kejaksaan, pengadilan, dan advokat agar sistem peradilan pidana berjalan secara lebih efisien dan efektif.
Peran Teknologi dalam Sistem Peradilan Pidana
Selain itu, teknologi informasi harus menjadi bagian integral dari reformasi sistem peradilan pidana di Indonesia. Di era digital seperti sekarang, teknologi dapat meningkatkan transparansi dalam proses peradilan dan efisiensi dalam pengelolaan perkara pidana.
Integrasi teknologi dalam sistem peradilan dapat membantu mengurangi birokrasi yang berbelit, mempermudah akses informasi bagi masyarakat, serta mempercepat penyelesaian perkara.
Ayu Dian Ningtias menekankan bahwa penggunaan teknologi dalam sistem peradilan pidana tidak hanya bertujuan untuk meningkatkan transparansi, tetapi juga untuk mempercepat proses hukum secara keseluruhan.
Oleh karena itu, teknologi harus diterapkan secara maksimal dalam setiap tahap peradilan, mulai dari penyidikan hingga eksekusi hukuman.
Menyongsong Keadilan yang Nyata
Revisi KUHAP yang tengah dibahas harus diarahkan pada terciptanya sistem peradilan pidana yang lebih transparan, efisien, dan responsif terhadap perkembangan zaman. Dengan pembaruan dalam norma dan mekanisme kerja aparat penegak hukum.
Sistem peradilan pidana Indonesia diharapkan dapat lebih memberikan keadilan bagi masyarakat. Penerapan teknologi informasi dan penguatan koordinasi antar lembaga penegak hukum menjadi langkah strategis yang tidak dapat diabaikan.
Dengan adanya revisi KUHAP yang tepat, kita berharap dapat mewujudkan peradilan pidana yang lebih berkualitas, tidak hanya mengutamakan kepastian hukum, tetapi juga keadilan yang dapat dirasakan oleh semua pihak sebelum diberlakukannya KUHP Nasional pada 2026.
***
*) Oleh : Ayu Dian Ningtias, SH., MH., Pakar Hukum Ilmu Pidana dan Dekan Fakultas Hukum Universitas Islam Lamongan.
*)Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggungjawab penulis, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi timesindonesia.co.id
____________
**) Kopi TIMES atau rubik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.
**) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]
**) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim.
**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.
Editor | : Hainorrahman |
Publisher | : Lucky Setyo Hendrawan |