Kopi TIMES

100 Hari Prabowo-Gibran: Janji, Manuver, dan Kabut yang Tak Kunjung Menyingkir

Rabu, 29 Januari 2025 - 13:52 | 53.95k
Jhon Qudsi, Pegiat Media Sosial.
Jhon Qudsi, Pegiat Media Sosial.
Kecil Besar

TIMESINDONESIA, PROBOLINGGO – Seratus hari pertama pemerintahan adalah semacam kartu nama. Dari sana kita melihat, atau setidaknya membayangkan, seperti apa wajah kekuasaan yang baru. 

Ia mungkin tampil meyakinkan, penuh percaya diri, atau justru kebingungan dalam langkah pertama. Seratus hari memang bukan waktu yang cukup untuk menakar keberhasilan, tapi cukup untuk melihat arah.

Advertisement

Pemerintahan Prabowo-Gibran berjalan dengan langkah besar. Kabinet yang dibentuk, berisi 109 orang, adalah yang terbesar dalam sejarah Indonesia sejak 1966. Mungkin ada keyakinan bahwa semakin banyak kepala, semakin cepat masalah terselesaikan. 

Tapi politik bukan barisan semut. Ia lebih sering seperti orkestra-terlalu banyak pemain hanya akan menghasilkan kebisingan.

Kita melihat juga langkah yang mengingatkan pada masa lalu: militer yang kembali diberi ruang dalam urusan sipil. Ada peran baru dalam distribusi makanan gratis, dalam pertanian, dalam proyek irigasi. 

Barangkali pemerintah percaya bahwa disiplin tentara bisa menyelesaikan urusan pangan. Tapi makanan bukan sekadar distribusi. Ia adalah ekosistem. Pangan bukan sekadar soal pasokan, tapi keseimbangan antara petani, harga, dan daya beli. 

Militer, dalam semua keunggulannya dibidang pertahanan dan keamanan, akan tetapi masih dalam tanda tanya urusan kerja sawah dan dapur rakyat.

Namun, publik tampaknya masih memberi ruang bagi eksperimen ini. Tingkat kepuasan terhadap pemerintahan tetap tinggi, melampaui 80 persen. Kita tahu, angka-angka dalam politik selalu bisa ditafsirkan dengan berbagai cara. 

Bisa jadi ini sinyal dukungan, bisa juga sekadar respons terhadap program populis yang berjalan cepat: makanan gratis, janji tunjangan, bantuan langsung. Seperti ilusi fatamorgana, angka-angka itu bisa pudar seiring dengan ujian waktu.

Swasembada pangan dan energi juga menjadi janji yang kembali dihidupkan. Sejak Orde Baru, mimpi ini terus diulang. Tapi kita tahu, swasembada bukan mantra. 

Ia butuh infrastruktur, kebijakan harga, investasi di pertanian, dan keberpihakan pada produsen kecil. Bukan sekadar rencana besar yang terdengar gagah dalam pidato.

Sementara itu, reorganisasi kementerian masih berlangsung. Kritik muncul: energi pemerintah terlalu banyak tersedot dalam bongkar-pasang birokrasi, sementara tantangan ekonomi dan sosial tetap menanti. 

Seperti rumah yang direnovasi terus-menerus tanpa pernah selesai, reorganisasi tanpa kejelasan hanya akan menyisakan fondasi yang goyah.

Dan yang mungkin paling mengkhawatirkan adalah rencana pengalihfungsian 20 juta hektare hutan demi ambisi swasembada. Sebuah proyek besar dengan risiko besar. 

Hutan-hutan yang dirambah untuk pangan bisa berarti bencana lingkungan yang lebih cepat datang. Kita seharusnya belajar dari masa lalu, bahwa kebijakan yang tergesa-gesa bisa berujung pada bencana ekologi yang sulit diperbaiki.

Seratus hari ini memberi gambaran tentang pemerintahan yang ingin bergerak cepat. Tapi kecepatan tanpa arah adalah ilusi gerak maju. 

Seperti perahu dalam kabut, kita belum tahu ke mana sebenarnya kapal ini berlayar. Yang bisa kita lakukan adalah menunggu-dan berharap kabut segera menyingkir.

***

*) Oleh : Jhon Qudsi, Pegiat Media Sosial.

*)Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggungjawab penulis, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi timesindonesia.co.id

 

____________
**) Kopi TIMES atau rubik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.

**) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]

**) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim.

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.



Editor : Hainorrahman
Publisher : Lucky Setyo Hendrawan

TERBARU

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES