Kopi TIMES

Perguruan Tinggi Kelola Tambang

Rabu, 12 Februari 2025 - 11:20 | 51.30k
Fitria Nurma Sari, Dosen Perbankan Syariah Universitas Ahmad Dahlan.
Fitria Nurma Sari, Dosen Perbankan Syariah Universitas Ahmad Dahlan.
Kecil Besar

TIMESINDONESIA, YOGYAKARTA – Pembahasan mengenai hak pengelolaan lahan tambang kembali mengemuka setelah sebelumnya beberapa ormas diberikan hak kelola pertambangan. Sekarang muncul wacana Perguruan Tinggi diberikan hak untuk mengelola tambang yang memunculkan pro dan kontra di kalangan akademisi maupun non akademisi. 

Badan Legislatif DPR RI yang memunculkan wacana tersebut pada saat membahas Rancangan UU tentang Perubahan Ketiga atas Undang-Undang Nomor 4 tahun 2009 tentang Mineral dan Batubara (UU Minerba). Usulan ini dianggap membuka potensi terjadinya kolaborasi antara bidang akademik dan industri. 

Advertisement

Kolaborasi antara akademisi dengan korporat memang sangat menarik untuk ditelaah lebih lanjut. Kampus sebagai jenjang tertinggi pendidikan memiliki sumber daya yang berkualitas seperti dosen, peneliti maupun mahasiswa yang bisa mendorong inovasi di berbagai bidang. 

Hampir semua profesional di bidang tambang pasti memiliki latar belakang pendidikan perguruan tinggi. Sehingga ide ini dirasa oleh beberapa kalangan cukup masuk akal. 

Apalagi saat ini muncul kekhawatiran karena biaya pendidikan semakin mahal walaupun anggaran yang diberikan pemerintah semakin tahun semakin meningkat. Banyak keluhan muncul akibat biaya pendidikan selalu naik setiap tahunnya seperti di Universitas Soedirman (Unsoed), Universitas Riau (Unri), hingga Universitas Sumatera Utara (Unsu). 

Biaya pendidikan Indonesia berada di peringkat ke 13 termahal dengan jumlah total biaya dari SD hingga pendidikan tinggi mencapai Rp. 300.000.000. Dengan fakta tersebut tidak heran BPS hanya mencatat 10,15 persen penduduk Indonesia di atas 15 tahun yang mengenyam pendidikan tinggi. 

Dengan diberikannya hak pengelolaan tambang, perguruan tinggi diharapkan bisa mendapatkan sumber pendanaan alternatif. Dana itu nantinya bisa dialokasikan untuk pengembangan fasilitas, penelitian atau bahkan beasiswa bagi mahasiswa berprestasi dan membutuhkan. 

Dengan adanya dana tambahan kampus tidak perlu lagi meningkatkan biaya perkuliahan agar persentase masyarakat Indonesia yang mengenyam pendidikan tinggi bisa semakin banyak. 

Walaupun terdapat sisi positif dari usulan tersebut, dunia pendidikan berpotensi akan kehilangan marwah dan spirit edukasinya. Perbedaan tujuan antara korporat dan lembaga akademik menjadi garis batas yang sangat jelas. 

Korporat berorientasi pada bisnis dan peningkatan profit sementara pendidikan tinggi memiliki berorientasi pada tridharma yaitu pendidikan, penelitian dan pengabdian masyarakat. Jika ketiga unsur tersebut disisipkan orientasi profit maka moral hazard akan tercipta kedepannya. 

Akan ada kompromi pelanggaran etika, norma sosial bahkan objektivitas dalam dunia pendidikan. Dunia bisnis apalagi tambang yang identik dengan perusakan lingkungan, eksploitasi sumber daya alam hingga pencabutan hak-hak masyarakat lokal akan bercampur dalam value yang ada di perguruan tinggi. 

Belum lagi masih banyak pekerjaan rumah yang mesti diselesaikan oleh perguruan tinggi di Indonesia perihal peningkatan kualitas. Tercatat dari 4.500 kampus yang ada di Indonesia hanya 20 perguruan tinggi dan swasta yang masuk ke dalam ranking dunia. 

Masalah kualitas adalah salah satu dari 3 isu utama dari perguruan tinggi kita selain akses dan juga angka penerimaan kerja. BPS mencatat 11% lebih pengangguran berasal dari lulusan perguruan tinggi. 

Bahkan 80% lulusan perguruan tinggi bekerja tidak sesuai dengan latar belakang pendidikannya. ini menjadi catatan penting bahwa masih banyak pekerjaan rumah yang perlu diselesaikan sebelum memegang tanggung jawab lainnya yang tidak kalah rumit. 

Isu kapabilitas perguruan tinggi juga menjadi sorotan pada wacana ini. Pengelolaan tambang bukan hanya tentang kemampuan teknis namun juga manajerial yang benar-benar kompleks. Kampus perlu membangun struktur organisasi dan juga infrastruktur yang eligible untuk menghadapi tantangan tersebut. 

Bagaimana kampus bisa membagi konsentrasi di dua kaki. Dalam beberapa kasus pasti akan ada yang dikorbankan manakala ada konflik kepentingan di dalamnya. Jika lebih mementingkan bisnis, maka proses edukasi terganggu. Sebaliknya jika proses edukasi diutamakan, bisnisnya yang akan merugi. 

Solusi dari masalah di atas adalah dengan tidak memberikan hak kelola tambang kepada kampus secara penuh namun menjadikan kampus sebagai mitra strategis perusahaan tambang. Perguruan tinggi dapat mendorong penelitian dan inovasi di lapangan secara langsung namun tidak bertanggung jawab hal-hal teknis produksi dan manajemen. 

Perguruan tinggi bisa mendapatkan sebagian saham dari entitas bisnis tersebut dan mendapatkan keuntungan darinya. Kampus juga bisa menjadi basis pelatihan keterampilan SDM korporasi dan pengembangan ekonomi lokal. 

Dengan demikian perguruan tinggi tidak akan kehilangan spirit tridharma yang selama ini melekat pada perguruan tinggi. Tidak akan ada konflik kepentingan di dalamnya dan bisa tetap fokus dalam usaha mencerdaskan kehidupan bangsa. 

***

*) Oleh : Fitria Nurma Sari, Dosen Perbankan Syariah Universitas Ahmad Dahlan.

*)Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggungjawab penulis, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi timesindonesia.co.id

*) Kopi TIMES atau rubik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.

*) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]

*) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim.

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.



Editor : Hainorrahman
Publisher : Rizal Dani

TERBARU

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES