Kopi TIMES

Pemangkasan Anggaran Belanja Kementrian/Lembaga: Solusi Bijak atau Ancaman Layanan Publik?

Rabu, 12 Februari 2025 - 13:50 | 41.62k
Muhammad Nafis S.H., M.H, Dosen Program Studi Hukum Keluarga Islam, Fakultas Agama Islam (FAI), Universitas Islam Malang (UNISMA).
Muhammad Nafis S.H., M.H, Dosen Program Studi Hukum Keluarga Islam, Fakultas Agama Islam (FAI), Universitas Islam Malang (UNISMA).
Kecil Besar

TIMESINDONESIA, MALANG – Dalam beberapa bulan terakhir, kebijakan pemerintah mengenai pemangkasan anggaran belanja di berbagai kementerian dan lembaga negara telah menjadi topik perdebatan publik yang hangat. Kebijakan ini dikeluarkan dengan alasan utama untuk menjaga stabilitas fiskal negara di tengah berbagai tantangan ekonomi global yang semakin kompleks. Namun, kebijakan ini juga menuai kritik tajam dari berbagai pihak yang mempertanyakan efektivitas dan dampaknya terhadap pelayanan publik serta pertumbuhan ekonomi nasional.

Latar belakang dari keputusan ini tidak bisa dilepaskan dari tekanan berat yang dihadapi anggaran negara. Krisis ekonomi global akibat pandemi COVID-19 belum sepenuhnya pulih, sementara ketidakpastian geopolitik, termasuk konflik internasional, telah mengganggu rantai pasok dunia dan meningkatkan inflasi. Situasi ini memaksa pemerintah untuk mengambil langkah tegas dalam menjaga defisit anggaran agar tetap terkendali. Salah satu langkah yang diambil adalah memangkas anggaran belanja kementerian dan lembaga.

Advertisement

Di atas kertas, kebijakan ini tampaknya masuk akal. Dengan mengurangi belanja negara, pemerintah dapat mengurangi tekanan pada defisit anggaran dan menjaga stabilitas makroekonomi. Langkah ini juga dinilai dapat meningkatkan efisiensi birokrasi, karena setiap kementerian dan lembaga dipaksa untuk lebih selektif dalam menggunakan anggaran mereka. Namun, pertanyaannya adalah apakah kebijakan ini benar-benar akan membawa manfaat yang diharapkan, atau justru akan menimbulkan dampak negatif yang lebih besar?

INFORMASI SEPUTAR UNISMA DAPAT MENGUNJUNGI www.unisma.ac.id

Salah satu kritik utama terhadap kebijakan ini adalah potensi penurunan kualitas layanan publik. Kementerian dan lembaga negara memiliki tanggung jawab besar dalam menyediakan berbagai layanan vital bagi masyarakat, mulai dari pendidikan, kesehatan, hingga infrastruktur. Dengan pemangkasan anggaran, ada kekhawatiran bahwa layanan-layanan ini akan terganggu atau bahkan terhenti. Misalnya, pemotongan anggaran di sektor kesehatan dapat menghambat program vaksinasi dan pelayanan kesehatan dasar yang sangat dibutuhkan masyarakat.

Tidak hanya itu, pemangkasan anggaran juga dapat berdampak pada perlambatan pertumbuhan ekonomi. Banyak proyek infrastruktur yang dibiayai oleh anggaran negara berperan sebagai pendorong utama pertumbuhan ekonomi. Jika proyek-proyek ini ditunda atau dibatalkan karena kekurangan dana, maka dampaknya akan sangat terasa pada sektor swasta yang bergantung pada investasi pemerintah, serta pada penciptaan lapangan kerja.

Di sisi lain, ada argumen bahwa kebijakan ini dapat menjadi momentum untuk melakukan reformasi birokrasi yang sudah lama dinantikan. Dengan anggaran yang lebih ketat, kementerian dan lembaga negara dipaksa untuk bekerja lebih efisien dan menghindari pemborosan. Selain itu, pemangkasan anggaran juga dapat mendorong pemerintah untuk lebih kreatif dalam mencari sumber pendanaan alternatif, seperti kemitraan dengan sektor swasta atau peningkatan penerimaan pajak.

Namun, efektivitas kebijakan ini sangat bergantung pada bagaimana implementasinya dilakukan. Jika pemangkasan anggaran dilakukan secara serampangan tanpa mempertimbangkan prioritas dan kebutuhan yang mendesak, maka dampaknya bisa sangat merugikan. Pemerintah perlu memastikan bahwa pengurangan anggaran tidak mengorbankan program-program yang memiliki dampak langsung dan signifikan bagi kesejahteraan masyarakat. Selain itu, transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan anggaran menjadi sangat penting untuk menghindari penyalahgunaan dan korupsi.

Kesimpulannya, kebijakan pemangkasan anggaran belanja di kementerian dan lembaga negara merupakan langkah yang tidak dapat dihindari dalam kondisi ekonomi yang penuh tantangan. Namun, efektivitas kebijakan ini sangat tergantung pada bagaimana kebijakan tersebut diimplementasikan dan sejauh mana pemerintah mampu menjaga keseimbangan antara stabilitas fiskal dan pelayanan publik. Jika tidak dikelola dengan baik, kebijakan ini berisiko menimbulkan dampak negatif yang lebih besar daripada manfaat yang diharapkan. Oleh karena itu, pemerintah harus bersikap bijak dan transparan dalam menjalankan kebijakan ini demi menjaga kepercayaan publik dan stabilitas ekonomi nasional. ***

INFORMASI SEPUTAR UNISMA DAPAT MENGUNJUNGI www.unisma.ac.id

*) Penulis: Muhammad Nafis S.H., M.H, Dosen Program Studi Hukum Keluarga Islam, Fakultas Agama Islam (FAI), Universitas Islam Malang (UNISMA).

*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggung jawab penulis, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi timesindonesia.co.id

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.



Editor : Dhina Chahyanti
Publisher : Rochmat Shobirin

TERBARU

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES