Pengaruh Filsafat Yunani Terhadap Pendidikan Islam

TIMESINDONESIA, MALANG – Penaklukan daerah-daerah dalam pemerintahan Islam, sejak masa Khalifah Umar bin Khattab sampai masa Daulah Bani Umayyah dan Bani Abbasyiah, banyak berpengaruh pada peradaban dan pendidikan Islami, dan yang paling berharga dari penaklukan negara-negara tersebut adalah pengetahuan dari filsafat Yunani. Sejak itu dasar-dasar filsafat Yunani ikut memberikan pengaruh pada kemajuan pendidikan Islami.
Setelah pemerintahan Islam dikuasai oleh Bani Umayyah dan selanjutnya oleh pemerintahan Bani Abbasyiah, perhatian bukan hanya tertuju pada perluasan wilayah Islam, tetapi tertuju pula terhadap pengembangan ilmu pengetahuan, terutama setelah ada persinggungan kebudayaan dengan peradaban dan filsafat Yunani.
Advertisement
Filsafat Yunani ditemukan oleh umat Islam dalam bahasa samaran Syiria yang merupakan bahasa campuran antara pemikiran Plato dan Aristoteles, sebagaimana yang ditafsirkan dan diolah oleh para filsuf selama berabad-abad sepanjang masa Helenisme. Pemikiran Yunani yang masuk ke dunia Islam tidak datang dengan manuskrip-manuskripnya yang asli. Vitalitas ilmuan dan filsuf Yunani telah berakhir dengan mundurnya Museum Alexander. Jembatan yang menghubungkan antara pengetahuan Helenisme dengan budaya Islam adalah penerjemahan karya-karya Yunani ke dalam bahasa Syiria, yang merupakan bahasa intelektual Timur Tengah. Bahasa Syiria dimengerti oleh ilmuwan Persia, Yunani, Yahudi, dan Kristen yang sedang mencari kebebasan beragama dan stimulan intelektual di Persia selama dua abad, sampai kerajaan Sasaniyah ditaklukan oleh bangsa Arab.
INFORMASI SEPUTAR UNISMA DAPAT MENGUNJUNGI www.unisma.ac.id
Upaya untuk menggabungkan pemikiran Islam dan Pemikiran Yunani mendominasi kehidupan intelektual sepanjang kekhalifahan Bani Umayyah dan Bani Abbasyiah. Ilmuwan yang berhubungan dengan Kristen Nestoris yang berasal dari Hira (sebuah kota kecil di antara Basrah, Kufah, dan Mesopotamia Selatan). Kontroversi terjadi setelah diperkenalkan karya-karya sains dan filsafat Yunani pada pertengahan abad ke-8, sehingga munculah gerakan-gerakan dan kelompok yang disebut dengan Qadariyah. Dengan menggunakan metode rasional Yunani, ilmuwan Hira berusaha menggabungkan akal dan wahyu. Khalifah Bani Umayyah, Muawiyyah II, dan Yazid III adalah pengikut aliran Qadariyah.
Di tempat lain, di seluruh Mesopotamia Selatan timbul pula satu aliran pikiran yang dipengaruhi oleh Kristen Nesioris di Basran dengan menerima kemauan bebas. Mereka meyakini bahwa individu dapat mengendalikan tingkah lakunya. Cara mengetahui tingkah laku yang benar dapat dilakukan dengan pendekatan spekulatif terhadap logika. Kelompok ini dikenal dengan nama Mu'tazilah. Khalifah al-Ma'mun dari Bani Abbasyiah menganut aliran ini.
Tidak dapat dielakkan lagi bahwa penerjemahan karya-karya pemikiran Yunani telah menyebabkan semaraknya dunia pendidikan Islami di masa Klasik, walaupun pendidikan di masa Klasik dapat dikatakan maju, bahkan dianggap telah mencapai masa keemasan dalam sepanjang sejarah. Sejak permulaan penerjemahan karya-karya pemikiran Yunani, pendidikan Islami mengalami kemajuan pesat, baik dalam materi pengajarannya (kurikulum) maupun lembaga pendidikannya.
Lembaga-lembaga pendidikan yang sebelumnya hanya mengajarkan pengetahuan agama, malah mengajarkan ilmu pengetahuan, seperti matematika, filsafat dan kedokteran. Misalnya di Kuttab, yaitu salah satu dan lembaga filsafat tingkat dasar, pada abad pertama masa Islam hanya mengajarkan pelajaran membaca dan menulis. Kemudian diajarkan pula pendidikan keagamaan. Sejak abad ke-8 M, Kuttab mulai mengajarkan pelajaran ilmu pengetahuan di samping ilmu agama. Tidak diragukan lagi, semua ini disebabkan setelah adanya kontak antara Islam dengan budaya Helenisme.
INFORMASI SEPUTAR UNISMA DAPAT MENGUNJUNGI www.unisma.ac.id
Selain lembaga pendidikan tingkat rendah, di lembaga pendidikan tingkat tinggi pun terjadi perkembangan di bidang kurikulum. Menurut Mahmud Yunus, kurikulum sekolah tinggi itu dapat dibagi dua, yaitu ilmu naqliyah dan ilmu aqliyah. Ilmu-ilmu naqliyah-ilmu yang bersumber pada al-Quran dan Hadits, sedangkan ilmu aqliyah adalah ilmu yang bersumber pada akal. Ilmu-ilmu naqliyah meliputi tafsir, al-Quran, Hadits fiqih, ushul fiqih, nahu sharaf, balaghah, dan bahasa Arab serta kesusasteraan Arab. Sedangkan ilmu-ilmu aqliyah meliputi mantiq/logika, ilmu alam dan kimia, musik, ilmu pasti, ilmu ukur/matematika, falak (astronomi), ilmu kalam, ilmu hewan, ilmu tumbuh-tumbuhan, dan kedokteran.
Di samping kurikulum yang berkembang sebagai akibat pengaruh peradaban Yunani, lembaga pendidikan pun mengalami perkembangan dengan pesat. Kontak dengan Helenisme menyebabkan lahir dan bermunculannya lembaga-lembaga pendidikan baru yang belum ada pada masa sebelumnya. Sebelumnya, lembaga-lembaga pendidikan Islami seperti Kuttab, masjid, halaqah, dan majelis mengajar materi pelajaran yang berkaitan dengan keagamaan. Pada perkembangan berikutnya, diajarkan materi pelajaran tentang ilmu pengetahuan dan filsafat.
Akibatnya, lembaga-lembaga pendidikan Islami mengalami perubahan karakteristik, bahkan munculnya bentuk-bentuk lembaga pendidikan baru, serta menyebabkan terjadinya dualisme lembaga pendidikan Islami, yaitu ada lembaga pendidikan Islami yang terbuka pada pengetahuan umum, dan lembaga pendidikan Islami yang tertutup terhadap pengetahuan umum. ***
INFORMASI SEPUTAR UNISMA DAPAT MENGUNJUNGI www.unisma.ac.id
*) Penulis: Dr. Kukuh Santoso, M.Pd, Dosen Fakultas Agama Islam (FAI) Universitas Islam Malang (UNISMA).
*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggung jawab penulis, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi timesindonesia.co.id
**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.
Editor | : Dhina Chahyanti |
Publisher | : Rochmat Shobirin |