Kopi TIMES

Efisiensi Anggaran: Seni Mengelola Negara Diuji

Selasa, 18 Februari 2025 - 10:45 | 44.13k
Mohamad Sinal.
Mohamad Sinal.
Kecil Besar

TIMESINDONESIA, MALANG – Anggaran negara adalah nafas kehidupan bangsa. Denyut yang menghidupkan roda pemerintahan, pendidikan, kesehatan, serta pembangunan bangsa. Ia adalah nadi yang mengalirkan harapan kepada rakyat, menjanjikan masa depan yang lebih baik dan bermanfaat.

Namun, dalam keterbatasan, efisiensi menjadi tuntutan. Tidak ada ruang untuk pemborosan. Tidak ada kebijakan yang hanya indah di atas kertas tetapi hampa dalam realitas.

Advertisement

Kini, di bawah pemerintahan yang baru, seni mengelola negara kembali diuji. Dalam lembaran anggaran, setiap rupiah harus dihitung dengan cermat dan tepat. Ditimbang dengan kebijaksanaan, serta dialokasikan dengan rasa keadilan.

Namun, dalam upaya merampingkan pengeluaran, ada batas-batas yang harus dijaga. Sebab, efisiensi tanpa kebijaksanaan dapat menjadi pisau bermata dua: menghemat di satu sisi, tetapi melukai di lain sisi.

Antara Efisiensi dan Kebutuhan Rakyat

Efisiensi anggaran bukanlah sekadar pemangkasan, melainkan seni menata sumber daya agar lebih produktif. Seperti seorang pelukis yang menggoreskan warna di atas kanvas. Negara harus memastikan bahwa setiap kebijakan anggaran harus menghasilkan karya terbaik bagi rakyatnya.

Namun, bagaimana jika efisiensi justru memangkas hal-hal esensial? Bagaimana jika anggaran pendidikan dikurangi, riset dan inovasi terhambat, atau kesejahteraan tenaga pengajar terabaikan? Bagaimana jika fasilitas kesehatan dikorbankan, sementara rakyat masih bergantung pada layanan medis yang terjangkau?

Efisiensi yang tidak diarahkan dengan bijak bisa berubah menjadi kesenjangan. Masyarakat yang lemah semakin terpinggirkan. Akses pendidikan semakin sulit. Harapan akan kehidupan yang lebih baik perlahan akan terkikis.

Efisiensi jangan hanya diterjemahkan sebagai pengurangan anggaran tanpa strategi yang matang, Sebab jika hal itu dilakukan, yang terjadi bukanlah penguatan, melainkan pelemahan fondasi nilai-nilai kebangsaan.

Koridor Hukum: Menjaga Agar Kebijakan Tak Menyimpang

Di tengah upaya menghemat anggaran, hukum harus tetap menjadi pagar. Pagar yang menjaga agar kebijakan tidak melenceng dari prinsip-prinsip keadilan. Supaya kebijakan tidak menciderai nilai-nilai kemanusiaan.

Konstitusi telah menetapkan bahwa anggaran negara harus digunakan sebesar-besarnya untuk kesejahteraan rakyat. Selain itu, Pasal 31 UUD NRI 1945 menegaskan bahwa setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan. Sementara Pasal 28H menyatakan bahwa kesehatan adalah hak asasi yang harus dijamin oleh negara.

Dengan demikian, efisiensi anggaran tidak boleh mengorbankan hak-hak yang telah dijamin oleh hukum. Pengurangan anggaran pendidikan yang berdampak pada naiknya biaya hendaknya harus dicegah. Sebab, naiknya biaya kuliah, terbatasnya akses beasiswa, atau berkurangnya dana riset bertentangan dengan amanat konstitusi.

Begitu pula dengan pemangkasan dana kesehatan yang mengakibatkan terbatasnya layanan bagi rakyat kecil. Hal tersebut akan menjadi pertanyaan besar: apakah efisiensi masih berpihak pada rakyat?

Koridor hukum telah mengatur bahwa pengelolaan anggaran harus dilakukan secara transparan dan akuntabel. UU No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara menegaskan bahwa anggaran harus dikelola dengan prinsip efisiensi tanpa mengorbankan kepentingan publik. Oleh sebab itu, efisiensi harus didasarkan pada kajian yang mendalam, bukan sekadar keputusan sepihak yang berisiko menimbulkan ketidakadilan.

Seni Menjaga Keseimbangan

Mengelola negara bukan hanya soal angka-angka dalam dokumen keuangan. Ia adalah seni menjaga keseimbangan antara efisiensi dan kesejahteraan rakyat. Pemerintah hendaknya mampu membedakan antara penghematan yang produktif dan penghematan yang berdampak negative.

Efisiensi seharusnya jangan dimaknai pemangkasan besar-besaran,  melainkan perbaikan tata kelola pemerintahan. Jika birokrasi yang gemuk menjadi masalah, solusi yang tepat adalah digitalisasi dan penyederhanaan prosedur. Jadi, bukan mengurangi tenaga kerja yang justru dibutuhkan oleh rakyat.

Jika subsidi dianggap membebani anggaran, langkah bijak adalah memastikan subsidi tepat sasaran. Jadi, bukan mencabutnya tanpa pertimbangan yang matang. Pemerintah juga harus berani menindak kebocoran anggaran yang selama ini menjadi beban berat bagi negara.

Korupsi, pengeluaran yang tidak efektif, serta proyek-proyek yang tidak memiliki manfaat nyata harus menjadi fokus utama dalam reformasi anggaran. Sebab, sering kali permasalahan utama bukanlah kurangnya anggaran, melainkan karena anggaran yang tidak tepat sasaran.

Dalam perjalanan panjang  republik ini,  sejarah mencatat bahwa kebijakan yang baik adalah kebijakan yang berpihak pada rakyat. Efisiensi bukanlah tujuan akhir, tetapi alat untuk mencapai kesejahteraan yang lebih luas. Efisiensi yang mengorbankan hak-hak rakyat, yang terjadi bukanlah kemajuan, melainkan kemunduran.

Dalam konteks ini, pemerintah perlu memastikan bahwa efisiensi berjalan seiring dengan prinsip keadilan. Pengurangan anggaran harus dilakukan dengan pendekatan yang lebih cerdas, seperti memotong anggaran perjalanan dinas yang tidak perlu. Menekan belanja proyek yang tidak produktif, atau mengurangi biaya administrasi yang terlalu besar.

Di sisi lain, investasi pada sektor-sektor krusial seperti pendidikan dan kesehatan harus tetap menjadi prioritas. Sebab, negara yang maju adalah negara yang menempatkan manusia sebagai aset utama pembangunan.

Oleh sebab itu, jika anggaran pendidikan ditekan, generasi masa depan akan kehilangan kesempatan untuk berkembang. Jika layanan kesehatan dikurangi, rakyat akan semakin jauh dari kesejahteraan yang layak: baik saat ini maupun pada masa mendatang.

Jadi, seni mengelola negara tidak hanya tentang bagaimana menghemat anggaran, tetapi juga memastikan bahwa setiap kebijakan memberikan manfaat nyata bagi rakyat. Efisiensi harus berjalan dalam koridor hukum yang jelas, dengan tetap menjunjung tinggi prinsip keadilan sosial.

Dalam dunia pemerintahan, efisiensi adalah ujian. Sejarah akan mencatat bagaimana ujian ini dihadapi. Apakah pemerintah mampu merancang kebijakan yang seimbang, ataukah terjebak dalam paradigma pemangkasan yang merugikan?

Kini, seni mengelola negara kembali diuji. Akankah kebijakan efisiensi menjadi langkah bijak yang membawa kesejahteraan? Ataukah justru menjadi mata pisau yang mengiris perlahan harapan rakyat? Jawabannya ada pada kebijakan yang diambil hari ini, yang akan menentukan masa depan bangsa esok hari. (*)

Oleh: Mohamad Sinal

*Penulis Corporate Legal Consultant, ahli bahasa hukum, founder Pena Hukum Nusantara, dan dosen Polinema.

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.



Editor : Wahyu Nurdiyanto
Publisher : Rizal Dani

TERBARU

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES