Ramai Tagar #KaburDuluAja di Medsos: Perlawanan Anak Muda terhadap Sistem yang Tidak Manusiawi

TIMESINDONESIA, MALANG – Dalam beberapa waktu terakhir, tagar #KaburDuluAja menjadi perbincangan hangat di media sosial. Digagas oleh kelompok anak muda yang merasa jengah dengan situasi sosial dan politik yang stagnan, gerakan ini menjadi bentuk ekspresi baru yang segar, namun kontroversial. Tagar tersebut tidak sekadar menjadi tren digital, tetapi juga merefleksikan keresahan generasi muda yang mulai mempertanyakan banyak hal: dari sistem pendidikan yang membebani, kebijakan pemerintah yang dirasa kurang berpihak, hingga tuntutan hidup yang semakin menyesakkan dada.
Kemunculan #KaburDuluAja tidak bisa dilepaskan dari realitas pahit yang dihadapi anak muda saat ini. Tingginya tingkat pengangguran di kalangan lulusan perguruan tinggi, sulitnya mendapatkan akses terhadap pekerjaan yang layak, dan tekanan sosial yang menuntut mereka untuk sukses secepat mungkin adalah beberapa alasan utama. Dalam kondisi tersebut, banyak anak muda merasa bahwa pilihan terbaik bukan lagi bertahan dalam sistem yang dianggap rusak, tetapi mencari jalan keluar yang lebih sehat secara mental dan emosional.
Advertisement
Namun, apakah #KaburDuluAja berarti menyerah? Tentu tidak. Gerakan ini lebih dari sekadar ajakan untuk lari dari kenyataan. Di balik seruan yang terdengar sarkastik ini, tersimpan pesan yang tajam dan jelas: sudah saatnya kita mencari cara hidup yang lebih manusiawi, yang tidak selalu tunduk pada definisi sukses yang kaku dan membebani. Dalam berbagai unggahan yang viral di media sosial, pengguna tagar ini berbagi cerita tentang keberanian mereka untuk meninggalkan pekerjaan toksik, menunda studi yang tidak lagi relevan, atau bahkan pindah ke lingkungan yang lebih mendukung kesehatan mental mereka.
INFORMASI SEPUTAR UNISMA DAPAT MENGUNJUNGI www.unisma.ac.id
Fenomena ini juga memicu berbagai tanggapan. Banyak pihak yang memandang gerakan #KaburDuluAja sebagai bentuk kebodohan dan sikap tidak bertanggung jawab. Mereka menganggap bahwa anak muda harusnya lebih gigih dalam menghadapi tantangan hidup, bukan justru kabur dari masalah. Di sisi lain, ada pula yang melihat tagar ini sebagai bentuk perlawanan yang sah terhadap sistem yang tidak adil. Mereka menilai bahwa keberanian untuk mundur adalah langkah cerdas yang menunjukkan bahwa tidak semua pertarungan layak untuk diperjuangkan.
Dalam dunia yang terus berubah dengan cepat, generasi muda menghadapi tantangan yang berbeda dari generasi sebelumnya. Jika dulu keberhasilan sering diukur dari kemampuan bertahan dalam satu pekerjaan selama puluhan tahun, kini fleksibilitas dan kebebasan menjadi nilai yang lebih dihargai. Dunia digital membuka peluang baru yang memungkinkan anak muda untuk menciptakan pekerjaan mereka sendiri, bekerja dari mana saja, dan menentukan sendiri definisi kesuksesan mereka. Dalam konteks inilah, gerakan #KaburDuluAja menemukan relevansinya.
Namun, meski terdengar menarik, gerakan ini tidak bebas dari risiko. Tidak semua orang memiliki privilese untuk kabur begitu saja dari situasi yang tidak menyenangkan. Ada yang terikat oleh tanggung jawab keluarga, keterbatasan finansial, atau berbagai faktor lain yang membuat mereka tidak bisa begitu saja meninggalkan semuanya. Oleh karena itu, penting untuk memahami bahwa #KaburDuluAja bukan solusi instan untuk semua orang, melainkan sebuah seruan untuk berpikir ulang tentang jalan hidup yang kita tempuh.
Lebih jauh, gerakan ini juga menggugah pertanyaan tentang peran pemerintah dan institusi sosial dalam menciptakan lingkungan yang lebih kondusif bagi anak muda. Jika semakin banyak yang memilih untuk kabur daripada berjuang, bukankah itu menjadi tanda bahwa ada sesuatu yang salah dengan sistem yang ada? Dalam konteks ini, #KaburDuluAja bukan hanya kritik terhadap individu, tetapi juga panggilan bagi pihak berwenang untuk berbenah.
Pada akhirnya, #KaburDuluAja adalah gambaran nyata dari semangat zaman. Ini adalah bentuk ekspresi generasi yang tidak lagi mau dipaksa untuk mengikuti aturan yang tidak sesuai dengan kebutuhan dan aspirasi mereka. Bukan berarti mereka malas atau tidak mau berusaha, tetapi mereka sadar bahwa hidup ini lebih dari sekadar memenuhi ekspektasi orang lain. Dengan segala kontroversi dan pro-kontranya, gerakan ini menunjukkan bahwa keberanian untuk mengatakan "tidak" pada sistem yang tidak manusiawi adalah langkah pertama menuju perubahan yang lebih baik.
Dalam narasi yang penuh dinamika ini, kita perlu belajar untuk tidak hanya menghakimi, tetapi juga memahami. Anak muda yang memilih untuk #KaburDuluAja tidak selalu berarti mereka menyerah, tetapi bisa jadi mereka sedang mencari cara baru untuk hidup yang lebih sehat, bahagia, dan bermakna. Dan bukankah itu adalah hak setiap manusia? ***
INFORMASI SEPUTAR UNISMA DAPAT MENGUNJUNGI www.unisma.ac.id
*) Penulis: Muhammad Nafis S.H., M.H, Dosen Program Studi Hukum Keluarga Islam, Fakultas Agama Islam (FAI), Universitas Islam Malang (UNISMA).
*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggung jawab penulis, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi timesindonesia.co.id
**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.
Editor | : Dhina Chahyanti |
Publisher | : Rochmat Shobirin |