Kopi TIMES

Retret di Tengah Efisiensi, Pemborosan atau Kebutuhan?

Selasa, 25 Februari 2025 - 11:44 | 37.68k
Aris Munandar, Mahasiswa Pascasarjana Ilmu Politik UIN Jakarta.
Aris Munandar, Mahasiswa Pascasarjana Ilmu Politik UIN Jakarta.
Kecil Besar

TIMESINDONESIA, JAKARTA – Di tengah tekanan pemerintah yang sibuk berbicara soal effisiensi anggaran justru pada saat yang sama, mereka juga mengalokasikan dana miliaran rupiah untuk kegiatan yang tampak lebih mengutamakan kepentingan politis daripada kebutuhan riil publik atau masyarakat.

Retreat kepala daerah yang diselenggarakan di Akademi Militer (Akmil) Magelang, dengan anggaran mencapai Rp 13 miliar, semakin memperjelas ketidaksesuaian antara klaim efisiensi anggaran dengan kebijakan yang diambil oleh pemerintah.

Advertisement

Dalam situasi dimana banyak sektor publik yang membutuhkan perhatian lebih, seperti sektor pendidikan, kesehatan, dan infrastruktur, penggunaan dana yang besar untuk kegiatan yang tampaknya lebih berfokus pada kepentingan politik pejabat daerah menimbulkan pertanyaan serius mengenai prioritas anggaran.

Meskipun kegiatan Retreat ini diklaim untuk meningkatkan sinergi antar kepala daerah dan memperkuat komitmen mereka terhadap pembangunan daerah, banyak yang menganggap bahwa anggaran yang dialokasikan lebih banyak untuk tujuan mempererat hubungan antar pejabat dengan latar belakang politik tertentu, daripada benar-benar memberikan dampak langsung terhadap pelayanan publik.

Beberapa pengamat berpendapat bahwa kegiatan semacam ini lebih berfungsi sebagai ajang "ritual politik", yang pada akhirnya lebih mengutamakan kepentingan politik individu atau kelompok, daripada kepentingan masyarakat luas yang membutuhkan intervensi pemerintah lebih konkret.

Fakta lain yang turut memperburuk pandangan publik adalah adanya keprihatinan terhadap penggunaan anggaran negara yang seharusnya lebih berfokus pada peningkatan kesejahteraan rakyat, mengingat saat ini banyak daerah yang masih kesulitan dalam mengelola anggaran untuk program-program dasar.

Di banyak wilayah, kebutuhan akan program pendidikan yang lebih baik, peningkatan fasilitas kesehatan, atau pengentasan kemiskinan jauh lebih mendesak daripada kegiatan yang hanya bersifat seremonial.

Dana sebesar Rp 13 miliar, jika digunakan dengan lebih bijaksana, bisa dialihkan untuk memajukan sektor-sektor yang langsung bersentuhan dengan kebutuhan dasar masyarakat.

Dengan mempertimbangkan realitas ini, keberlanjutan kebijakan semacam ini harus dipertanyakan. Mengalokasikan dana dalam jumlah besar untuk acara yang kurang memberikan manfaat langsung bagi masyarakat luas dapat menciptakan ketidakpercayaan publik terhadap pemerintah.

Penggunaan anggaran yang lebih efisien dan transparan, serta lebih mengutamakan kepentingan masyarakat, akan jauh lebih sesuai dengan tuntutan zaman dan kondisi keuangan negara yang semakin menantang.

Salah satu argumen yang sering digunakan untuk membenarkan program retret adalah “Pentingnya membangun sinergi antara pejabat daerah”. Sinergi yang baik antara gubernur, bupati, dan pejabat tinggi daerah lainnya diyakini dapat mempercepat pengambilan keputusan dan implementasi kebijakan yang lebih efektif.

Selain itu, retret sering kali dianggap sebagai sarana untuk refleksi diri dan peningkatan kapasitas kepemimpinan pejabat daerah dalam menghadapi berbagai masalah di wilayahnya.

Namun, pertanyaan yang muncul adalah apakah sebuah program retret benar-benar dapat meningkatkan kualitas kepemimpinan secara signifikan? Dalam penelitian tentang pengelolaan pemerintahan yang efisien, peningkatan kapasitas kepemimpinan lebih banyak dicapai melalui pelatihan berbasis keterampilan teknis dan manajerial, seperti manajemen anggaran, kebijakan publik, serta pengelolaan sumber daya manusia.

Pengalaman retreat, meskipun bermanfaat untuk membangun hubungan antar-pejabat, seringkali tidak memberikan dampak langsung terhadap peningkatan kinerja pemerintahan yang dibutuhkan oleh masyarakat.

Dengan anggaran yang mencapai Rp 13 miliar, kegiatan retreat ini menjadi sorotan banyak pihak, terutama dalam konteks pengelolaan anggaran negara yang semakin terbatas. Di tengah defisit anggaran dan kebutuhan mendesak untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, penggunaan dana sebesar ini untuk sebuah kegiatan reflektif sangat dipertanyakan.

Anggaran sebesar ini jika dialihkan ke sektor-sektor yang lebih langsung berdampak pada masyarakat, seperti pembangunan infrastruktur publik, pengentasan kemiskinan, atau peningkatan kualitas pendidikan dan kesehatan, akan memberikan hasil yang jauh lebih signifikan. Misalnya, dana sebesar itu bisa digunakan untuk membangun fasilitas kesehatan atau meningkatkan akses pendidikan di daerah-daerah yang membutuhkan.

Sebaliknya, alokasi dana untuk retret yang tidak langsung memberikan manfaat bagi rakyat dapat dianggap sebagai pemborosan yang tidak sebanding dengan urgensi kebutuhan lainnya.

Di sisi lain, anggaran sebesar itu seharusnya dapat digunakan untuk program pemberdayaan masyarakat atau peningkatan kualitas pemerintahan daerah yang lebih aplikatif. Program pelatihan untuk pejabat daerah dalam hal pengelolaan anggaran yang transparan dan efisien atau pengembangan kapasitas mereka dalam merancang kebijakan publik yang berpihak pada rakyat akan jauh lebih memberikan dampak positif bagi kinerja pemerintahan.

Kebijakan Retreat dalam Konteks Politik dan Pemerintahan Indonesia

Dari sudut pandang politik, kegiatan retreat ini juga dapat dipandang sebagai bagian dari “ritual politik” yang lebih mengutamakan simbolisme daripada substansi. Dalam politik Indonesia, hubungan antar pejabat dan partai sering kali sangat dipengaruhi oleh dinamika kekuasaan.

Oleh karena itu, retreat yang seharusnya bersifat reflektif bisa saja lebih berfungsi sebagai upaya untuk mempererat hubungan antar-pejabat, menjaga stabilitas politik, atau bahkan sebagai ajang untuk meningkatkan popularitas tertentu.

Namun, pengelolaan pemerintahan yang efektif memerlukan lebih dari sekadar hubungan yang harmonis antar pejabat. Transparansi, akuntabilitas, dan kebijakan yang berpihak pada rakyat adalah hal yang jauh lebih mendesak dan penting.

Oleh karena itu, meskipun sinergi antara pejabat daerah memang diperlukan, hal tersebut harus didukung oleh kebijakan yang jelas, serta alokasi anggaran yang lebih tepat sasaran dan berdampak langsung pada pembangunan daerah dan kesejahteraan masyarakat.

Melihat anggaran yang mencapai Rp 13 miliar untuk program retret ini, sangat jelas bahwa kebijakan ini perlu dievaluasi dan disesuaikan dengan kebutuhan yang lebih mendesak. Alih-alih mengalokasikan dana untuk kegiatan yang tidak langsung memberikan manfaat bagi masyarakat.

Lebih baik anggaran tersebut digunakan untuk program-program yang memiliki dampak langsung pada kualitas hidup rakyat, seperti peningkatan kualitas pendidikan, pembangunan infrastruktur dasar, atau program-program pemberdayaan ekonomi masyarakat.

Selain itu, alih-alih mengandalkan kegiatan retret untuk membangun sinergi antar pejabat, pemerintah daerah seharusnya lebih fokus pada pengembangan kapasitas teknis dan manajerial pejabat melalui pelatihan yang lebih aplikatif dan berbasis pada kebutuhan nyata di lapangan.

Program-program pelatihan tentang pengelolaan keuangan daerah yang efisien, kebijakan publik yang inklusif, dan manajemen sumber daya manusia akan memberikan dampak yang jauh lebih besar dalam meningkatkan kinerja pemerintahan daerah.

Efisiensi anggaran yang optimal hanya dapat dicapai jika pemerintah fokus pada program yang lebih aplikatif dan relevan dengan kebutuhan mendesak rakyat. Penggunaan anggaran yang lebih tepat sasaran seperti dalam sektor pendidikan, kesehatan, dan pemberdayaan masyarakat akan lebih efektif dalam meningkatkan kualitas hidup rakyat dan memperbaiki kinerja pemerintahan.

Dengan menggantikan atau mengurangi alokasi dana untuk program retret dan mengalihkan dana tersebut ke program-program yang lebih konkret dan berdampak langsung, pemerintah dapat lebih memastikan bahwa anggaran digunakan untuk kepentingan rakyat dan meningkatkan kepercayaan publik terhadap kebijakan yang diambil. (*)

***

*) Oleh : Aris Munandar, Mahasiswa Pascasarjana Ilmu Politik UIN Jakarta.

*)Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggungjawab penulis, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi timesindonesia.co.id

*) Kopi TIMES atau rubik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.

*) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]

*) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim.

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.



Editor : Hainorrahman
Publisher : Sofyan Saqi Futaki

TERBARU

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES