Moralitas Kebijakan Publik dan Kesejahteraan Sosial

TIMESINDONESIA, PROBOLINGGO – Idealnya, kebijakan publik oreintasinya adalah kemaslahatan rakyat. Karena secara umum, kebijakan publik dirumuskan untuk mengatasi masalah-masalah sosial yang dihadapi rakyat.
Dalam kondisi itu, pemerintah hadir di tengah-tengah masyarakat melalui kebijakan publik. Bahkan, Kristian menyebut kebijakan publik sebagai instrumen untuk mengamankan dan menjaga kesejahteraan rakyat.
Advertisement
Tapi dalam kenyataanya, kebijakan publik yang dikeluarkan oleh pemerintah seringkali menimbulkan kontroversi, reaksi dan kegelisahan bagi masyarakat. Salah satu contohnya adalah kebijakan tentang larangan penjualan Liquefied Petroleum Gas (LPG) bersubsidi tabung 3 kilo gram (kg) melalui pengecer (01/02/2025), efesiensi anggaran di sektor pendidikan dan kebijakan lain yang penuh kontroversi dan reaksi dari publik.
Sebagaimana maklum, bahwa rumusan kebijakan publik berawal dari hasil diskusi dan negosiasi antara pemerintah dan pihak-pihak yang bersepakat. Negosiasi dan diskusi adakalanya mendorong pada perbaikan dan memperburuk maksud dan tujuan pembuatan kebijakan. Prilaku amoral dari pihak-pihak yang tertentu dapat melemahkan lembaga sosial dan politik dalam mempertaruhkan nasib rakyat.
Oleh karena itu, kontroversi dan reaksi publik terhadap beberapa kebijakan publik yang dikeluarkan pemerintah itu, muncul karena terdapat masalah dan dianggap merugikan masyarakat kecil.
Hal ini, bisa saja karena kajian terhadap kebijakan publik tidak matang, tidak melalui mekanisme yang benar dan dimungkinkan adanya kepentingan-kepentingan tertentu, sehingga wajar jika menuai protes dari masyarakat.
Perumusan kebijakan publik penting kiranya, memperhatikan aspek-aspek kepentingan masyarakat yang harus diketengahkan bukan justru mengutamakan kepentingan elit.
Moralitas Kebijakan
Harus diakui bahwa, eksistensi kebijakan publik sebagai penanda dari dari watak kekuasaan, apakah pro rakyat atau tidak? Hal ini bisa dilihat dari produk kebijakanya. Padahal kalau kita kaji lebih dalam, bahwa hakikat dari kebijakan publik merupakan aktualisasi nilai-nilai yang ada dalam masyarakat melalui campur tangan pemerintah untuk menggapai kesejahteraan bersama.
Untuk itu, kebijakan publik yang dikeluarkan pemerintah seharusnya bisa menjawab berbagai macam tuntutan kebutuhan masyarakat, bukan justru mempersulit.
Prinsip dasar dari perumusan kebijakan publik adalah tidak merugikan rakyat. Dalam sebuah kaidah fiqih disebutkan "tasharruful imam ala ra'iyyah manuthun bil maslahah" yang berarti kebijakan pemimpin harus didasarkan pada kemaslahatan rakyat.
Atas dasar ini, bahwa semangat dari rumusan kebijakan publik adalah kemaslahatan rakyat. Semangat kemaslahatan ini merupakan pondasi moral dari proses-proses penyusunan kebijakan publik.
Dalam tata kelola pemerintahan, kebijakan publik merupakan ujung tombak dalam menentukan nasib rakyat. Melalui kebijakan publik yang baik rakyat bisa memperoleh pelayanan dan perlindungan dari pemerintah atau negara. Karena di dalam kebijakan publik terdapat regulasi yang harus dipatuhi sebagai norma hukum yang memiliki konsekuensi yang akan berdampak pada nasib rakyat.
Dalam konteks itu, kebijakan publik bukan hanya sekedar berisi seperangkat aturan dan norma-norma hukum yang harus dipatuhi secara formal, tapi juga harus beroreintasi pada perlindungan hak-hak dan kepentingan umum terutama hajat rakyat untuk hidup sejahtera.
Karena itu, kebijakan publik yang baik, tidak cukup hanya memenuhi unsur-unsur legalitas, tetapi harus memiliki semangat moralitas yang kuat, yang tereksplorasi ke dalam prinsip-prinsip keadilan, kesejahteraan, kemanusiaan, dan perlindungan terhadap hak asasi manusia. Kebijakan publik yang berpondasikan nilai-nilai moralitas akan menjadi sarana mencapai kehidupan masyarakat yang sejahtera, adil dan makmur.
Kesejahteraan Sosial
Kebijakan publik merupakan instrumen dan strategi yang efektif dalam mewujudkan kesejahteraan sosial. Akan tetapi kesejahteraan sosial dapat terwujud tergantung pada kualitas kebijakan publik yang dicanangkan pemerintah.
Jika kebijakan publik beroreintasi pada kepentingan rakyat maka kesejahteraan sosial bisa diwujudkan, sebaliknya jika berpihak pada korporasi, maka rakyat akan mengalami derita.
Kualitas kebijakan publik dapat dilihat seberapa besar keberpihannya kepada rakyat. Kesejahteraan rakyat sebagai dasar perumusan kebijakan publik merupakan langkah penting dalam membangun masyarakat yang lebih sejahtera dan berkeadilan.
Spicker menyebutkan bahwa, dalam negara yang menganut negara kesejahteraan, kebijakan publik menjadi staregi utama dalam meningkatkan kesejahteraan rakyatnya, terutama dalam lima bidang yang antara lain; kesehatan, pendidikan, perumahan, jaminan sosial, dan pekerjaan sosial.
Di Negara berkembang seperti Indonesia, pengangguran, kemiskinan, kesenjangan sosial, kelangkaan pelayanan sosial merupakan masalah sosial utama sejak dulu sampai sekarang.
Masalah konvensional seperti kemiskinan, kebodohan, dan keterbelakangan hingga saat ini belum teratasi di tengah massifnya iklim industrialissai dan digitalisasi.
Untuk itu, kebijakan publik yang lingkupnya adalah rakyat Indonesia secara umum, seyogyanya diarahkan pada penyelesaian masalah-masalah itu. Hal itu bisa dilakukan melalui proses interaksi yang dialogis dengan rakyat.
Libatkan semua steakholder, akdemisi dan elemen-elemen masyarakat yang memiliki kepedulian terhadap isu-isu sosial. Jika tidak demikian, mustahil kebijakan publik dapat menjadi sarana terwujudnya kesejahteraan sosial jika dalam prosesnya tidak melibtakan proses interaksi dan dialogis antara negara dan rakyatnya.
Dalam konteks itu, rumusan kebijakan publik tidak boleh berdasarkan selera pribadi, kelompok atau golongan. Akan tetapi harus dirumuskan berdasarkan kebutuhan masyarakat agar kebijakan publik yang oreintasinya meningkatkan kesejahteraan sosial tepat sasaran.
Untuk itu, kangkah konkret yang bisa dilakukan dalam merumuskan kebijakan publik adalah pertama, mengidentifikasi masalah-masalah ketimpangan sosial, memecahkan masalah kesejahteraan rakyat dan merumuskan kebijakan publik untuk kesejahteraan rakyat dan memenuhi kebutuhan sosial secara keseluruhan.
Ala kulli hal, dalam mewujudkan kesejahteraan sosial, maka diperlukan kebijakan publik yang berpijak pada nilai-nilai moralitas dan tidak berdasarkan selera pribadi, kelompok atau golongan.
Kebijakan publik akan memberikan dampak dalam meningkatkan kesejahteraan sosial jika dirumuskan melalui penggalian terhadap isu-isu sosial yang akan diselesaikan.
Penggalian ini bisa melalui proses interaksi dan dialektika antara negara dan warganya. Interaksi dan dialektika ini penting untuk menggali nilai-nilai yang ada di tengah-tengah masyarakat.
***
*) Oleh : Mushafi Miftah, Pengajar Ilmu Perundang-Undangan di Universitas Nurul Jadid, Paiton dan Pemerhati Kebijakan Publik.
*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggung jawab penulis, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi timesindonesia.co.id
*) Kopi TIMES atau rubrik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.
*) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]
*) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim apabila tidak sesuai dengan kaidah dan filosofi TIMES Indonesia.
**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.
Editor | : Hainorrahman |
Publisher | : Rizal Dani |