
TIMESINDONESIA, YOGYAKARTA – Bank Emas telah resmi diluncurkan pada 26 Februari 2025 langsung oleh Presiden RI, Bapak Prabowo Subianto. Ini adalah Langkah strategis untuk memperkuat industry perbankan syariah serta menambah alternatif investasi yang menarik bagi Masyarakat.
Dengan adanya Bank Emas, Masyarakat sekarang dapat menyimpan, menggadaikan, hingga berinvestasi emas melalui perbankan syariah. Namun, pertanyaannya adalah: Apakah kehadiran Bank Emas benar-benar mampu mendongkrak kinerja perbankan syariah?
Advertisement
Apa itu Bank Emas?
Dikutip dari UU RI Nomor 4 tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan, kegiatan usaha bulion (bullion) merupakan kegiatan usaha yang berkaitan dengan emas dalam bentuk simpanan, pembiayaan, perdagangan, penitipan emas, dan/atau kegiatan lainnya yang dilakukan oleh Lembaga Jasa Keuangan (LJK). LJK yang melakukan kegiatan usaha bulion (bullion) sebagaimana dimaksud wajib memperoleh izin dari Otoritas Jasa Keuangan.
Berdasarkan definisi tersebut, perbankan syariah di Indonesia bisa melakukan kegiatan ini seperti Bank Umum Syariah (BUS), Unit Usaha Syariah (UUS), dan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS), dan Juga Pegadaian Syariah.
Apakah kehadiran Bank Emas benar-benar mampu mendongkrak kinerja perbankan syariah?
Menurut hemat penulis, terdapat beberapa factor penting kehadiran inovasi baru ini dapat mendongkrak kinerja perbankan syariah. Pertama, luasnya jaringan kantor perbankan syariah di Indonesia.
Berdasarkan data OJK per Februari 2024, terdapat 14 Bank Umum Syariah (BUS) dengan 2.008 kantor, 19 Unit Usaha Syariah (UUS) dengan 384 kantor, serta 174 Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS) dengan 686 kantor. Jumlah ini mencerminkan infrastruktur yang cukup luas untuk mendukung operasional Bank Emas.
Dengan lebih dari 3.000 kantor perbankan syariah di seluruh Indonesia, Bank Emas dapat dengan mudah menjangkau masyarakat. Kehadiran kantor-kantor ini bisa menjadi titik distribusi untuk layanan investasi dan tabungan emas berbasis syariah.
Kedua, diversifikasi produk dan layanan perbankan syariah, dimana selama ini perbankan syariah mengandalkan produk seperti pembiayaan murabahah, musyarakah, dan mudharabah, ijarah dan rahn.
Kehadiran Bank Emas menjadi alternatif produk baru berbasis emas yang menarik minat Masyarakat selain Tabungan, Deposito, dan Giro.
Ketiga, berdasarkan nilainya, emas merupakan aset riil yang memiliki nilai intrinsik tinggi, emas dinilai lebih stabil dibandingkan mata uang konvensional yang rentan terhadap inflasi.
Emas memiliki fungsi sebagai perlindungan terhadap inflasi dan depresiasi mata uang. Ketika nilai mata uang melemah, harga emas cenderung meningkat, membuatnya menjadi alat lindung nilai (hedging) yang efektif.
Bank Emas memiliki potensi besar untuk mendongkrak kinerja perbankan syariah dengan menawarkan instrumen keuangan yang lebih stabil dan sesuai dengan prinsip Islam.
Namun, keberhasilannya sangat bergantung pada kesiapan regulasi, manajemen risiko, serta edukasi masyarakat terhadap produk berbasis emas.
Jika tantangan-tantangan tersebut dapat diatasi, bukan tidak mungkin Bank Emas akan menjadi pilar baru dalam memperkuat industri perbankan syariah di Indonesia.
***
*) Oleh : Rofiul Wahyudi, Dosen Perbankan Syariah, Fakultas Agama Islam, Universitas Ahmad Dahlan Yogyakarta.
*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggung jawab penulis, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi timesindonesia.co.id
*) Kopi TIMES atau rubrik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.
*) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]
*) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim apabila tidak sesuai dengan kaidah dan filosofi TIMES Indonesia.
**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.
Editor | : Hainorrahman |
Publisher | : Ahmad Rizki Mubarok |