Kopi TIMES

Danantara dan Dilema Ekonomi: Membangun atau Memperburuk Kesenjangan?

Rabu, 05 Maret 2025 - 15:15 | 57.69k
Muhammad Nafis S.H., M.H, Dosen Program Studi Hukum Keluarga Islam, Fakultas Agama Islam (FAI), Universitas Islam Malang (UNISMA).
Muhammad Nafis S.H., M.H, Dosen Program Studi Hukum Keluarga Islam, Fakultas Agama Islam (FAI), Universitas Islam Malang (UNISMA).
Kecil Besar

TIMESINDONESIA, MALANG – Danantara adalah sebuah lembaga yang sejak awal kemunculannya telah menjadi sorotan publik karena peran serta pengaruhnya dalam dinamika ekonomi nasional. Lembaga ini lahir dari gagasan para ekonom dan teknokrat yang menginginkan adanya instrumen kebijakan yang lebih fleksibel dalam menstabilkan ekonomi, khususnya di tengah ancaman ketidakpastian global. Dengan visi menciptakan ekosistem ekonomi yang lebih adaptif dan mandiri, Danantara bertujuan untuk mengurangi ketergantungan ekonomi Indonesia terhadap pihak eksternal serta memperkuat ketahanan ekonomi daerah.

Namun, perjalanan Danantara tidak berjalan mulus. Sejak pendiriannya, lembaga ini menghadapi tantangan dalam aspek regulasi, transparansi, dan efektivitas kebijakan. Meskipun digadang-gadang sebagai solusi inovatif untuk menjawab tantangan ekonomi nasional, banyak pihak yang meragukan apakah mekanisme yang diterapkan oleh Danantara benar-benar mampu memberikan dampak nyata bagi kesejahteraan masyarakat luas atau hanya menguntungkan kelompok tertentu. Kritik terhadap lembaga ini muncul terutama dari kelompok oposisi dan ekonom independen yang menilai bahwa kebijakan yang diterapkan sering kali tidak berpihak pada sektor ekonomi kecil dan menengah yang justru menjadi tulang punggung ekonomi nasional.

Advertisement

Salah satu aspek utama yang diperdebatkan adalah bagaimana Danantara mengelola dana dan alokasi investasi dalam proyek-proyek strategis. Dengan mandat besar yang diberikan, lembaga ini memiliki kewenangan untuk mengelola dana dalam jumlah besar, baik dari sektor publik maupun swasta. Namun, transparansi dalam pengelolaan dana ini menjadi pertanyaan besar. Banyak yang menilai bahwa mekanisme pelaporan yang digunakan oleh Danantara masih kurang terbuka, sehingga memicu kekhawatiran akan potensi penyalahgunaan dana atau praktik korupsi yang dapat merugikan kepentingan publik.

INFORMASI SEPUTAR UNISMA DAPAT MENGUNJUNGI www.unisma.ac.id

Selain itu, tujuan utama Danantara dalam menghadapi tantangan ekonomi juga menuai perdebatan. Di satu sisi, lembaga ini berusaha untuk meningkatkan investasi dalam negeri, mempercepat industrialisasi, dan mendorong inovasi dalam sektor ekonomi strategis. Namun, di sisi lain, pendekatan yang digunakan dinilai terlalu elitis dan lebih menguntungkan korporasi besar dibandingkan dengan pelaku usaha kecil. Kebijakan insentif dan stimulus yang diterapkan sering kali tidak efektif menjangkau sektor ekonomi yang lebih luas, sehingga menciptakan ketimpangan baru di dalam perekonomian.

Pro kontra terhadap Danantara juga mencerminkan adanya perbedaan visi dalam cara mengelola ekonomi nasional. Para pendukung lembaga ini berargumen bahwa Indonesia membutuhkan instrumen seperti Danantara untuk menghadapi gejolak ekonomi global yang semakin tidak menentu. Dengan adanya lembaga ini, pemerintah memiliki fleksibilitas lebih besar dalam mengelola kebijakan ekonomi tanpa harus selalu bergantung pada instrumen tradisional yang kaku. Namun, bagi para penentangnya, kebijakan yang dijalankan oleh Danantara justru dapat memperburuk kesenjangan ekonomi dan menciptakan monopoli baru yang bertentangan dengan prinsip ekonomi inklusif.

Selain itu, dampak jangka panjang dari kebijakan yang diterapkan oleh Danantara juga masih menjadi tanda tanya besar. Jika tidak dikelola dengan baik, keberadaan lembaga ini berpotensi menjadi beban bagi perekonomian nasional alih-alih menjadi solusi. Ada kekhawatiran bahwa intervensi yang terlalu besar dalam pasar justru akan menghambat mekanisme ekonomi yang sehat, di mana keseimbangan antara penawaran dan permintaan harus tetap dijaga. Oleh karena itu, ada tuntutan agar Danantara lebih transparan dalam menyusun kebijakan dan lebih terbuka terhadap kritik serta masukan dari berbagai pihak.

Keberlanjutan Danantara sebagai institusi ekonomi juga sangat bergantung pada sejauh mana lembaga ini mampu menyesuaikan diri dengan realitas ekonomi yang terus berubah. Dalam beberapa kasus, lembaga sejenis di negara lain mengalami kegagalan karena terlalu terfokus pada kepentingan jangka pendek tanpa memiliki strategi jangka panjang yang berkelanjutan. Jika Danantara tidak mampu menunjukkan efektivitasnya dalam mendorong pertumbuhan ekonomi yang inklusif dan berkeadilan, maka legitimasi lembaga ini akan terus dipertanyakan oleh masyarakat.

Pada akhirnya, Danantara adalah representasi dari dilema kebijakan ekonomi modern. Di satu sisi, ada kebutuhan akan instrumen yang lebih fleksibel dalam menghadapi tantangan ekonomi, namun di sisi lain, ada risiko besar jika lembaga seperti ini tidak dikelola dengan baik. Oleh karena itu, transparansi, akuntabilitas, dan keberpihakan pada ekonomi rakyat harus menjadi prinsip utama dalam setiap kebijakan yang dikeluarkan. Tanpa adanya kontrol yang ketat dan mekanisme pengawasan yang efektif, Danantara bisa saja berubah menjadi entitas yang justru memperburuk masalah ekonomi ketimbang menyelesaikannya.

INFORMASI SEPUTAR UNISMA DAPAT MENGUNJUNGI www.unisma.ac.id

*) Penulis: Muhammad Nafis S.H., M.H, Dosen Program Studi Hukum Keluarga Islam, Fakultas Agama Islam (FAI), Universitas Islam Malang (UNISMA).

*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggung jawab penulis, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi timesindonesia.co.id

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.



Editor : Dhina Chahyanti
Publisher : Rochmat Shobirin

TERBARU

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES