Kopi TIMES

Pro-Kontra Batalnya Pengangkatan CPNS 2025

Senin, 10 Maret 2025 - 12:51 | 50.19k
Muhammad Nafis, S.H, M.H., Dosen Program Studi Hukum Keluarga Islam, Fakultas Agama Islam (FAI), Universitas Islam Malang.
Muhammad Nafis, S.H, M.H., Dosen Program Studi Hukum Keluarga Islam, Fakultas Agama Islam (FAI), Universitas Islam Malang.
Kecil Besar

TIMESINDONESIA, MALANG – Pengumuman batalnya pengangkatan Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) tahun 2025 mengejutkan banyak pihak, terutama para peserta yang telah lolos seleksi. Kebijakan ini menimbulkan kekecewaan dan kerugian bagi ribuan calon yang telah mempersiapkan diri dengan serius, baik secara finansial, waktu, maupun tenaga.

Batalnya pengangkatan CPNS ini bukan hanya berdampak pada peserta, tetapi juga memicu perdebatan publik mengenai alasan di balik keputusan pemerintah serta pro dan kontra yang menyertainya.

Advertisement

Salah satu alasan utama yang dikemukakan pemerintah adalah keterbatasan anggaran. Pemerintah menyatakan bahwa anggaran negara saat ini lebih diprioritaskan untuk program-program pemulihan ekonomi pasca-pandemi dan pembangunan infrastruktur yang mendesak.

Pengangkatan CPNS dalam jumlah besar dianggap akan membebani keuangan negara, terutama dalam hal gaji dan tunjangan yang harus dibayarkan setiap bulan.

Selain itu, pemerintah juga mengklaim bahwa jumlah pegawai negeri saat ini sudah cukup memadai untuk melayani kebutuhan masyarakat, sehingga penambahan pegawai baru dianggap tidak mendesak.

Alasan lain yang dikemukakan adalah efisiensi birokrasi. Pemerintah berencana untuk melakukan reformasi birokrasi dengan memanfaatkan teknologi dan sistem digital untuk meningkatkan produktivitas tanpa perlu menambah jumlah pegawai.

Dengan demikian, pengangkatan CPNS baru dianggap tidak sejalan dengan upaya pemerintah untuk menciptakan birokrasi yang ramping dan efektif. Selain itu, pemerintah juga ingin fokus pada peningkatan kualitas pelayanan publik dengan memberikan pelatihan dan sertifikasi bagi pegawai yang sudah ada, bukan dengan merekrut pegawai baru.

Namun, kebijakan ini menuai pro dan kontra dari berbagai pihak. Di satu sisi, banyak yang mendukung keputusan pemerintah dengan alasan bahwa penghematan anggaran dan efisiensi birokrasi adalah langkah yang tepat dalam situasi ekonomi saat ini.

Mereka berargumen bahwa negara harus memprioritaskan penggunaan anggaran untuk hal-hal yang lebih mendesak, seperti pemulihan ekonomi dan penanganan dampak pandemi.

Selain itu, efisiensi birokrasi melalui pemanfaatan teknologi dianggap sebagai langkah progresif yang dapat mengurangi korupsi dan meningkatkan kualitas pelayanan publik.

Di sisi lain, banyak juga yang menentang kebijakan ini. Para peserta yang telah lolos seleksi merasa dirugikan karena telah mengeluarkan biaya dan waktu yang tidak sedikit untuk mengikuti proses seleksi.

Mereka juga merasa bahwa pemerintah tidak konsisten, karena sebelumnya telah membuka pendaftaran CPNS dengan harapan besar bagi para peserta.

Selain itu, batalnya pengangkatan CPNS ini dinilai dapat memperburuk tingkat pengangguran, terutama di kalangan generasi muda yang telah mempersiapkan diri untuk menjadi pegawai negeri.

Tidak hanya itu, batalnya pengangkatan CPNS juga menimbulkan kekhawatiran akan dampak jangka panjang terhadap kualitas pelayanan publik. Meskipun pemerintah berencana meningkatkan efisiensi melalui teknologi.

Banyak yang meragukan bahwa hal tersebut dapat sepenuhnya menggantikan peran manusia dalam memberikan pelayanan yang manusiawi dan responsif. Kekurangan tenaga kerja di beberapa sektor, seperti kesehatan dan pendidikan, juga dikhawatirkan akan semakin parah jika tidak ada penambahan pegawai baru.

Dalam konteks yang lebih luas, kebijakan ini juga memunculkan pertanyaan tentang transparansi dan akuntabilitas pemerintah. Banyak yang mempertanyakan mengapa pemerintah tidak mempertimbangkan dengan matang sebelum membuka pendaftaran CPNS jika memang ada kemungkinan pengangkatan dibatalkan.

Hal ini menimbulkan kesan bahwa pemerintah tidak serius dalam mengelola sistem rekrutmen pegawai negeri, yang seharusnya menjadi salah satu prioritas dalam membangun birokrasi yang profesional dan berkualitas.

Pro dan kontra dalam kasus ini mencerminkan kompleksitas masalah yang dihadapi pemerintah. Di satu sisi, penghematan anggaran dan efisiensi birokrasi adalah hal yang penting dalam situasi ekonomi yang belum sepenuhnya pulih.

Di sisi lain, keputusan untuk membatalkan pengangkatan CPNS menimbulkan dampak negatif bagi peserta dan berpotensi memengaruhi kualitas pelayanan publik. Oleh karena itu, pemerintah perlu mempertimbangkan dengan hati-hati setiap kebijakan yang diambil, terutama yang berkaitan dengan masa depan ribuan calon pegawai negeri.

Sebagai solusi, pemerintah dapat mempertimbangkan opsi lain, seperti menunda pengangkatan CPNS tanpa membatalkannya sepenuhnya atau membuka lowongan dengan jumlah yang lebih terbatas.

Selain itu, pemerintah juga perlu meningkatkan transparansi dalam proses pengambilan keputusan dan memberikan kompensasi atau solusi alternatif bagi peserta yang telah lolos seleksi. Dengan demikian, pemerintah dapat menjaga kepercayaan masyarakat sambil tetap memprioritaskan kepentingan negara.

Batalnya pengangkatan CPNS 2025 adalah keputusan yang tidak mudah dan penuh konsekuensi. Meskipun ada alasan yang dapat dipahami di balik kebijakan ini, pemerintah perlu memastikan bahwa keputusan tersebut tidak merugikan masyarakat dan tidak mengorbankan kualitas pelayanan publik.

Dalam situasi seperti ini, komunikasi yang baik antara pemerintah dan masyarakat, serta kebijakan yang bijaksana dan berkeadilan, adalah kunci untuk menjaga stabilitas dan kepercayaan publik.

Semoga pemerintah dapat mengambil langkah-langkah yang tepat untuk mengatasi masalah ini dengan cara yang adil dan bertanggung jawab.

***

*) Oleh : Muhammad Nafis, S.H, M.H., Dosen Program Studi Hukum Keluarga Islam, Fakultas Agama Islam (FAI), Universitas Islam Malang.

*)Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggungjawab penulis, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi timesindonesia.co.id

 

____________
**) Kopi TIMES atau rubik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.

**) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]

**) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim apabila tidak sesuai dengan kaidah dan filosofi TIMES Indonesia.

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.



Editor : Hainorrahman
Publisher : Lucky Setyo Hendrawan

TERBARU

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES