Kopi TIMES

Korupsi dan Krisis Kepercayaan

Selasa, 11 Maret 2025 - 00:04 | 23.88k
Rintan Nuzul Ainy, Dosen Program Studi Akuntansi, Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Ahmad Dahlan.
Rintan Nuzul Ainy, Dosen Program Studi Akuntansi, Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Ahmad Dahlan.
Kecil Besar

TIMESINDONESIA, YOGYAKARTA – Kasus korupsi yang semakin marak di Indonesia telah menjadi perhatian utama masyarakat. Hampir setiap hari, berita mengenai pejabat yang terjerat kasus suap, penggelapan dana, hingga penyalahgunaan wewenang menghiasi berbagai media.

Fenomena ini tidak hanya merusak citra institusi pemerintah, tetapi juga mengikis kepercayaan masyarakat terhadap sistem ekonomi dan hukum yang seharusnya menjadi pilar utama negara. Rasa frustrasi pun semakin meluas, menciptakan pesimisme terhadap masa depan bangsa.

Advertisement

Korupsi dan Dampaknya terhadap Perekonomian

Dari perspektif ekonomi, korupsi adalah penghambat utama pertumbuhan yang sehat dan berkelanjutan. Anggaran negara yang seharusnya dialokasikan untuk pembangunan infrastruktur, pendidikan, dan kesehatan malah bocor ke kantong segelintir pihak yang menyalahgunakan wewenangnya. Akibatnya, ketimpangan ekonomi semakin tajam dan menciptakan ketidakadilan sosial yang sulit diperbaiki.

Tak hanya itu, korupsi juga menjadi batu sandungan besar bagi iklim investasi. Investor, baik dalam negeri maupun asing, ragu untuk menanamkan modal di negara yang masih diliputi ketidakpastian hukum dan birokrasi yang rentan terhadap suap. Kepercayaan terhadap sistem ekonomi menjadi goyah, membuat daya saing Indonesia di tingkat global semakin melemah.

Peran Pendidik Ekonomi dalam Menanamkan Integritas

Sebagai seorang pendidik di bidang ekonomi, saya percaya bahwa akar dari permasalahan ini bukan hanya terletak pada lemahnya penegakan hukum, tetapi juga pada kurangnya pendidikan integritas dalam dunia ekonomi.

Selama ini, pendidikan ekonomi lebih banyak berfokus pada teori dan praktik bisnis, tetapi kurang memberikan penekanan pada nilai-nilai moral dan akuntabilitas. Padahal, tanpa integritas, ilmu ekonomi hanya akan menjadi alat yang mudah disalahgunakan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab.

Salah satu langkah utama yang perlu dilakukan adalah mengintegrasikan pendidikan etika ekonomi dalam kurikulum. Mahasiswa perlu memahami bahwa transparansi, akuntabilitas, dan etika bisnis bukan sekadar konsep teoritis, tetapi merupakan pilar utama dalam membangun ekonomi yang sehat.

Studi kasus mengenai korupsi bisa menjadi bahan diskusi di kelas, agar mahasiswa dapat melihat secara nyata bagaimana tindakan tidak etis dapat merusak perekonomian dan kesejahteraan masyarakat secara luas.

Selain itu, dunia akademik sendiri harus menanamkan budaya transparansi. Mahasiswa harus dibiasakan dengan praktik akademik yang jujur, seperti menghindari plagiarisme, mencantumkan sumber dengan benar, dan menjalankan penelitian dengan penuh integritas.

Jika sejak bangku kuliah mereka sudah terbiasa dengan standar kejujuran yang tinggi, maka di dunia kerja nanti mereka akan lebih siap untuk menolak praktik-praktik korup yang bertentangan dengan nilai-nilai tersebut.

Tentu saja, pendidikan integritas ini tidak akan efektif jika tenaga pendidik sendiri tidak memberikan contoh yang baik. Oleh karena itu, para pendidik harus menjadi teladan, menunjukkan bahwa kejujuran dan tanggung jawab adalah prinsip yang tidak bisa ditawar.

Di luar ruang kelas, kolaborasi dengan sektor publik dan swasta juga sangat penting. Pendidikan ekonomi harus berorientasi pada dunia nyata dengan menghubungkan mahasiswa ke lingkungan kerja yang menjunjung tinggi transparansi.

Seminar, lokakarya, dan program magang di institusi yang memiliki budaya antikorupsi akan membantu mahasiswa memahami bagaimana etika bisnis diterapkan dalam dunia kerja.

Dengan pengalaman langsung ini, mereka akan lebih percaya bahwa membangun bisnis dan karier yang bersih dan beretika bukanlah sekadar idealisme kosong, tetapi sesuatu yang benar-benar bisa diwujudkan.

Membangun Harapan di Tengah Krisis Kepercayaan

Indonesia masih memiliki peluang besar untuk memperbaiki kondisi ini, tetapi perubahan harus dimulai dari akar, yaitu pendidikan. Pendidikan bukan hanya soal transfer ilmu, tetapi juga tentang membentuk karakter.

Jika sejak dini seseorang sudah memahami bahwa kesuksesan sejati tidak hanya diukur dari pencapaian akademik atau materi, tetapi juga dari bagaimana ia menjaga nilai-nilai moral dalam setiap keputusan yang diambil, maka harapan untuk memiliki generasi yang lebih bersih dari praktik korupsi bukanlah hal yang mustahil.

Sebagai pendidik di bidang ekonomi, saya yakin bahwa membentuk generasi yang memahami pentingnya integritas adalah investasi jangka panjang yang akan membawa perubahan nyata bagi sistem ekonomi dan pemerintahan kita.

Dengan menanamkan kesadaran akan bahaya korupsi dan pentingnya transparansi, kita tidak hanya mencetak ekonom dan pengusaha yang sukses, tetapi juga pemimpin yang jujur dan bertanggung jawab.

Namun, tanggung jawab ini bukan hanya milik dunia pendidikan. Masyarakat juga harus lebih kritis dan tidak apatis terhadap isu korupsi. Kampanye antikorupsi harus terus digaungkan di berbagai sektor, mulai dari pendidikan, dunia usaha, hingga institusi pemerintahan.

Partisipasi aktif dari masyarakat dalam mengawasi dan melaporkan praktik korupsi akan memperkuat transparansi dan akuntabilitas dalam sistem ekonomi kita.

Pendidikan yang baik tidak hanya mencetak individu yang cerdas secara akademik, tetapi juga membentuk karakter yang kuat dan bertanggung jawab. Jika generasi muda memiliki pola pikir bahwa korupsi adalah musuh bersama yang harus diberantas, maka masa depan Indonesia akan lebih cerah.

Dengan komitmen kolektif, kita bisa membangun sistem ekonomi yang lebih adil, transparan, dan berkelanjutan bagi generasi mendatang.

***

*) Oleh : Rintan Nuzul Ainy, Dosen Program Studi Akuntansi, Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Ahmad Dahlan.

*)Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggungjawab penulis, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi timesindonesia.co.id

 

____________
**) Kopi TIMES atau rubik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.

**) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]

**) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim apabila tidak sesuai dengan kaidah dan filosofi TIMES Indonesia.

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.



Editor : Hainorrahman
Publisher : Lucky Setyo Hendrawan

TERBARU

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES