Dapatkah Cryptocurrency Jadi Penyelamat di Saat Krisis?

TIMESINDONESIA, YOGYAKARTA – Venezuela telah menjadi laboratorium ekonomi ekstrem selama lebih dari satu dekade. Hiperinflasi yang merajalela, sanksi internasional, dan kebijakan ekonomi yang kacau telah menjadikan negara ini sebagai contoh nyata bagaimana sebuah mata uang nasional bisa kehilangan nilainya hampir sepenuhnya. Dalam kondisi seperti ini, masyarakat dipaksa mencari alternatif untuk melindungi kekayaan mereka dari penyusutan nilai yang cepat.
Salah satu pilihan yang banyak diambil adalah cryptocurrency, aset digital seperti Bitcoin dan stablecoin yang menawarkan fleksibilitas serta kebebasan dari regulasi pemerintah yang ketat. Namun, apakah cryptocurrency benar-benar bisa menjadi solusi terbaik dalam menghadapi krisis? Ataukah ada alternatif lain yang lebih stabil dan aman?
Advertisement
Ketika nilai mata uang lokal jatuh, masyarakat biasanya mencari aset yang lebih stabil. Dolar AS adalah pilihan utama karena likuiditasnya yang tinggi dan penerimaan globalnya. Dalam beberapa tahun terakhir, Venezuela bahkan secara de facto telah mengadopsi dolar dalam banyak transaksi harian.
Namun, akses terhadap dolar sangat terbatas karena pemerintah sering membatasi peredaran mata uang asing dan sistem perbankan nasional tidak dapat menyediakannya secara legal. Euro sebenarnya bisa menjadi alternatif lain, tetapi lebih sulit diakses karena perdagangan Venezuela lebih banyak terhubung dengan Amerika Serikat dan negara-negara Amerika Latin yang menggunakan dolar sebagai standar.
Emas adalah opsi klasik sebagai alat lindung nilai yang telah terbukti efektif selama ribuan tahun. Tidak terpengaruh oleh inflasi dan dianggap sebagai aset safe haven, emas memiliki daya tarik tersendiri.
Namun, masalah utama emas adalah kepraktisannya-sulit digunakan dalam transaksi sehari-hari, sulit dipindahkan dalam jumlah besar, serta berisiko disita oleh pemerintah yang sedang mengalami krisis finansial.
Dengan keterbatasan ini, cryptocurrency muncul sebagai alternatif yang lebih mudah diakses dan lebih fleksibel bagi masyarakat Venezuela. Bitcoin, Ethereum, dan terutama stablecoin berbasis dolar seperti USDT dan USDC semakin banyak digunakan sebagai alat lindung nilai karena lebih mudah diperoleh dan tidak tunduk pada regulasi ketat.
Salah satu alasan utama mengapa cryptocurrency lebih banyak dipilih di Venezuela adalah aksesibilitasnya. Jika dolar AS sulit didapatkan secara resmi, Bitcoin dan stablecoin bisa diperoleh melalui pasar P2P atau pertukaran kripto internasional. Dengan hanya menggunakan ponsel dan koneksi internet, seseorang dapat menyimpan aset dalam bentuk digital tanpa perlu melibatkan perbankan tradisional.
Selain itu, cryptocurrency memungkinkan masyarakat menghindari pembatasan pemerintah. Dengan sifatnya yang terdesentralisasi, kripto tidak dapat dikendalikan dengan mudah oleh otoritas yang kerap menetapkan aturan ketat terhadap mata uang asing.
Di tengah depresiasi Bolívar yang luar biasa, memiliki Bitcoin atau stablecoin menjadi cara efektif untuk melindungi daya beli dari inflasi yang ekstrem. Selain itu, fleksibilitas dalam transaksi menjadi keunggulan lain yang membuat cryptocurrency semakin diminati, terutama bagi warga Venezuela yang menerima kiriman uang dari keluarga di luar negeri.
Namun, meskipun menawarkan banyak keunggulan, penggunaan cryptocurrency juga memiliki risiko besar yang tidak bisa diabaikan. Salah satu risiko utama adalah fluktuasi harga yang ekstrem. Bitcoin dan Ethereum adalah aset yang sangat volatil, dengan nilainya bisa naik atau turun drastis dalam hitungan jam. Jika seseorang menyimpan seluruh asetnya dalam Bitcoin, mereka bisa mengalami kerugian besar jika harga anjlok tiba-tiba.
Faktor lain yang harus diperhatikan adalah keamanan dan maraknya penipuan. Banyak warga Venezuela yang tidak memiliki pemahaman mendalam tentang keamanan siber, sehingga rentan terhadap peretasan dompet digital, kehilangan akses karena lupa kata sandi, atau bahkan menjadi korban penipuan.
Selain itu, ketidakpastian regulasi juga menjadi ancaman yang serius. Meski pemerintah Venezuela pernah menunjukkan sikap terbuka terhadap penggunaan kripto, regulasi bisa berubah sewaktu-waktu. Jika pemerintah tiba-tiba melarang transaksi kripto atau memberlakukan pajak tinggi, pengguna bisa mengalami kerugian.
Untuk menghindari volatilitas tinggi, banyak masyarakat lebih memilih stablecoin seperti USDT atau USDC yang dipatok ke dolar. Pilihan ini memang lebih stabil, tetapi tetap memiliki risiko.
Stablecoin masih bergantung pada entitas terpusat yang bisa menghadapi tekanan regulasi atau bahkan kegagalan operasional. Jika regulator global memperketat aturan atau terjadi masalah pada penerbit stablecoin, maka aset digital ini bisa kehilangan nilainya.
Cryptocurrency memang telah membantu banyak warga Venezuela melindungi aset mereka di tengah krisis ekonomi yang berkepanjangan. Namun, ini bukan solusi tanpa risiko. Volatilitas tinggi Bitcoin dan Ethereum menjadikannya kurang cocok sebagai lindung nilai jangka panjang bagi masyarakat biasa.
Stablecoin memang menawarkan stabilitas lebih, tetapi tetap memiliki ketergantungan pada sistem keuangan global. Sementara itu, penggunaan dolar AS dan emas tetap menjadi alternatif utama bagi mereka yang bisa mengaksesnya, meskipun kendala regulasi dan logistik membuatnya sulit dijangkau oleh sebagian besar masyarakat.
Pada akhirnya, cryptocurrency bukanlah satu-satunya solusi bagi masyarakat yang ingin bertahan di tengah krisis. Meskipun memiliki keunggulan dalam aksesibilitas dan kebebasan dari regulasi pemerintah, kebergantungannya pada teknologi dan pasar global tetap menjadikannya rentan.
Bagi masyarakat yang menghadapi ketidakpastian ekonomi seperti di Venezuela, diversifikasi aset-menggunakan kombinasi kripto, dolar, dan emas-adalah langkah paling bijak untuk memastikan kestabilan finansial dalam jangka panjang.
***
*) Oleh : Rusydi Umar, Dosen Fakultas Teknologi Industri Universitas Ahmad Dahlan.
*)Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggungjawab penulis, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi timesindonesia.co.id
____________
**) Kopi TIMES atau rubik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.
**) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]
**) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim apabila tidak sesuai dengan kaidah dan filosofi TIMES Indonesia.
**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.
Editor | : Hainorrahman |
Publisher | : Lucky Setyo Hendrawan |