Kopi TIMES

Di Balik Makna Tangisan Dedi Mulyadi

Selasa, 11 Maret 2025 - 16:32 | 14.13k
Agus Budiana, Jurnalis dan Pendiri Lembaga Studi Kajian Jurnalistik Media (LSKJ Media).
Agus Budiana, Jurnalis dan Pendiri Lembaga Studi Kajian Jurnalistik Media (LSKJ Media).
Kecil Besar

TIMESINDONESIA, JAKARTA – Kamis tgl 6/3/2025 di desa Sukagalih, kecamatan Cisarua Kabupaten Bogor, Dedi mulyadi terlihat menangis, setelah tatapannya jauh melihat lereng gunung gede-pangrango terbelah, beberapa kali tangannya mengusap dan menyeka kedua matanya, terlihat sembab dan terdiam.  

Media massa memberitakan moment tersebut dimana seorang gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi terlihat menangis, setelah melihat sebuah pemandangan ditengah lereng gunung gede pangrango terbelah dua.

Advertisement

Tentunya berita ini menjadi hiasan berita-berita media massa pada umumnya, mengingat profil Dedi Mulyadi dikenal masyarakat, sebagai pemimpin yang pro rakyat kecil, sederhana, tegas, jujur dan mencintai lingkungan, dari semenjak anggota DPRD Purwakarta, Wakil Bupati, Bupati Purwakarta, anggota DPR RI komisi empat sampai sekarang menjadi gubernur Jawa Barat, yang sedang melaksanakan tugasnya sebagai orang no 1 di Jawa Barat.

Pada bulan Maret 2025 ini, musim penghujan diwilayah Jawa Barat curahnya tinggi dan deras, diuji dengan berbagai musibah diantaranya musibah banjir yang melanda Bekasi, Puncak cisarua Bogor.

Tentunya musibah banjir ini banyak mengakibatkan kerugian yang terdampak pada masyarakat. Sehingga perlu penanganan dengan segera oleh pihak-pihak terkait terutama pemerintah Kabupaten dan pemerintah propinsi sebagai penanggung jawab wilayah.

Khususnya banjir di puncak Cisarua Kabupaten Bogor menggerakan Dedi Mulyadi untuk meninjau langsung ke sumber lokasi, tepanya pada hulu Sungai. Pada saat dilokasi itulah, Dedi Mulyadi menatap dari jauh pada salah satu lokasi yang membelah gunung. Saat itu pula terdiam, menunduk, langsung menutup mukanya diatas sandaran kedua tangannya, beberapa kali tangannya menyeka kedua matanya.

Pertama kali di ruang publik seorang gubernur menangis, karena kondisi alamnya diekploitasi oleh pihak-pihak tertentu dengan semena-mena tanpa mempertimbangkan kondisi, keselamatan dan dampak yang akan terjadi ke depannya.

Sebuah tangisan yang berhubungan dengan salah satu prinsip hidup seorang Dedi Mulyadi yang memahami ajaran leluhur urang sunda, yaitu ajaran siliwangi. Salah satunya hormat dan selalu menjaga alam lingkungan sebagai bagian ekosistem manusia dimanapun berada.

Alam akan selalu berhubungan dengan manusia, sebagai aktor pengelola bahkan sebagai aktor ekploitasi sekalipun disini alam akan tetap ada selama manusia hidup. Dari alamlah manusia bisa hidup, menggunakan air, udara, tanah maupun efek dari cahaya sinar matahari.

Hal ini inilah yang menjadi titik utama prinsip hidup Dedi Mulyadi. Kita dapat meihat langsung baik dari media massa maupun media sosial, Dedi Mulyadi akan marah apabila alam, hutan, gunung dan lautnya dirusak oleh manusia.

Sebuah keprihatinan dan kesedihan luar biasa dari seorang pimpinan daerah yang, “merasa martabatnya direndahkan ketika melihat wilayah pegunungan dirusak” (Kompas.com 7/3/2025 diakses 10/3/2025), terkait dengan ekploitasi dan perusakan alam oleh manusia, hanya karena demi sebuah kepentingan kapitalisme, dengan tujuan untuk meraup keuntungan. Dengan membuka ekowisata yang dikomersialkan untuk umum.

Tangisan dalam Komunikasi Non Verbal

Dalam konteks komunikasi non verbal, sebuah tangisan adalah sebuah ungkapan perasaan seseorang untuk menyampaikan sebuah pesan. Pesan yang dapat dimaknai oleh kita ada sesuatu yang ingin disampaikan pada kita semua bahwa, perasaan mendorong seseorang untuk menumpahkan sesuatu.

Hal ini selaras dengan pendapat Samovar, Richard Porter dalam (Mulyana, 2005) komunikasi non verbal mencakup semua rangsangan dalam setting komunikasi, yang dihasilkan oleh individu dan penggunaan individu, yang mempunyai nilai pesan potensial bagi pengirim atau penerima.

Hal ini mencakup perilaku di sengaja maupun yang tidak disengaja sebagai bagian dari peristiwa komunikasi secara keseluruhan. Pengirim banyak pesan tanpa menyadari bahwa pesan-pesan tersebut bermakna bagi orang lain.

Tangisan yang dilakukan Dedi Mulyadi adalah komunikasi non verbal ungkapan perasaan berupa kesedihan, kekecewaan atau kehilangan yang mendalam. Air mata dapat menjadi simbol dari rasa sakit emosional yang sulit diungkapkan dengan kata-kata.

Selain itu, tangisan Dedi Mulyadi merupakan makna menjadi cara untuk meminta bantuan, dukungan atau perhatian dari orang lain. Air mata dapat menjadi tanda bahwa seseorang sedang membutuhkan pertolongan.

Dalam hal ini Dedi Mulyadi menyampaikan pesan untuk meminta bantuan pada semua pihak, termasuk masyarakat Bogor untuk dapat memelihara dan merawat alam pegunungan, hutan, tanah dan sungainya.

Sebuah tangisan juga dapat dimaknakan, menumbuhkan rasa simpati dan empati. Air mata dapat menjadi cara untuk terhubung dengan orang lain dan berbagi perasaan. Tangisan adalah salah satu bentuk komunikasi non verbal yang komplek dan kaya makna.

Memahami makna dibalik tangisan dapat membantu kita untuk lebih memahami perasaan dan kebutuhan orang lain. Begitu pula dengan Dedi Mulyadi, tangisannya membawa pesan sekaligus meminta pada kita, agar selalu peduli dan selalu dekat dengan alam.

***

*) Oleh : Agus Budiana, Jurnalis dan Pendiri Lembaga Studi Kajian Jurnalistik Media (LSKJ Media).

*)Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggungjawab penulis, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi timesindonesia.co.id

*) Kopi TIMES atau rubik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.

*) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]

*) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim.

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.



Editor : Hainorrahman
Publisher : Sholihin Nur

TERBARU

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES