Kopi TIMES

Prospek Climate Tech dalam Transisi Energi Indonesia

Kamis, 20 Maret 2025 - 18:02 | 46.17k
Muhamad Ferdy Firmansyah, Master Student in Environmental Science, Wageningen University & Research.
Muhamad Ferdy Firmansyah, Master Student in Environmental Science, Wageningen University & Research.
Kecil Besar

TIMESINDONESIA, JAKARTA – Dalam rancangan akhir RPJPN 2025-2045, perubahan iklim menjadi salah satu megatrend global yang diperkirakan akan mempengaruhi dunia pada 2045. Krisis lingkungan yang meliputi perubahan iklim, kerusakan lingkungan, dan kehilangan keanekaragaman hayati (the triple planetary crisis) tidak lagi dapat dihindari, sehingga isu ini memerlukan perhatian serius. Perubahan paradigma pembangunan perlu dilakukan.

Paradigma pembangunan lama, seperti pendekatan "business-as-usual" (BaU), kemungkinan besar harus ditinggalkan dan digantikan oleh praktik pembangunan berkelanjutan. Selain itu, model pembangunan ekstraktif yang kita gunakan pada proses ekonomi menimbulkan kerugian lingkungan. Tuntutan terhadap ekonomi dengan emisi lebih rendah menjadi sangat penting, terutama di sektor energi, industri, dan sektor-sektor lain yang menghasilkan limbah.

Advertisement

Saat ini, kita telah sepakat bahwa perubahan iklim disebabkan oleh faktor antropogenik, terutama sebagai akibat dari industrialisasi yang pesat. Dua sektor terbesar yang berkontribusi pada faktor ini adalah sektor industri dan energi.

Pada tahun 2023, Indonesia menempati peringkat kedua negara penghasil emisi karbon terbesar di dunia dari sektor alih fungsi lahan menurut laporan terbaru dari tim ilmuwan Global Carbon Project. 

Pemahaman tentang proses ini harus disertai dengan pemahaman mengenai dekarbonisasi dalam rantai pasok, yang melibatkan masyarakat secara keseluruhan. Emisi muncul sebagai hasil dari proses produksi yang mengubah bahan mentah menjadi produk jadi untuk dikonsumsi. 

Dalam menghadapi krisis iklim yang semakin mendesak, berbagai negara mulai mempertimbangkan kebijakan pajak karbon sebagai instrumen untuk mengendalikan emisi gas rumah kaca.

Pembangunan rendah karbon dan pertumbuhan ekonomi hijau akan menjadi kebijakan utama dunia di masa depan. Indonesia menargetkan pencapaian net zero emission pada tahun 2060, sehingga diperlukan stimulus hijau dan berbagai paket kebijakan untuk mencapai target tersebut. Istilah climate tech muncul sebagai alternatif, lalu bagaimana kita dapat bertumpu pada climate tech dalam mewujudkan pembangunan rendah karbon di Indonesia?

Tumpuan pada Climate Tech

Climate tech adalah teknologi yang dirancang secara khusus untuk mengurangi emisi gas rumah kaca (GRK) atau membantu beradaptasi dengan dampak perubahan iklim. Oleh karena itu, fokus untuk menurunkan emisi dapat diarahkan pada pengembangan teknologi ini. Kita perlu memberikan perhatian lebih pada climate tech sebagai solusi dalam mewujudkan transisi energi.

Efisiensi energi bertujuan untuk mengurangi konsumsi energi sambil mempertahankan atau meningkatkan output. Fokus dapat diberikan pada transfer teknologi dan penggunaan sumber energi yang ramah lingkungan. 

Kendala seperti interkoneksi pulau harus diatas untuk menjaga efisiensi distribusi energi. Disamping itu, investasi masih menjadi kunci karena pengadaan peralatan canggih untuk teknologi hemat energi terbilang memerlukan biaya yang tinggi. 

Aspek material juga perlu diperhatikan selain aspek energi. Sekarang Indonesia telah memiliki peta jalan ekonomi sirkular di beberapa sektor strategis seperti tekstil, kemasan plastic, elektronik sampai pangan. 

Langkah selanjutnya adalah harus digencarkan lagi fasilitas dan infrastruktur daur ulang dan pemanfaatan ulang material di berbagai daerah. Selain itu dorongan pada teknologi green manufacturing dapat menjadi pilihan.

Di tahun 2025 kita perlu mendorong penyediaan energi terbarukan harus diwujudkan melalui pembangunan sumber energi seperti matahari, angin, biomassa, hingga geotermal.

Melansir Intenational Renewable Energy Agency (IRENA) Indonesia memiliki potensi energi terbarukan mencapai 3.692 gigawatt (GW). Namun untuk ukuran ini realiasi masih terbilang minim pada 0.3% dari potensi yang ada. 

Selanjutnya, energi bersih merupakan hal penting lainnya dalam transisi energi. Proses tanpa emisi adalah salah satu dari beberapa pilar yang harus dipenuhi untuk mengendalikan emisi dan mencegah perubahan iklim. 

Pemerintah telah menargetkan bauran energi terbarukan harus tercapai 23% di tahun 2025 mendatang. Terakhir, realisasi di tahun 2023 baru 13,1% dari target 17,9%. Kendala sistemik seperti keterlambatan lelang dan eksekusi proyek harus diatasi secepatnya melalui kebijakan yang efisien.

Terakhir, dalam mewujudkan transisi energi, ada empat pilar utama yang perlu diperhatikan: efisiensi energi, efisiensi material, energi bersih, dan proses tanpa emisi (emission-free process). 

Tantangan di 2025 mendatang adalah menghadirkan teknologi canggih seperti carbon capture, utilization and storage (CCUS) yang masih terbilang langka. Maka dari itu kolaborasi internasional dan pembiayaan hijau perlu dipercepat. 

Tiga Faktor Penting bagi Climate Tech

Secara teori, harga eksternalitas lingkungan dapat dihitung dengan menentukan kerusakan marginal (marginal damages) dan biaya pengendalian pencemaran (abatement costs). 

Dengan pemahaman ini, pajak karbon bisa menjadi solusi penting dalam mitigasi perubahan iklim, meskipun tetap diperlukan kombinasi dengan kebijakan dan teknologi lainnya agar dampaknya lebih signifikan.

Eksternalitas negatif dari emisi, yang dihasilkan oleh proses produksi, mencakup dampak-dampak negatif yang tidak tercermin dalam biaya produksi, seperti kerusakan lingkungan dan dampak terhadap masyarakat. 

Pajak lingkungan, seperti pajak karbon, bertujuan untuk memperhitungkan biaya sosial tersebut dan merupakan salah satu instrumen ekonomi yang efektif untuk mengendalikan pencemaran, terutama di negara-negara seperti China dan Amerika Serikat.

Di tahun 2025 prospek climate tech tampaknya akan mulai diminati di dunia, hal ini harus juga meningkat perhatiannya di Indonesia. Ada empat faktor penting yang harus dipersiapkan untuk mendukung climate tech di Indonesia yaitu:  komitmen politik, permudah administrasi, dan target pada investasi pemerintah-swasta.

Pertama, komitmen politik yang harus kuat. Kebijakan yang ketat dalam emisi industri perlu ditingkatkan. Selain itu konsistensi komitmen iklim harus menjadi prioritas ditransisi pemerintahan baru saat ini. 

Kita telah memiliki Rencana Umum Energi Nasional (RUEN) dan Nationally Determined Contributions (NDC) namun target ini akan sulit tercapai bila ketergantungan pada energi fosil masih tinggi. 

Kedua mempermudah administrasi dan birokrasi. Hambatan pada jalannya proyek-proyek ramah lingkungan harus dituntaskan, di tahun 2025 mesti ada peningkatan dalam perizinan, akses pendanaan dan pelaksanaan. 

Regulasi yang tumpeng tindih atau birokrasi yang kompleks memberikan ganjalan bagi sektor climate teach untuk berkembang. Digitalisasi dan simplifikasi layanan publik dapat dilakukan pada sektor ini. 

Ketiga, mengenai target investasi pemerintah-swasta. Dorongan untuk investasi pada sektor climate tech dapat didorong melalui skema kemitraan publik-swasta. Penawaran insentif yang kompetitif juga harus diperhatikan terlebih saat ini telah berkembang pendanaan hijau. 

Hal terpenting lain yang perlu dilihat yaitu mengembangkan tenaga kerja yang dapat mengoperasikan teknologi bersih yang akan ada nanti. Pembangunan pusat pelatihan khusus tenaga kerja, bantuan pendidikan sampai pelatihan bagi pekerja sektor industri hijau harus dilakukan. 

Untuk memajukan climate tech di Indonesia diperlukan sinergi yang kuat antara komitmen politik, birokrasi, investasi sampai pada ketersediaan tenaga kerja yang terampil.

Dengan dorongan yang kuat ini Indonesia dapat memaksimalkan potensinya dalam energi terbarukan dan mendukung transisi ke ekonomi rendah karbon yang berkelanjutan serta bersih. (*)

***

*) Oleh : Muhamad Ferdy Firmansyah, Master Student in Environmental Science, Wageningen University & Research.

*)Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggungjawab penulis, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi timesindonesia.co.id

*) Kopi TIMES atau rubik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.

*) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]

*) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim.

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.



Editor : Hainorrahman
Publisher : Sofyan Saqi Futaki

TERBARU

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES